Perguruan Tinggi Sebagai Badan Hukum Milik Negara
PENETAPAN perguruan tinggi sebagai badan hukum melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum merupakan salah satu strategi yang diambil pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pendidikan. Strategi ini semakin dipercepat ketika pemerintah mengalami berbagai krisis serta semakin terbatasnya anngaran yang tersedia dalam dua tahun terakhir.
KRISIS ini pula yang menempatkan bangsa Indonesia dalam pro¬ses transisi. Keinginannya, transisi itu da¬pat menuju sebuah perubahan sistem kenegaraan yang lebih demokratis. Transisi ini pula yang mengharuskan perguruan tingg negeri(PTN) melakukan berbagai penyesuaian diri. Tujuannya adalah agar PTN tidak tertinggal dan dapat dengan lincah menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat. Tidak heran kalau proses pembentukan PTN menjadi badan hukum dianggap sebagai pilihan ter¬baik untuk meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitas PTN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada empat PTN yang diminta mengajukan proposal sebagai badan hukum. Keempat PTN tersebut adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Salah satu aspek penilaian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas terhadap empat PTN itu adalah rancangan penerapan seleksi mahasiswa dan penetapan uang kuliah.
Mengenai butir kedua, Dirjen Dikti Depdiknas Satryo Soemantri Brojonegoro ketika bertemu dengan Komisi VI DPR beberapa waktu lalu mengakui bahwa uang kuliah di PTN sudah ¬sepantasnya dinaikkan. Semakin tinggi jenjang pendidikan maka partisipasi masyarakat seharusnya lebih besar. Meskipun demikian, perguruan tinggi tetap harus mampu merancang suatu mekanisme yang memungkinkan orang tidak mampu mendapat bantuan.
“Mereka yang secara ekonomis, mampu harus membayar lebih, sedangkan mereka yang lemah secara ekonomi harus memperoleh bantuan,” ujarnya.
Secara hukum, status empat PTN tadi berubah menjadi badan hukum sejak 26 Desember 2000, yakni dengan dikeluarkannya PP Nomor 152 Tahun 2000 tentang Penetapan UI sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN, PP Nomor 153 Tahun 2000 tentang Penetapan UGM sebagai BHMN, PP Nomor 154 Tahun 2000 tentang Penetapan IPB sebagai BHMN, dan PP Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan ITB sebagai BHMN. Alasan mengapa empat PTN yang diminta untuk mengajukan proposal BHMN dengan pertimbangan bahwa mereka dianggap memiliki potensi yang relatif lebih besar. Potensi ini juga dilihat dari be¬sarnya Investasi pemerintah ter¬hadap keempat PTN tersebut.
“Harapannya, PTN ini akan da¬pat menjadi pusat unggulan dan dapat menjadi kekuatan moral yang terpercaya,” kata Satryo.
BAGI UI, sejak PP Nomor 152 Tahun 2000 itu diterima, UI se¬gera mempercepat persiapan se¬bagai BHMN. Menurut Rektor UI Prof Dr Asman Boedisantoso Ra¬nakusuma, saat ini UI sudah mempersiapkan konsep dan me¬lakukan modalisasi internal maupun eksternal. Perangkat aturan sudah digarap, bahkan sosialisasi sudah sampai ke tingkat jurusan.
Keberanian UI mengajukan diri sebagai BHMN juga dido¬rong oleh Senat UI. Tahun 1990 Senat UI sudah mencanangkan apa yang mereka namakan “Tri¬logi Pengembangan”, yaitu keterpaduan, otonomi, dan UI se¬bagai universitas riset yang harus dapat diwujudkan dalam tahun 2009. Bagi pimpinan UI, keluarnya PP Nomor 152 Tahun 2000 itu ditangkap sebagai pe¬luang emas untuk mempercepat amanat Senat UI.
“BHMN merupakan suatu bentuk baru yang sebelumnya tidak kami ketahui sama sekali. Tentu saja ini peluang emas. Meskipun di sisi lain ada masalah, tetapi saya percaya karena tokoh tokoh kami berkualitas, sehingga tidak akan ada masalah,” ujar Asman yang ditemui di kantornya di Kampus UI Depok beberapa waktu lalu.
Berdasarkan sosialisasi yang dilakukan, ternyata ada tiga persoalan besar yang harus segera diatasi. Pertama, dengan ditetapkannya UI sebagai lembaga berbadan hukum mahasiswa selalu berpikir akan terjadi kenaikan biaya pendidikan yang merugikan mereka. Di sini muncul kekhawatiran, mahasiswa yang tidak mampu tidak akan bisa melanjutkan kuliahnya. Selain itu, masyarakat jadi takut melamar menjadi mahasiswa di UI karena tingginya biaya kuliah yang ditetapkan.
