Qaid Anwaruddin (20) berlutut tegang. Matanya fokus mengawasi gerakan sepasang robot berbaju merah berbalut emas, persis pakaian adat Palembang. Sepasang robot tersebut menari mengikuti irama lagu daerah Sumatera Selatan berjudul Gending Sriwijaya. Gerakan mereka pun nyaris sama persis dengan gerakan tarian Gending Sriwijaya.
Qaid adalah Ketua Tim Alfan asal Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang terlibat dalam Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI) pada Kontes Robot Indonesia (KRI) Regional III. Dia ialah mahasiswa Program Studi Elektronika dan Instrumentasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam angkatan 2014.
Sabtu (13/5), di Grha Sabha Pramana UGM, Qaid bersama delapan rekan sesama mahasiswa, yang terdiri atas angkatan 2014 dan 2015, di Tim Alfan, memenangi KRSTI 2017 setelah mendapat nilai tertinggi di antara 13 kontestan lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami tak menyangka sekaligus bersyukur karena sepanjang penampilan Robot Alfan menari nyaris tanpa kesalahan. Kerja keras tim sejak akhir tahun lalu terbayarkan,” tuturnya.
Tim Alfan Universitas Gadjah Mada melakukan berbagai perubahan dari segi estetika robot ataupun teknis. Dalam ajang sama tahun lalu, Robot Alfan menyabet medali emas. Saat itu, Robot Alfan menampilkan gerakan tari Topeng Betawi.
Dari bentuk fisik, tahun ini tim berinovasi pada dua Robot Alfan dengan menambahkan jari di tangan robot agar bentuk lebih sempurna. Setiap hari dalam sebulan terakhir, penyempurnaan jaringan listrik dan program dilakukan agar robot tak mengalami disorientasi saat tampil.
KOMPAS/DIMAS WARADITYA NUGRAHA–Salah satu penampilan dalam Kontes Robot Indonesia Regional III, untuk kategori Kontes Robot Seni Tari Indonesia, di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sabtu (13/5). Semakin maraknya kontes dan festival robot dalam beberapa tahun terakhir menjadi gambaran akan cerahnya masa depan dunia robotika di Indonesia.
“Setiap Jumat, monitoring dan evaluasi diadakan dosen pembimbing. Dari sana, setiap minggu kami bisa menambal kekurangan-kekurangan yang tersisa,” kata Qaid.
Persiapan matang
Ketua Tim EWS Barracuda dari Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, salah satu kontestan Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI), Dede Surrachman (21), menuturkan, timnya melakukan persiapan sejak akhir Februari. Persiapan difokuskan pada pemrograman agar robotnya tidak mengalami disorientasi dalam membaca situasi pertandingan.
“Kami juga melihat video pertandingan dalam ajang sama tahun lalu. Kami mempelajari pergerakan lawan dan menyiapkan pemrograman yang mampu membalas strategi lawan,” ucap Dede.
KRI Regional III diikuti 73 tim dari 30 perguruan tinggi negeri dan swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan beberapa perguruan tinggi asal Kalimantan. Ajang itu juga menampilkan tiga kategori lain, yakni Kontes Robot Asia Pacific Broadcasting Union Indonesia (KRAI), Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI), dan KRSBI.
Sebanyak 17 tim terlibat dalam KRAI, 26 tim beradu dalam KRPAI. Adapun sebanyak 17 tim bersaing untuk menjadi yang terbaik dalam KRSBI.
Industrialisasi robot
Dosen pembimbing Tim Robot Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rama Okta Wiyagi, menilai, antusiasme masyarakat terhadap robot makin tinggi. Itu terbukti dari kian banyak lomba robot antar-institusi pendidikan yang menampilkan robot dengan beragam kemampuan.
“Dengan banyak kontes robot seperti ini menunjukkan pemerintah cukup menghargai dan mulai berusaha membuat robot menjadi budaya dalam pendidikan,” ujarnya.
Kepala Sub-Direktorat Penalaran dan Kreativitas Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Widyo Winarso menilai, kemampuan generasi muda Indonesia dalam membuat robot sudah dapat diaplikasikan. Meski demikian, sebagian besar pengaplikasian masih berada dalam ranah penelitian dan belum mengarah pada industrialisasi robot.
Jika para mahasiswa mendapat arahan yang tepat, ia optimis penelitian robot mereka dapat diarahkan pada otomatisasi industri. “Perkembangan robotika di Indonesia menunjukkan masa depan yang menjanjikan jika melihat kemampuan para peneliti dan akademisi,” kata Widyo.
Pemanfaatan robot yang makin banyak pada bidang kehidupan masyarakat memungkinkan robot banyak digunakan di masa mendatang. Kemajuan dunia robotika di Indonesia kini bergantung pada peran dan koordinasi antara pemerintah dan industri untuk mau memanfaatkan hasil karya anak bangsa.–DIMAS WARADITYA NUGRAHA
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Mei 2017, di halaman 18 dengan judul “Masa Depan Robotika Indonesia”.