Bencana semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah terjadi 11 tahun lalu, masih menyisakan banyak masalah hingga kini. Degradasi lingkungan dan berbagai persoalan sosial dialami desa-desa di luar peta terdampak langsung.
Dari aspek lingkungan, air Sungai Porong saat ini telah tercemar logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) di atas ambang baku dan berkadar sama dengan air di kolam lumpur. Cemaran dua jenis logam berat yang melebihi ambang baku mutu ini juga ditemukan pada udang dan kerang di Sungai Porong.
Persoalan juga terjadi dengan meningkatnya persoalan kesehatan dalam 10 tahun terakhir, terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Dari aspek sosial, bencana ini juga memicu pemindahan paksa dan berbagai persoalan lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Demikian hasil penelitian “Dampak Multidimensi Lumpur Lapindo” yang dipaparkan koordinatornya, Bambang Catur Nusantara dari Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan sosiolog Universitas Brawijaya, Anton Novenanto, di Epistema Institute, Jakarta, Jumat (7/4).
Bambang mengatakan, riset ini merupakan kolaborasi sejumlah lembaga perguruan tinggi, unsur masyarakat, dan perwakilan pemerintah, seperti Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan Balai Lingkungan Hidup (BLH) Sidoarjo.
“Untuk penelitian di empat lokasi Sungai Porong, kandungan Pb rata-rata 0,45 mg/l (miligram per liter) dan Cd 0,03 mg/l,” kata Catur. Ambang baku mutu untuk Pb adalah 0,04 mg/l dan Cd 0,01 mg/l.
Cemaran logam berat Pb pada udang di sungai itu rata-rata 27 miligram per kilogram (mg/kg), padahal berdasarkan SNI 7387 tahun 2009, batas maksimumnya 0,5 mg/kg. Sementara kandungan Cd rata-rata di atas 2 mg/kg, dua kali lipat daripada standarnya.
Menurut Catur, belum bisa dipastikan apakah tingginya kadar logam berat di Sungai Porong ini hanya akibat cemaran semburan lumpur Lapindo atau juga dari buangan limbah industri lain.
“Penelitian terdahulu memang menunjukkan lumpur Lapindo ini mengandung logam berat. Namun, untuk memastikan seberapa besar kontribusinya ke Sungai Porong, perlu dikaji lagi,” katanya.
Dalam penelitian ini juga ditemukan berbagai persoalan sosial. Misalnya, terjadinya kepindahan warga secara paksa dan perubahan ikatan sosial. “Lumpur Lapindo juga telah memutus relasi manusia dengan ruang sosial-ekologis pendukung kehidupannya selama ini,” kata Novenanto. (AIK)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 April 2017, di halaman 14 dengan judul “Lumpur Lapindo Sisakan Banyak Masalah”.