Bantulah tenaga medis yang sudah kewalahan dengan tidak menjadi pasien baru. Tetaplah di rumah, jaga jarak sosial, dan jaga kesehatan. Hanya dengan ini, kita mencegah langkah terburuk, yakni penutupan total kawasan.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Para pekerja berjalan menuju stasiun commuterline di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, saat jam pulang kerja, Rabu (18/3/2020). Imbauan pemerintah agar karyawan perkantoran bekerja di rumah untuk mencegah penularan Covid-19 belum diterapkan sejumlah perusahaan di Jakarta. Hal itu terlihat di kawasan Jalan Jenderal Sudirman dengan banyaknya karyawan yang beraktivitas normal, terutama mereka yang bekerja ke kantor menggunakan transportasi umum.
Virus korona baru pemicu Covid-19 sudah beredar di sekitar kita dan bisa menginfeksi siapa saja yang berada dalam jangkauannya. Tanpa upaya bersama yang masif, wabah akan membesar hingga sulit dikendalikan lagi. Setiap orang juga bisa berperan memutus sirkulasi virus ini dengan menjaga diri, keluarga, dan orang lain agar tidak tertular.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagaimana virus lainnya, SARS-CoV-2 yang memicu Covid-19 ini hanya memiliki satu tujuan, yaitu terus menggandakan diri dengan menginfeksi sebanyak mungkin orang. Berbeda dengan sepupunya yang memicu sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan MERS, virus korona baru ini bisa menyebar jauh lebih mudah.
Akibatnya, sekalipun tidak semematikan SARS dan MERS, Covid-19 menimbulkan dampak lebih besar. Selain orang yang terinfeksi jauh lebih banyak, total kematiannya juga pulihan kali lipat.
Hingga Rabu (18/3/2020), Covid-19 sudah menginfeksi 203.543 orang di 167 negara dengan jumlah korban meninggal 8.160 orang, sedangkan yang sembuh 82.783 orang. Dengan angka ini, tingkat kematian sementara mencapai 4 persen.
Di Indonesia, sejak kasus pertama dilaporkan pada 2 Maret lalu, jumlah kasus sudah mencapai 227 kasus, korban meninggal 19 orang, dan 11 orang sembuh. Ini berarti tingkat kematian mencapai 8,37 persen sehingga menjadi tertinggi di dunia.
Angka ini bisa berubah, bergantung pada jumlah pemeriksaan yang dilakukan dan perawatan dini pasien. Angka kematian rata-rata kemungkinan turun jika dilakukan penapisan secara masif, tetapi ini berarti jumlah kasus infeksi di Indonesia sebenarnya jauh lebih tinggi dari data saat ini. Misalnya, jika mengikuti tingkat kematian rata-rata 4 persen, di Indonesia saat ini minimal ada 475 kasus infeksi.
Namun, data sementara menunjukkan, peningkatan kasus korona dan kematian di Indonesia tergolong amat tinggi dengan tren menyerupai wabah di Italia dan Iran di fase awal. Jika tidak dikendalikan, Covid-19 bisa melumpuhkan kita, seperti terjadi di Italia saat ini yang pada akhir bulan lalu baru memiliki 20 kasus, kini sudah 31.506 kasus dan kematian 2.503 atau tingkat kematian sementara 7,9 persen.
Tak hanya di Indonesia, kekhawatiran sebenarnya juga menyebar di berbagai belahan dunia. Seperti diberitakan The Sydney Morning Herald, Australia telah menghitung, jumlah infeksi akan sebesar 20-60 persen dari total populasi. ”Ini adalah penyakit menular. Angka kematiannya sekitar 1 persen. Kamu bisa menghitungnya,” kata Wakil Kepala Petugas Medis di Canberra, Paul Kelly.
Di bawah skenario terbaik dari tingkat infeksi 20 persen, sekitar 50.000 orang dari 5 juta yang terinfeksi Covid-19 akan meninggal. Skenario sedang 10 juta infeksi, 40 persen dari populasi berarti ada 100.000 yang meninggal.
Bahkan, Perdana Menteri Jerman Angela Merkel, kepada Reuters, Kamis (12/3/2020), menyebutkan, sebesar 60-70 persen penduduk Jerman bisa terinfeksi Covid-19. Saat ini, Jerman telah mencatat 9.919 kasus dengan 26 orang meninggal.
AFP/GREG BAKER–Para pekerja yang mengenakan alat pelindung diri sebagai tindakan pencegahan terhadap Covid-19 menghibur diri setelah mengantarkan para pelancong ke dalam bus di luar Pusat Pameran Internasional China Baru, dekat bandara ibu kota Beijing di Beijing pada 17 Maret 2020. China sudah melewati puncak krisis yang ditimbulkan virus korona baru.
