Prihatin atas maraknya pembukaan hutan perawan di Kalimantan Tengah, Maidi (28) tergerak untuk menyusuri sisa-sisa penebangan pepohonan kayu hutan. Dia memungut aneka jenis anggrek hutan yang berserakan dan menangkarkannya. Dia bermimpi anggrek hutan tetap lestari agar anak-cucunya nanti masih bisa mengagumi keindahan tanaman yang semakin langka itu.
”Saat menyusuri jalan-jalan di Kalimantan Tengah, di kanan-kiri saya lihat pepohonan mulai ditebangi. Hutan yang dulu rimbun sekarang jadi terbuka, lapang. Di sela-sela pepohonan itulah tersisa anggrek-anggrek hutan yang berserakan,” kata Maidi di Buntok, Barito Selatan, Kalimantan Tengah, September lalu.
Kecintaannya pada anggrek muncul tahun 2007 saat Maidi bekerja serabutan di sebuah tempat pencucian mobil di Buntok. Kala itu, sang pemilik pencucian mobil memelihara aneka jenis anggrek hibrida (anggrek hasil persilangan) dengan bunga yang berwarna-warni.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Maidi pun coba membeli satu-dua tanaman anggrek hibrida. Harganya waktu itu Rp 25.000-Rp 30.000 per pohon.
Namun, usahanya memelihara anggrek tidak berjalan mulus. Berulang kali anggrek peliharaan Maidi malah layu, kering, dan mati. Sedikitnya 20 pohon anggrek yang dibelinya gagal tumbuh. Apalagi berkembang.
”Lama-kelamaan, setelah saya amati, memelihara anggrek itu ternyata sederhana saja. Caranya, kita ’biarkan’ saja tanaman itu tumbuh sendiri. Kita biasanya ingin tanaman anggrek itu cepat berbunga sehingga terus-menerus diberi pupuk, dipegang-pegang, dan dipindah-pindahkan tempatnya. Dari pengalaman saya, hal itu malah membuat pohon anggrek tidak berbunga,” katanya.
Setelah mulai bisa memelihara anggrek, Maidi lalu mencoba berjualan anggrek hibrida yang didatangkan dari Jawa Barat. Anggrek-anggrek itu dijualnya di sekitar Buntok, Barito Selatan, dan Palangkaraya di Kalimantan Tengah (Kalteng), juga di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Dari pengalaman memelihara anggrek hibrida itulah Maidi kemudian mengenal adanya anggrek hutan atau anggrek spesies. Ini adalah jenis anggrek asli, bukan hasil persilangan. Dari ketertarikan pada bunga anggrek, dia tahu bahwa habitat asli anggrek hutan terancam pembukaan hutan untuk pertambangan, perkebunan sawit, dan pembalakan liar.
”Anggrek hitam dan anggrek tebu, misalnya, adalah anggrek yang dilindungi karena keberadaannya semakin langka. Lebih baik anggrek yang masih ada di hutan itu saya ambil dan selamatkan daripada mati dan punah di habitatnya yang rusak,” katanya.
Rusak
Sejumlah hutan yang rusak dan terancam rusak antara lain terdapat di daerah Pujon, Kabupaten Kapuas, karena kegiatan pertambangan emas tanpa izin. Di sini Maidi menemukan anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum).
Sementara di sekitar Danau Sanggu, Kabupaten Barito Selatan, terdapat anggrek pensil (Papilionanthe hookeriana). Di hutan di daerah Kananai, Barito Selatan, yang rusak akibat pertambangan batubara, dia menemukan anggrek mutiara (Coelogyne asperata).
Menurut Maidi, di sekitar Sire, Buntok, Barito Selatan, yang dibuka untuk perkebunan karet, warga mendapati anggrek hitam (Coelogyne pandurata). Sementara di daerah Jihi, Barito Timur, yang dibuka untuk perkebunan sawit, terdapat anggrek zebra (Phalaenopsis zebrina).
Di daerah Batapah, Kapuas, yang rusak akibat pertambangan batubara pun terdapat anggrek Dendrobium Crabro. Bahkan, hutan di sekitar Kecamatan Antang Kalang, Kotawaringin Timur, yang terancam perkebunan sawit, terdapat anggrek Dendrobium sanguinolentum.
