Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bersama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengadakan kompetisi poster sains antariksa, Sabtu (1/9/2018), di Museum PP Iptek, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Kompetisi ini bertujuan lebih mendekatkan sains kepada generasi muda.
Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP Iptek) bekerja sama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) menyelenggarakan kompetisi pembuatan poster antariksa untuk siswa berusia 8-11 tahun. Kompetisi bertema ”My Home in Space” ini diikuti 148 pelajar dari 80 sekolah dasar se-Jabodetabek.
Ketua Asosiasi Science Center Indonesia sekaligus Direktur Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Mochammad Syachrial Annas, mengatakan, kompetisi ini bertujuan untuk meningkatkan kecintaan generasi muda pada bidang sains dan alam semesta beserta isinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
AGUIDO ADRI UNTUK KOMPAS–Karya-karya terbaik pada kompetisi poster sains antariksa.
”Kompetisi ini juga mewadahi bakat-bakat seni untuk berkreasi dan berprestasi. Selain itu, penting melibatkan dan mendekatkan anak-anak dalam kegiatan sains dan lingkungan,” kata Annas, Sabtu (1/9/2018), Jakarta.
Annas berharap kompetisi bertema sains dapat menumbuhkan daya saing, semangat belajar, dan keingintahuan dari pengalaman yang dirasakan anak-anak.
AGUIDO ADRI UNTUK KOMPAS–Ketua Asosiasi Science Center Indonesia Mochammad Syachrial Annas menutup kompetisi poster sains antariksa. Ia mengapresiasi karya anak-anak yang mengikuti kompetisi.
Ia menuturkan, kompetisi yang diselenggarakan menjadi jembatan agar anak-anak mau berkunjung ke Museum PP Iptek karena bisa bermain dan memperagakan (mencoba) wahana yang ada.
Selain kompetisi poster sains antariksa, PP Iptek terus berupaya mendekatkan sains kepada anak-anak melalui lomba berbasis iptek, seperti roket air, pesawat karet, dan antena akses ke satelit.
Tidak hanya itu, upaya dilakukan dengan menambah wahana sebagai media belajar dan bermain. Annas mengatakan, dalam waktu dekat akan ada Wahana Inovasi Indonesia yang berisi karya putra-putri Indonesia, seperti karya elektronik, pesawat, nuklir, dan alat kesehatan.
”Harapan besarnya, anak-anak ini semakin mengenal dan dekat dengan sains. Ke depan, Indonesia bisa melahirkan banyak ilmuwan. Dengan begitu, Indonesia memiliki produk atau teknologi inovatif yang memiliki daya saing bangsa,” lanjutnya.
AGUIDO ADRI UNTUK KOMPAS–Salah satu peserta menuangkan imajinasi dan berkreasi dengan pensil warnanya.
Nellyana Pangaribuan, orangtua Michael Cahaya Surya yang mengikuti kompetisi poster sains antariksa, mengatakan, kompetisi ini dapat memberikan kepercayaan diri dan pengalaman untuk berkompetisi kepada anaknya.
Nellyana mengatakan, lomba yang diadakan di Museum PP Iptek ini juga memberi kesempatan anaknya untuk belajar dari berbagai wahana peragaan teknologi. ”Museum menjadi tempat belajar yang menarik untuk menggali ilmu pengetahuan bagi anak-anak,” ujarnya.
Micheal, siswa SDN Cimahpar 3, Bogor, yang mendapat juara harapan 2, mengatakan senang dengan wahana peragaan teknologi di Museum PP Iptek. Salah satu yang membuatnya kagum dan penasaran adalah peragaan nitrogen cair.
Setelah melihat berbagai peragaan wahana teknologi, Micheal ingin mengetahui lebih banyak tentang sains.
Poster sains hasil kompetisi akan diikutsertakan pada kegiatan Asia Pasific Regional Space Agency Forum (APRSAF) yang tahun ini diselenggarakan di Singapura pada November. Tiga poster terbaik akan dikirim ke ajang APRSAF ke-25 untuk berkompetisi dengan karya poster dari negara lain.
Annas mengatakan, sejak 2010, poster karya anak Indonesia selalu menempati posisi juara favorit dalam ajang APRSAF Poster Contest yang diselenggarakan di sejumlah negara.
”Ini adalah bukti kita hadir dan ikut serta di kancah internasional untuk pengembangan teknologi. Kegiatan kecil ini memiliki arti besar untuk Indonesia,” ucapnya. (AGUIDO ADRI)
AGUIDO ADRI UNTUK KOMPAS–Kompetisi poster sains antariksa diikuti 148 pelajar dari 80 sekolah dasar se-Jabodetabek.
YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 1 September 2018