Lacak dan isolasi
Melihat angka-angka ini, kita patut cemas, tetapi kepanikan akan memperparah situasi. Dengan memperhitungkan risiko terburuk, kita bisa memitigasi risikonya, bahkan mulai mempersiapkan skenario adaptasinya. Jadi, menutupi risiko justru akan membuat kita terlena, seperti dilakukan Pemerintah Indonesia selama Januari-February.
Seperti diingatkan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, ”Kita tidak akan bisa memadamkan api dengan mata tertutup. Tes, tes, tes. Tes setiap kasus yang dicurigai.”
Penapisan ini berperan penting untuk memisahkan orang terinfeksi dan sehat guna menghentikan penyebaran penyakit. Semakin cepat tentu semakin baik. Sebaliknya, keterlambatan penapisan akan membuat virus ini menyebar tanpa kendali.
Ya, waktu menjadi sangat penting ketika kita berhadapan dengan virus yang sangat mudah menular ini. Panduan resmi tentang cara mendiagnosis dan merawat pasien Covid-19 yang dikeluarkan Komisi Nasional Kesehatan China (CNHC) pada 3 Maret telah memberikan petunjuk penting.
Bertahan di udara
Disebutkan, Covid-19 dapat menyebar dalam butiran kecil yang dilepaskan dari hidung dan mulut orang yang terinfeksi saat batuk atau bersin. Umumnya, sekali batuk, orang bisa menyemprotkan hingga 3.000 tetesan. Partikel-partikel ini bisa mendarat pada orang lain, pakaian, dan permukaan di sekitar mereka, tapi beberapa partikel lebih kecil dapat tetap berada di udara.
Ada juga beberapa bukti bahwa virus ini juga terdapat dalam feses dan urine sehingga siapa pun yang tidak mencuci tangan secara menyeluruh setelah mengunjungi toilet dapat tertular.
Perlu dicatat, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, menyentuh permukaan dengan virus kemudian menyentuh wajah sendiri ”bukan sebagai cara utama penyebaran virus”. Meski demikian, CDC dan WHO dan otoritas kesehatan lainnya telah menekankan, mencuci tangan dan mendisinfeksi permukaan yang sering disentuh tiap hari adalah kunci mencegah penyebaran Covid-19.
Neeltje van Doremalen, ahli virus di US National Institutes of Health (NIH), dan tim telah melakukan beberapa tes pertama berapa lama SARS-CoV-2 dapat bertahan di permukaan berbeda. Studi yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine ini menunjukkan, virus itu dapat bertahan dalam tetesan hingga tiga jam setelah seseorang batuk. Tetesan halus berukuran 1-5 mikrometer, sekitar 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia, dapat tetap mengudara selama beberapa jam.
Studi ini juga menemukan, virus SARS-CoV-2 bertahan lebih lama di atas kardus, yakni hingga 24 jam dan hingga 2-3 hari di permukaan plastik dan stainless steel. Temuan menunjukkan virus bisa bertahan lama di gagang pintu, dilapisi plastik atau permukaan keras lain. Namun, para peneliti menemukan permukaan tembaga membunuh virus dalam empat jam.
KOMPAS/PRIYOMBODO–Petugas Palang Merah Indonesia Provinsi DKI Jakarta bersiap untuk menyemprotkan disinfektan di lingkungan SMP Negeri 216, Jakarta Pusat, Senin (16/3/2020). Penyemprotan itu untuk mengantisipasi penyebaran virus korona baru di lingkungan sekolah. Sementara itu, sekolah-sekolah di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya diliburkan selama 14 hari karena pandemi Covid-19.
Namun, ada pilihan lebih cepat, virus ini dapat dinonaktifkan dalam satu menit dengan mendisinfeksi permukaan dengan alkohol 62-71 persen, atau pemutih hidrogen peroksida 0,5 persen atau pemutih rumah tangga yang mengandung 0,1 persen natrium hipoklorit.
Dengan mengetahui karakter virus dan penularannya, kita bisa mengurangi risiko dengan mengarantina diri dalam rumah untuk meminimalkan kontak dengan orang lain. Jika terpaksa beraktivitas di luar rumah, penting menjaga jarak (social distancing), selain memakai pengamanan, seperti sarung tangan atau masker.
Disiplin mengisolasi diri, setidaknya dalam kurun 14 hari masa inkubasi virus ini menjadi kunci penting untuk memutus siklus penularan. Jika kita menghindari kerumunan dan kontak sosial, virus akan terisolasi. Sementara mereka yang telanjur terinfeksi harus segera ditangani karena menurut laporan CNHC, pasien Covid-19 butuh perawatan intensif untuk membangun antibodi.
Jika kita gagal mengisolasi virus dengan penapisan besar-besaran dan kemudian menjaga jarak sosial ini, mau tak mau kita harus bersiap melakukan lockdown, yang pastinya akan sangat besar ongkos sosial ekonominya.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 19 Maret 2020