Pemilahan menjadi penentu agar sampah yang masih memiliki nilai tinggi bisa dimanfaatkan industri daur ulang yang selama ini mendapatkan bahan bakunya dari impor.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Seorang pengunjung kegiatan pencanangan Gerakan Pilah Sampah dari Rumah, Minggu (15/9/2019) di Jakarta, mempelajari tempat sampah yang telah disediakan secara terpilah dalam kegiatan tersebut. Pemilahan akan menggerakkan sirkular ekonomi dan mengurangi/meniadakan impor bahan baku daur ulang industri karena bahan baku tersebut telah tercukupi dari dalam negeri.
Masuknya sampah impor yang mencemari sejumlah daerah di Indonesia membuka mata untuk mendorog pemilahan sampah sejak dari hulu atau rumah tangga. Pemilahan menjadi penentu agar sampah yang masih memiliki nilai tinggi bisa dimanfaatkan industri daur ulang yang selama ini mendapatkan bahan bakunya dari impor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengestimasi valuasi daur ulang sampah bisa mencapai lebih dari Rp 16 triliun setahun. Perhitungan ini didasarkan pada harga impor bahan baku kertas pada industri daur ulang yang mencapai Rp 2,5 juta per ton. Selama setahun, industri mengimpor 6-7 juta ton “sampah” kertas untuk didaur ulang. Sampah jenis plastik diimpor 100.000-200.000 ton setiap tahun.
“Pemilahan sampah dari rumah itu mempermudah sampah untuk didaur ulang. Kami mendorong sampah untuk circular economy,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, KLHK, Minggu (15/9/2019) dalam pencanangan Gerakan Pilah Sampah dari Rumah di Area Parkir Selatan Kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta.
Pemilahan sampah dari rumah itu mempermudah sampah untuk didaur ulang. Kami mendorong sampah untuk circular economy.
Jumlah timbulan sampah di Indonesia tiap tahun mencapai 65,8 juta ton. Sejumlah 44 persen dari jumlah timbulan tersebut berupa sisa makanan dan 13 persen berupa ranting/daun atau sampah organik yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk maupun pembuatan biogas.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Rosa Vivien RatnawatiDirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananDifoto pada 15 September 2019 di Jakarta
Selebihnya dari 57 persen tersebut merupakan sampah anorganik yang terdiri dari sampah plastik (15 persen), kertas (11 persen), kain/tekstil (3 persen), logam (2 persen), karet/kuit (2 persen), dan lain-lain (8 persen). Vivien menyebutkan dari sejumlah sampah plastik, kertas, logam, dan karet ini masih bisa didaur ulang atau memiliki nilai untuk dijual.
Dari total timbulan sampah plastik, yang didaur ulang diperkirakan baru 10-15 persen, 60-70 persen ditimbun di tempat pemrosesan akhir (TPA), dan 15-30 persen belum terkelola dan mengotori lingkungan sungai, danau, pantai, dan laut. Sampah-sampah yang masih bernilai tersebut seringkali kotor karena tercampur sampah organik akibat pengumpulannya tidak terpilah.
Tantangan lain dalam pemilahan ialah kesiapan infrastruktur/sarana-prasarana dan kapastis pemerintah daerah yang masih “kumpul-angkut-buang”. Hal itu berdampak pada TPAyang penuh sebelum waktunya dan pemborosan sumberdaya alam. Sebab, jenis sampah yang masih berharga terbuang percuma di TPA tanpa bisa dimanfaatkan.
Vivien mengatakan pihaknya sedang menyiapkan surat edaran Menteri LHK kepada para kepala daerah untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas pengelolaan sampahnya pada pemilahan. Sambil hal tersebut berjalan, ia pun mengimbau agar masyarakat juga bergerak memulai pemilahan dan menyalurkan pada 8.000-an bank sampah maupun pelapak-pelapak.
Hubungan bisnis
Ia pun mendorong agar bank sampah maupun industri daur ulang membangun hubungan bisnis agar sirkular ekonomi berjalan dengan baik. Ini pun akan berdampak positif pada warga yang memilah bakal merasakan manfaat ekonomi atau tambahan pendapatan dari hasil pemilahannya.
Di sisi lain, ia menekankan pemilahan sampah ini bukan berarti pihaknya melupakan pengurangan sampah seperti gerakan membawa kantong belanja sendiri dan tak menggunakan styrofoam dan sedotan/alat makan plastik. Kedua gerakan ini, sama-sama diperkuat dan didorong karena pemerintah menargetkan peningkatan pengelolaan sampah hingga 70 persen dan pengurangan sampah 30 persen.
Direktur Pengelolaan Sampah Novrizal Tahar menambahkan, gerakan pemilahan sampah ini merupakan bagian dari pelaksanaan perundangan maupun pelaksanaan instruksi Presiden dalam rapat terbatas terkait “sampah” impor beberapa waktu lalu. “Instruksi presiden sangat tegas agar kita memaksimalkan sumber bahan baku daur ulang dari dalam negeri,” katanya.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar.
Ia pun menyebutkan Surat Edaran Menteri LHK terkait pemilahan sampah kepada kepala daerah bakal selesai dalam bulan ini. Agar surat edaran yang sekadar bersifat imbauan itu dijalankan, KLHK juga menggunakan instrumen penilaian Adipura untuk mendorong daerah serius menjalankannya.
“Revitaliasi Adipura yang sedang kami lakukan ini kini tidak hanya melihat ambien sampah di fasilitas publik tapi juga operasional pengolahan sampahnya. Kalau tidak dipilah, da penilaian tidak bagus karena pasti pengurangan sampahnya rendah dan sampah yang diangkut ke TPA tak berkurang,” ungkapnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan DKI Jakarta sejak Maret 2019 telah memulai sosialisasi gerakan pemilahan di 22 RW di lima kotamadya dan Kepulauan Seribu. Pemilahan tersebut, kata dia, ditindaklanjuti dengan penyediaan sarana pengangkutan khusus dan jadwal tertentu.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Andono WarihKepala Dinas Lingkungan Hidup DKI JakartaDifoto pada 15 September 2019 di Jakarta.
“Untuk pengangkutan sampah organic masih setiap hari karena permintaan agar tidak baud an segala macam. Sampah anorganik dua hari sekali dan sampah B3 seperti baterai dan bohlam lampu bisa dua minggu sekali,” ujarnya.
Karena program tersebut masih baru, Dinas LH DKI belum mengevaluasi keberhasilan maupun kendalanya. “Yang jelas, DKI Jakarta mendukung gerakan pemilahan sampah ini karena membawa manfaat bagi masyarakat maupun pemda dalam mengurangi beban pengelolaan sampah,” kata Andono Warih.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 16 September 2019