Malaysia Incar Dosen Ilmu Dasar

- Editor

Senin, 30 Agustus 2010

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Malaysia mengincar para dosen dan peneliti Indonesia yang menguasai ilmu-ilmu dasar dan rekayasa untuk bekerja di Malaysia. Meskipun banyak yang menerima, tetapi tak sedikit pula dosen dan peneliti Indonesia yang menolak tawaran tersebut.

Ketua Program Studi Aeronautika dan Astronautika, Institut Teknologi Bandung (ITB), Leonardo Gunawan saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (28/8), mengatakan bahwa setiap ada tamu dari berbagai perguruan tinggi di Malaysia, mereka selalu menawarkan kepada dosen-dosen di program studinya untuk mengajar dan meneliti di Malaysia.

Tawaran kepada dosen-dosen Aeronautika dan Astronautika yang dulu dikenal dengan nama Teknik Penerbangan itu ka- rena Malaysia ingin mengembangkan industri penerbangan. Malaysia sudah banyak menginvestasikan peralatan-peralatan yang canggih. Namun, peralatan tersebut belum dapat dioperasikan karena tenaga mereka sekitar tahun 2000-an masih belajar di luar negeri sehingga mengundang dosen dan peneliti dari berbagai negara, termasuk Indonesia.

Model tawaran lainnya adalah dengan mengundang dosen atau peneliti dalam pertemuan-pertemuan ilmiah internasional yang sering diadakan di Malaysia. Menurut Kepala Observatorium Bosscha yang juga dosen Program Studi Astronomi ITB, Hakim L Malasan, saat mendatangi forum-forum ilmiah itulah para dosen dan peneliti ditawari untuk mengajar sembari meneliti di Malaysia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Walau banyak mengundang dosen dari Inggris yang menyesuaikan dengan sistem pendidikan mereka atau dari Amerika Serikat, Malaysia lebih suka mencari orang serumpun untuk mengembangkan komunitas inti penelitian mereka.

”Kedekatan budaya menjadi alasan utama,” kata Hakim yang terakhir ditawari untuk bekerja di Malaysia pada tahun 2007, saat negara itu ingin membangun Observatorium Nasional.

Kerja sama riset

Metode lain yang digunakan adalah dengan menawarkan kerja sama riset. Kepala Pusat Diseminasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Syahril mengatakan, Malaysia sangat aktif dalam menawarkan kerja sama riset dalam multidisiplin ilmu. Para peneliti Batan juga banyak yang menjadi pembimbing mahasiswa atau dosen Malaysia yang ingin memperdalam tentang seputar nuklir.

”Malaysia memang menyiapkan basis kapasitas iptek dosen dan mahasiswanya cukup tinggi. Indonesia memang lebih dulu membangun infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia iptek, tetapi kini terbatas dananya,” katanya.

Karena itulah, dosen-dosen ilmu-ilmu dasar dan rekayasa banyak diminati, seperti Matematika, Fisika, Kimia, Teknik Nuklir, Aeronautika dan Astronautika, Teknik Mesin, Teknik Material, dan sebagainya.

Dengan ilmu-ilmu itu, Syahril yakin Malaysia memiliki rencana yang jelas untuk mengembangkan industri strategis mereka. Malaysia saat ini sudah berencana mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada tahun 2021. Mereka banyak belajar dari ahli-ahli nuklir Indonesia walaupun tidak pernah menyebutkan secara pasti bahwa tujuan mereka belajar ke Batan untuk mendirikan PLTN.

Menurut Leonardo yang menolak tawaran bekerja ke Malaysia, gaji dan fasilitas yang diberikan Malaysia memang lebih baik dibandingkan dengan di Indonesia. Namun, dalam apresiasi keilmuan, para peneliti dan dosen Indonesia harus menginduk pada dosen Malaysia. Kondisi tersebut membuat peneliti Indonesia hanya bisa menjadi ”orang nomor dua” atau peneliti pendamping.

”Kalau di Indonesia, peneliti bisa bebas walau harus berebut dana penelitian yang peluangnya terbatas. Menjadi dosen dan peneliti di Indonesia dituntut memiliki kemampuan survival tinggi,” katanya.

Kini, peluang untuk bekerja dan meneliti di Indonesia juga sudah terbuka. Lulusan Aeronautika tidak semata-mata bekerja di PT Dirgantara Indonesia, tetapi banyak juga yang bekerja di berbagai maskapai penerbangan.

Walaupun dengan gaji dan fasilitas memadai, tetapi Hakim yang pernah bekerja meneliti di Jepang menilai bahwa apa yang diberikan Malaysia tidak terlalu istimewa. Negara-negara lain, seperti Jepang, juga memberikan gaji dan fasilitas yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan Malaysia. (MZW)

Sumber: Kompas, Senin, 30 Agustus 2010 | 03:36 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB