Jalan untuk menemukan vaksin Covid-19 buatan dalam negeri mulai terbuka. Penelitian mengenai vaksin itu ditargetkan rampung awal tahun 2021.
Pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi para peneliti di Indonesia, khususnya di bidang kesehatan dan obat-obatan, berinovasi guna membantu mengatasi masalah ini. Jalan untuk menemukan vaksin Covid-19 melalui riset mulai terbuka dan kini menjadi harapan masyarakat.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kementerian Riset dan Teknologi, berada di garis depan untuk riset vaksin ini. ”Kita start (mulai)-nya terlambat, baru Maret 2020 mendapat mandat. Namun, kami telah bekerja keras untuk itu dan jika tidak ada halangan, vaksin untuk Covid-19 buatan Indonesia ini bisa selesai awal tahun depan,” kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, Minggu (28/6/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Amin, para peneliti Eijkman telah menyelesaikan pembangunan fondasi pembuatan vaksin ini. ”Kami berhasil mengembangkan protein rekombinan dari virus ini. Ada dua target, yaitu protein S dan N. Ini memang baru 10-20 persen dari total penyelesaian vaksin, tetapi menentukan ke depan. Berikutnya akan lebih lancar,” ungkapnya.
Berikutnya, uji pada hewan diharapkan bisa dilakukan dua atau tiga bulan mendatang. Proses ini butuh waktu 3-4 bulan lagi. ”Jadi, paling cepat awal tahun depan vaksin baru bisa diserahkan ke industri untuk uji klinis. Itu jika tidak ada halangan, masih bisa sesuai target Maret 2021 selesai risetnya,” ujarnya.
Untuk riset pengembangan vaksin ini, Eijkman mendapatkan alokasi anggaran sekitar Rp 5,2 miliar melalui Kementerian Ristek. ”Sejauh ini komitmennya sebesar itu. Kami harapkan bisa cukup,” kata Amin.
Meski saat ini ada sejumlah calon vaksin di luar negeri yang memasuki tahap uji coba pada manusia, vaksin Covid-19 yang tengah dikembangkan di Indonesia masih akan dibutuhkan.
”Jikapun ada pihak di luar negeri yang telah berhasil mengembangkan vaksin, itu tetap harus diuji di Indonesia. Saat ini sudah banyak perusahaan asing yang ingin menguji coba vaksinnya di Indonesia karena populasi kita yang besar dan etnis beragam,” ujarnya.
Selain itu, kebutuhan vaksin secara global akan sangat besar karena minimal 70 persen populasi harus divaksin untuk bisa mengatasi Covid-19. ”Semua negara akan berebut. Karena itu, kita wajib punya vaksin dalam negeri agar tidak tergantung dari luar,” ujarnya.
Vaksin Covid-19 ini akan menjadi produk pertama yang dibuat Lembaga Eijkman dari nol. ”Sebelumnya kami sudah melakukan riset dan pengembangan vaksin, seperti untuk dengue. Namun, vaksin Covid-19 ini akan menjadi yang pertama dibuat dari virus yang ada di Indonesia, untuk masyarakat kita,” kata Amin.
Vaksin berbasis virus yang ada di Indonesia ini juga sangat penting karena adanya tren mutasi SARS-CoV-2, virus pemicu Covid-19. ”Yang kita ketahui sampai saat ini, dari sequencing (pengurutan) virus di Indonesia ada mutasi. Kalau ada yang bilang tidak ada mutasi, itu keliru, walaupun mutasinya sejauh ini menyebabkan perubahan signifikan,” ucapnya.
Sebelumnya, Lembaga Eijkman berhasil mengurutkan genom total SARS-CoV-2. Dengan data genom ini, riset terkait vaksin bisa dilakukan. Wakil Ketua Lembaga Biologi Eijkman Herawati Supolo Sudoyo mengatakan, ”Sampai minggu ini sudah 10 genom sampel virus ini yang berhasil kami urutkan. Minggu depan ada 10 lagi urutan genom yang akan didaftarkan.”
Keamanan publik
Sementara itu, dalam diskusi yang diadakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Minggu siang, para pembicara mengingatkan berbagai langkah yang dilakukan, termasuk inovasi, untuk membantu mengatasi Covid-19 harus tetap dilakukan sesuai prosedur ilmiah, termasuk uji klinis, sehingga tidak membahayakan keselamatan publik.
”Sekalipun saat ini keadaan darurat, semua tetap wajib memperhatikan keselamatan publik, termasuk penggunaan suplemen dan herbal. Kalau Menteri Kesehatan mempromosikan ada jamu tertentu untuk mengatasi Covid-19, tanpa bukti, harusnya ditegur. BPOM harus berani,” kata pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, yang menjadi salah satu pembicara.
Salah satu contoh masalah yang diajukan Pandu ialah klaim obat untuk Covid-19 oleh Universitas Airlangga, padahal uji klinis belum dilakukan. ”Meski obat-obatan ini didukung BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan BIN (Badan Intelijen Negara), prosedurnya harus benar,” ujarnya.
Direktur Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rizka Andalucia mengatakan, konsumen memiliki hak menggunakan obat dengan aman dan nyaman. Oleh karena itu, setiap obat yang beredar, termasuk herbal, harus diuji khasiat dan keamanannya.
”Walaupun aman dan biasa dipakai, kalau tidak berkhasiat juga dianggap merugikan. Untuk Covid-19, sampai saat ini belum ada satu obat yang bisa dianggap bisa menyembuhkan. Semuanya masih uji coba,” ujarnya.
”Khusus untuk Covid-19 sudah ada upaya percepatan, tetapi kaidah dasar seperti uji klinis tetap wajib dilakukan. Mengacu pada World Medical Association, sekalipun kondisi darurat, pemberian obat tetap harus untuk melindungi masyarakat,” ungkapnya.
Tenaga Ahli Gugus Tugas BNPB Muh Nasser meminta agar lembaganya tidak dikaitkan dengan klaim obat-obatan Covid-19 yang dibuat Unair tersebut. ”Ini tidak boleh dibiarkan tanpa klarifikasi, tetapi itu porsi BPOM,” ujarnya.
Dia mengakui, di tengah kondisi krisis saat ini ada banyak pihak yang mengambil celah spekulatif. ”Kami menghormati inovasi dan kreativitas anak bangsa, tetapi hal itu harus tetap sesuai undang-undang dan dilakukan dengan hati-hati,” kata Nasser.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 29 Juni 2020