Dalam satu bulan terakhir, semua orang punya kisah untuk diceritakan. Keelokan panorama Pulau Bali yang dibagi oleh Krishna Mahaputra melalui akun krishmahaputra bercerita tentang Pantai Suluban yang menjadi surga para peselancar atau memburu kabut di Kintamani yang mistis.
Pengguna dengan nama bibobns juga membagikan panorama di Pulau Segajah yang terletak di Bontang, Kalimantan Timur, memadukan keindahan pasir putih dan keindahan di bawah air.
Medium yang mengajak mereka untuk berbagi adalah Steller, sebuah aplikasi untuk berkisah sesuai namanya yang menjadi gabungan dari kata story dan teller atau penutur kisah. Steller mendadak ramai digunakan oleh pengguna Indonesia pada bulan April meski aplikasi ini sudah ada sejak 2014. Dua minggu sejak marak dipakai pada bulan April, sudah ada 4.000 kisah yang dibuat oleh pengguna Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tampilan aplikasi ini menyerupai lembaran buku dengan konten berupa teks, gambar, dan video yang bisa diisi sesuka hati oleh penggunanya. Itu saja yang dibutuhkan karena terdapat pilihan tata letak yang bisa dipakai untuk sesuai dengan tema kisah yang ingin diangkat. Satu kisah atau steller akan mudah diikuti oleh pengguna lain di layar gawai, hanya beberapa halaman berisi teks, gambar, video atau kombinasi ketiganya.
Semula aplikasi ini baru tersedia untuk perangkat dengan sistem operasi iOS, tetapi versi beta untuk sistem operasi Android baru tersedia pada bulan April.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Steller merupakan aplikasi berbagi kisah yang sedang marak di Indonesia dalam sebulan terakhir, mengumpulkan sekitar 9.000 kisah dari pengguna asal Indonesia dalam waktu yang singkat. Foto diambil pada Rabu (11/5/2016).
Tidak berhenti pada kisah mengenai perjalanan atau wisata, beberapa memanfaatkan Steller untuk berbagi mengenai topik yang mereka sukai.
Wahyu Ichwandardi melalui akun pinot, misalnya, memamerkan kepiawaian animasi tangan. Salah satunya reka ulang adegan film Star Wars: The Force Awakens, paduan kuliner dari Basti Chendra, hingga penulis buku Dewi Lestari yang ikut berkisah lewat akun DeeLestari.
Melalui steller berjudul “Becoming an Idea Magnet” Dewi berbagi kiat untuk menjaga dan mengasah kreativitas saat berkarya. Begitu pula kisah saat dia membuat karya yang dilakukan secara perlahan tetapi pasti lewat steller berjudul “There Are No Giants” yang mengajak pembacanya untuk tidak takut bermimpi tanpa melupakan perencanaan matang serta disiplin kuat.
Aktris Dian Sastro termasuk satu pengguna Steller yang membagi aktivitasnya seperti peluncuran film terbarunya Ada Apa Dengan Cinta 2. Melalui steller berjudul “Gala Premiere Night” Dian berkisah mengenai persiapan mengikuti malam peluncuran film di Yogyakarta, dari meja rias hingga di karpet merah, kisah yang dituturkan dari sudut pandangnya, dan bukan orang lain.
Komunitas
Dita Wistarini Yolashasanti adalah satu nama yang bisa dibilang bertanggung jawab untuk demam Steller ini. Istri dari Wahyu Ichwandardi alias pinot ini sudah memakai Steller sejak 2014 dan menganggap bahwa inilah medium yang cukup menarik untuk diboyong ke pengguna Indonesia.
Sayangnya, saat itu aplikasi ini hanya bisa diunduh di App Store untuk kawasan Amerika Serikat. Dia bersama suaminya berhasil membujuk pengembang aplikasi Steller untuk melebarkan distribusinya ke Indonesia hingga pada awal April akhirnya bisa direalisasikan.
Satu hal yang membuat Dita tertarik dengan medium ini adalah sifatnya yang portabel dengan pengguna yang bisa mengunggah karyanya dengan segera kapan pun dan di mana pun. Satu tren mengenai menyusutnya rentang perhatian pengguna gawai dalam mengonsumsi konten, seperti video singkat hingga cuitan 140 karakter di Twitter, juga diakomodasi dalam Steller.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Keunggulan Steller adalah menghadirkan cerita dengan format layaknya buku berisi teks, gambar, dan video yang mudah dinikmati dari layar gawai.
Satu kisah bisa dituturkan dengan singkat dan menyegarkan dengan gaya membuka halaman dari kiri ke kanan sementara saat ini konten di internet dipenuhi teks yang dibaca dari atas ke bawah. “Ada istilah TLDR atau too long don’t read saat membaca blog yang bisa diminimalisir dalam Steller,” ungkap Dita.
Wahyu menambahkan bahwa Steller dibangun oleh komunitas yang positif dan terkurasi dengan baik. Dengan demikian, konten yang diunggah saat ini cukup terjaga untuk dinikmati semua orang dan membuat para pembuat merasa aman serasa dalam rumah sendiri.
Jordan Foy selaku penanggung jawab komunitas dan pemasaran Steller mengatakan, misi aplikasinya untuk menghadirkan medium bercerita dengan konten yang mendalam dan cukup mudah disebar di jaringan sosial dengan memprioritaskan pemilik perangkat bergerak. Salah satu tantangan yang dihadapi para tim penyunting adalah menyaring kisah-kisah yang dibuat untuk tidak mengandung konten yang melanggar ketentuan, seperti pornografi atau ujaran kebencian.
Pada awal bulan Mei, Steller resmi meluncurkan aplikasi untuk sistem operasi Android, dengan harapan memperbesar pasar mereka. “Fitur-fitur baru dan ekspansi ke Asia merupakan rencana kami di masa mendatang,” ujar Foy.
Hingga kini memang belum diketahui angka pasti dari pengguna Steller dari Indonesia. Akan tetapi, pencarian menggunakan tagar #StellerID atau penanda lokasi oleh pengguna dari Indonesia memunculkan angka hingga 9.200 buah. Cerita demi cerita terus bermunculan tiap menit, mulai perjalanan ke satu tempat, puisi, esai foto, resep masakan, hingga coretan sketsa di atas kertas.
Para penutur kisah, cerita seperti apa yang ingin dibagi?
DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Sumber: Kompas, 11 Mei 2016