Maidi menemukan anggrek-anggrek hutan itu dengan masuk-keluar hutan. Dia menyusuri hutan-hutan yang rusak bersama rekannya, Maya (26) dan Ladi (27). Dalam sepekan, mereka berada di hutan selama tiga-lima hari. Mereka menggunakan sepeda motor untuk menuju lokasi.
”Kami bermalam di hutan menggunakan terpal. Setiap pulang dari hutan, kami membawa empat-enam karung anggrek. Sekitar separuh dari tanaman itu kami jual kepada pedagang yang saya tahu akan memelihara anggrek- anggrek itu dengan baik. Hasil penjualan Rp 175.000-Rp 250.000 per karung. Uang itu kami gunakan untuk membeli bekal dan ongkos ke hutan,” kata Maidi, pemilik CV Nilam Orchids.
Anggrek hutan yang tak dijual dikembangkan Maidi di halaman rumah mertuanya, di Jalan Kaladan 47, Buntok. Di atas tanah seluas 40 meter x 40 meter itu, dia membuat dua tempat penangkaran anggrek dengan paranet berukuran 5 meter x 7 meter dan 4 meter x 6 meter.
Hutan di Kalimantan ditumbuhi sekitar 6.000 jenis anggrek hutan. Dari jumlah itu, sedikitnya 150 jenis anggrek hutan yang ditangkarkan Maidi.
Jenis anggrek yang dia kembangkan antara lain Dendrobium cinerium, Dendrobium anosmum borneo, Dendrobium crabro, Dendrobium singkawangense, Dendrobium lamellatum, Coelogyne foerstermanii, Trichoglottis smithii, Dipodium pictum, Dipodium scandens, Dipodium paludosum, Thecopus secunda, Thecostele alata, Arundina graminifolia, Porphyroglottis maxwelliae, Eria pulchella, Cymbidium rectum, Aerides odorata, dan Phalaenopsis zebrina.
”Saya mengetahui nama-nama Latin dari anggrek-anggrek hutan itu dengan bertanya kepada sesama pencinta anggrek lewat Facebook,” cerita pemilik akun Nilam Orchids ini.
Setiap kali menemukan anggrek jenis baru yang belum dikenalnya di hutan, Maidi kemudian memotret bunga dan daunnya. Dia lalu mengunggahnya di Facebook dan bertanya kepada teman-temannya tentang jenis anggrek tersebut.
”Kalau kita memiliki, merawat, dan mencintai tanaman itu, ternyata bisa hafal dengan cepat,” ujar ayah dua anak ini.
Untuk memperlancar kegiatannya menangkarkan anggrek hutan, Maidi lalu memproses izin penangkaran di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kalteng.
Berbagi
Pengetahuannya tentang anggrek hutan tak disimpannya sendiri. Maidi terbuka dan senang berbagi kepada siapa pun yang mencintai anggrek dan berminat memeliharanya. Selain tanaman anggrek tak boleh sering dipindah sebelum memiliki akar yang banyak dan kuat, dia juga memberikan kiat merawat anggrek.
Kiat itu antara lain, media tanam anggrek tak boleh diberi campuran tanah karena bisa mengakibatkan pembusukan akar yang lalu menjalar pada batang dan daun anggrek. Media tanam anggrek sebaiknya arang, sabut kelapa, lumut, atau serbuk gergaji.
Penyiraman tanaman anggrek cukup dua kali sehari dan pemupukan sekali seminggu. ”Penyiraman yang baik bisa pada pagi pukul 06.00-09.00 dan sore pukul 15.00-18.00. Selamat mencoba. Salam anggrek!” katanya.
—————————————————————————
Maidi
? Lahir: Buntok, Barito Selatan, Kalteng, 18 Oktober 1986
? Istri: Dewi Masita (28)
? Anak:
– Haris Alfuadan (6)
– Irhab Falah (3)
? Pendidikan:
– SD Palangka 21, Palangkaraya, Kalteng
– Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Palangka
– Madrasah Aliyah Negeri Buntok
Oleh: Megandika Wicaksono
Sumber:Kompas, 31 Oktober 2014