Kedua, masalah terhadap staf administrasi dan dosen. Isu yang beredar adalah akan ada tidaknya pemutusan hubungan kerja dan apa yang bisa diberikan pihak UI kepada pegawainya. Kekhawatiran ini wajar, apalagi status dosen dan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan UI akan berubah menjadi pegawai UI setelah menjadi badan hukum. Konsekuensinya, pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam peraturan yang ada di UI. Proses pengalihan dari PNS menjadi pegawai UI itu akan dilakukan secara bertahap dan dilaksanakan selama-lamanya dalam waktu sepuluh tahun. Namun, bagi pegawai universitas yang berstatus PNS dan hak atas pensiun tetap merupakan beban APBN, kecuali sebelum masa pensiun yang bersangkutan memilih sebagai pegawai universitas.
“Adapun persoalan besar ketiga menyangkut masalah yang dihadapi para pimpinan UI, yakni bagaimana bisa mencari dana untuk menyenggarakan pendidikan vang berkualitas,” kata Asman.
Asman menilai, perubahan UI menjadi BHMN merupakan perubahan yang fundamental. Menurut dia, untuk menjadikan UI sebagai universitas riset hanya dapat dicapai jika UI mandiri dan modern. Modem dalam manajemen dan sistemnya serta berstandar intemasional.
“Di dalam persiapan itu sudah dipersiapkan evaluasinya. Kita sudah melakukan strength, weakness, oportunity, thread (SWOT) analisis dan dari sana kita membuat suatu rencana yang kita sebut sebagai perencanaan untuk berubah. Setelah itu baru dibikin rencana implementasinya. Tentu saja kami pun membutuhkan anggaran rumah tangga yang disiapkan oleh UI,” jelas Asman.
Rektor UI itu berharap, de¬ngan adanya perubahan yang dilakukan itu UI dapat menjadi universitas yang acountable. Artinya, masyarakat bisa melihat bagaimana perkembangan universitas itu di masa yang akan datang sesuai dengan harapannya.
Sebagai jawaban dari tiga masalah yang muncul dari sosialisasi tadi, UI mempersiapkan empat perubahan mendasar. Pertama, perubahan program manajemen akademik untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih tinggi. Kedua, dunia penelitian di lingkungan UI akan berubah secara proaktif dan bertahap, sampai tercipta suasana penelitian yang mampu mengakomodasi seluruh civitas akademika. Ketiga, adanya peningkatan terhadap teaching learning quality yang ditunjang peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Termasuk di
dalamnya adalah peningkatan kemampuan dosen dan karya¬wannya. Keempat, yang tidak boleh dilupakan, adalah pening¬katan resource financing quality.
SECARA hukum pemerintah memang tidak diperbolehkan mengalokasikan dana APBN un¬tuk mendanai suatu badan hu¬kum. Meskipun demikian, peme¬rintah dapat melakukan perjan¬jian kerja dengan suatu badan hukum, di mana dana pemerintah dapat disalurkan melalui me¬kanisme penugasan. Misalnya, pemerintah melalui depdiknas akan menugaskan PTN untuk menghasilkan 30 orang lulusan sarjana teknik dengan jumlah dan kualifikasi tertentu. Mekanisme penugasan inilah yang akan menggantikan mekanisme Daftar Isian Kegiatan (DIK).
Saat ini, dalam kasus empat PTN berbadan hukum tersebut, pemerintah tetap mengalokasikan dana APBN dengan menempatkan keempat PTN tadi sebagai satu unit di dalam Depdiknas. Apalagi dalam Pasal 12 PP Nomor 152 Tahun 2000 disebutkan bahwa pembiayaan untuk penyelenggaraan, pengelolaan dan pengembangan universitas berasal dari pemerintah, masyarakat, pihak luar negeri serta usaha dan tabungan universitas.
Berdasarkan ketentuan ini pula UI akan mendirikan unit usaha, Ada dua kelompok unit usaha yang akan dilakukan, yaitu auxiliary enterprises dan commercial ventures. Auxiliary enterprise merupakan unit usaha yang erat kaitannya dengan fungsi perguruan tinggi dalam “Tridharma” nya, sedangkan commercial ventures merupakan unit usaha yang relatif tidak berkaitan langsung dengan “Tridharma” perguruan tinggi.
“Commercial ventures harus dikelola secara profesional. Oleh karena itu kami sudah mempersiapkan Badan Pekerja Penataan UI dan Badan Pengembangan dan Pengelolaan Wirausaha. Badan ini akan menjabarkan langkah langkah konkret untuk me¬nyelesaikan berbagai permasalahan dan menyiapkan rencana implementasi perguruan tinggi sebagai BHMN,”ujarnya.
Berbagai usaha yang dilakukan UI untuk menutupi kebutuhan dana juga berfungsi untuk memberikan kesejahteraan pada dosen dan karyawanUI. Menurut Asman, dosen diharap¬kan akan mendapat good salary dengan memberikan take home pay yang jauh lebih baik diban¬ding sekarang.
“Apalagi dalam otonomi nanti, staf pengajar akan lebih betah di UI; mengajar dan mengadakan penelitian di lem¬baga UI. Sudah seharusnya jika income nya dapat lebih besar. Kami akan menghilangkan kontradiktif yang terjadi sela¬ma ini dengan menghilangkan idiom least money do more” ujarnya. (Imam Prihadiyoko)
Sumber: Kompas, 1 September 2001