Ketika model matematika dikompetisikan dalam bentuk balapan, konsep machine learning dan artificial intelligence diyakini lebih mudah dipahami.
Kemampuan untuk memanfaatkan artificial intelligence atau kecerdasan buatan mungkin akan tampak tak terjangkau oleh pikiran yang belum terlatih. Namun, ketika pemanfaatan kecerdasan buatan diterjemahkan melalui sebuah kompetisi, diharapkan dapat lebih mudah dipahami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini yang mendasari Amazon, melalui lengan komputasi awannya, Amazon Web Services atau AWS, menggelar kompetisi bernama AWS DeepRacer League. Pada prinsipnya, kompetisi memperlombakan kemampuan seorang pemrogram amatir dalam membuat model matematika yang akan memandu sebuah ”mobil” mengitari satu lap dalam sebuah sirkuit.
Melalui perlombaan ini, para peserta akan belajar prinsip machine learning; sebuah sistem akan belajar sendiri untuk mengolah sebuah data hingga mendapat hasil yang diinginkan manusia.
Para peserta menciptakan modelnya dalam platform komputasi awan AWS. Dari situ, mobil akan bergerak dengan batasan model matematika yang diciptakan oleh peserta. Semakin lama mobil ini dilatih akan semakin baik jalannya dalam mengikuti kelak-kelok sirkuit virtual tersebut.
TANGKAPAN LAYAR TWITCH/AWS DEEPRACER WOMEN’S LEAGUE—Sirkuit virtual model matematika milik Mahanti Indah Rahajeng, mahasiswi Institut Teknologi Bandung, diuji kecepatannya dalam mengitari lap dalam kompetisi AWS DeepRacer Women’s League Indonesia 2020.
AWS DeepRacer League sudah digelar secara global pada 2018. Namun, pada tahun ini, secara khusus untuk pertama kali, AWS menggelar kompetisi untuk pelajar perempuan, dengan tajuk AWS DeepRacer Women’s League.
Kompetisi khusus ini pertama kali digelar di lima negara ASEAN. Perlombaan ini pertama kali digelar di Thailand pada Sabtu (1 Agustus), Malaysia (8 Agustus), Indonesia (15 Agustus), Filipina (22 Agustus), dan Singapura (29 Agustus).
Mengapa khusus perempuan? Regional Head of Education, Research, Healthcare, and Not-For-Profit Asia Pacific Public Sector AWS Vincent Quah mengatakan, sejauh pengamatannya, keberadaan perempuan spesialis machine learning dan AI di industri belum sebanyak laki-laki. Padahal, banyak persoalan manusia yang hanya bisa ditemukan dan diselesaikan melalui kacamata perempuan.
”Laki-laki tidak akan dapat mengetahui dan memahami masalah tertentu. Seperti pada beberapa tahun yang lalu, melalui sebuah kompetisi hackathon, saya menemukan peserta yang membuat aplikasi untuk ibu hamil. Hanya perempuan yang bisa memahami persoalan ini,” kata Quah dalam konferensi pers virtual yang digelar pada Selasa (18/8/2020) sore.
Hal ini juga diperparah dengan prediksi terbatasnya talenta Indonesia yang memiliki kemampuan teknologi informasi di tengah transformasi digital yang drastis menurut Quah. Menyitir sebuah studi dari Bank Dunia, ia mengatakan bahwa Indonesia kekurangan 9 juta pekerja dengan kualifikasi TI pada periode 2015-2030.
Sebuah studi berjudul ”Jobs of Tomorrow” dari Forum Ekonomi Dunia (WEF), kata Quah, juga menunjukkan akan ada peningkatan 16 persen kebutuhan pekerja peneliti data dan AI pascapandemi. ”Kami berkeinginan untuk turut melengkapi generasi muda dengan keterampilan yang saat ini sedang sangat dibutuhkan,” kata Quah.
Pandangan yang sama juga disampaikan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Aris Junaidi.
Menurut dia, di tengah revolusi industri keempat, mahasiswa Indonesia dituntut selalu membekali diri dengan berbagai informasi dan penguasaan teknologi.
”Semoga kompetisi ini dapat menjadi pengalaman berharga sebagai contoh persaingan teknologi digital yang akan dihadapi di masa mendatang,” kata Aris saat memberikan sambutan digelarnya AWS DeepRacer Women’s League di Indonesia pada Sabtu (15/8/2020).
Dari Indonesia, AWS DeepRacer Women’s League mempertemukan Mahanti Indah Rahajeng, mahasiswi Institut Teknologi Bandung, dengan Nathania Saphira dari Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.
Dengan model matematika yang sudah dibuatnya, Nathania berhasil unggul dengan catatan waktu 11,416 detik, sekitar 4 detik lebih cepat dari catatan waktu Mahanti (15,751 detik). Artinya, Nathania akan melaju berhadapan dengan para pemenang dari empat negara lainnya. Pertemuan para juara tingkat negara ini, kata Quah, akan digelar pada Oktober kelak.
”Saya melatih mobil dengan model matematika saya berulang kali, sampai tak terhitung. Secara total delapan jam, saya melatihnya,” kata Nathania seusai perlombaan.
Oleh SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Editor: KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 18 Agustus 2020