Catatan Iptek
Pekan ini, saluran televisi National Geographic menayangkan seri baru, Mars. Bercerita tentang upaya manusia menginjakkan kaki ke Planet Mars tahun 2033, film seri ini menampilkan 20 ahli yang membahas berbagai kemungkinan, dari kendala sampai harapan, terkait cita-cita mengolonisasi planet yang berjarak 54,6 juta kilometer dari Bumi.
Tokoh-tokoh yang diwawancarai termasuk para ilmuwan Lembaga Antariksa dan Aeronautika Amerika Serikat (NASA), Komandan Apollo 13, James Lovell, yang kini berusia 88 tahun, Pemimpin Teknik dan Organisasi SpaceX, Elon Musk, juga pengarang novel laris The Martian, Andy Weir. Narasi wawancara dibuat berselang-seling dengan upaya mewujudkan mimpi manusia ke Mars menjadi sasaran nyata.
Hasilnya adalah suatu fiksi ilmiah yang membumi. Sulit menahan antusiasme yang membuncah saat menyaksikan Mars, bahwa manusia tak lama lagi akan tiba di sana. Padahal, dengan jarak 54,6 juta kilometer—itu pun saat orbit Mars dan orbit Bumi pada posisi terdekat—perlu waktu minimal sembilan bulan untuk mencapai Mars. Jarak terjauh yang berhasil ditempuh manusia di antariksa adalah 400.171 kilometer, pada 15 April 1970, saat antariksawan Apollo 13 mencoba mendarat di Bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalaupun sudah mendarat di Mars, pesawat nantinya tak bisa setiap saat pulang karena harus menunggu titik orbit terdekat kedua planet. Dari Bumi, titik terdekat Bumi-Mars berlangsung setiap 26 bulan. Dalam beberapa misi yang sudah berlangsung ke Mars, peluncurannya selalu memanfaatkan titik terdekat ini. Sebutlah Mars Odyssey yang diluncurkan tahun 2001, Mars Exploration Rovers (2003), Mars Reconnaissance Orbiter (2005), dan Mars Phoenix Lander (2007).
Maka kalau dalam rancangan awal para astronot harus menempuh perjalanan 2 x 9 bulan pergi pulang ditambah kurang lebih waktu 18 bulan untuk mengeksplorasi Mars—sambil menunggu titik terdekat—minimal mereka baru kembali ke Bumi tiga tahun kemudian. Bayangkan bagaimana repotnya.
NASA menguraikan bagaimana persediaan makanan, air, dan obat-obatan yang diperlukan. Belum lagi instrumen ilmiah yang harus mereka bawa, apalagi bahan bakar. Kalau dihitung-hitung, perlu 1,4 juta kilogram (kg) barang untuk diangkut. Kalau sekali angkut satu pesawat ulang alik mampu membawa 22,7 ribu kg barang, setidaknya dibutuhkan 60 pesawat ulang alik untuk mengangkut semua kebutuhan itu.
Planet Mars memenuhi hasrat keingintahuan manusia, karena jaraknya relatif dekat dengan Bumi dan suhu yang lebih memungkinkan. Suhu rata-rata Mars minus 63 derajat celsius, bandingkan dengan Venus yang 470 derajat celsius, meski dari sisi jarak lebih dekat ke Bumi. Pesawat antariksa pun akan meleleh, tak tahan panas Venus.
Mars juga disebut Planet Merah. Warna kemerahan berasal dari kandungan besi dalam tanahnya. Planet yang besarnya hanya seperenam ukuran Bumi itu juga penuh dengan gunung api, kawah, lembah, dan ngarai. Seperti Bumi, Mars juga punya angin dan awan. Tak jarang angin bertiup kencang, mengubah debu-debu merah itu menjadi badai.
Namun, karena gravitasi di Mars hanya sepertiga dari gravitasi Bumi, batu di Mars akan jatuh lebih lambat daripada di Bumi. Apa pun di Mars, beratnya akan berkurang tinggal sepertiganya dibandingkan di Bumi.
Dari sejak 1965, NASA telah mengeksplorasi Mars dengan mengirim pesawat antariksa Mariner 4. Namun, baru tahun 1976 pesawat antariksa Viking 1 dan Viking 2 untuk pertama kali mendarat di Mars. Kedua Viking itu memotret dan mengeksplorasi seluruh permukaan planet.
Robot penjelajah Spirit and Opportunity yang mendarat di Mars 2004 menemukan jejak air yang pernah mengalir di Mars. Temuan ini membangkitkan optimisme baru, karena makhluk hidup membutuhkan air untuk bertahan hidup. Kalau pernah ada air, bisa jadi di planet ini pernah ada dan bisa jadi masih berlangsung suatu kehidupan.
Kini, dengan perlengkapan lebih canggih, berbagai perangkat penjelajah mengeksplorasi seluruh potensi di Mars: lembah, kawah, mineral, dan mencari sumber air. Data-data inilah yang akan digunakan untuk persiapan mengirim pesawat berawak manusia, kelak.
Dalam hal ini, Mars, membuktikan usaha manusia yang tanpa batas. Mars, menjadi tontonan yang mencerdaskan.–AGNES ARISTIARINI
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 November 2016, di halaman 14 dengan judul “Mars”.