Dua bulan sejak dibentuk pada Januari 2016 dan sebulan setelah melengkapi personelnya, Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia mulai menunjukkan performa. Kepala BRG Nazir Foead dalam pertemuan dengan media di Kantor Staf Presiden di Jakarta, Kamis (31/3/2016), memaparkan sejumlah kemajuan dalam persiapan pelaksanaan program BRG.
Pertemuan yang juga dihadiri oleh Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki dan Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi itu membahas antara lain rencana lokasi restorasi di empat kabupaten, yakni Kepulauan Meranti (Riau), Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), dan Pulang Pisau (Kalimantan Tengah).
BRG baru saja memetakan daerah restorasi indikatif di empat kabupaten tersebut. Ini dikerjakan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bappenas, Badan Informasi dan Geospasial (BIG), serta NGO. Lokasi tersebut terdiri dari 77 persen kawasan budi daya dan 23 persen kawasan lindung dengan luas total 834.491 hektar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Peta ini akan dikonsultasikan dengan para pihak terkait,” kata Budi Wardhana, Deputi bidang Perencanaan dan Kerja Sama BRG. Lebih lanjut, Budi menjelaskan, penentuan arahan lokasi restorasi itu didasarkan pada empat kriteria, yaitu lahan yang bergambut, kondisi tutupan lahan, keberadaan kanal dan dampak pengembangan kanal, serta historis kebakaran dalam lima tahun terakhir.
Selanjutnya, arahan kegiatan restorasi akan ditentukan lebih lanjut berdasarkan pada status lahan, kondisi topografi dan hidrologis aliran air bawah permukaan, kegiatan budidaya dan kondisi sosial budaya masyarakat. Untuk itu, pemetaan detail di lokasi tersebut akan segera dilaksanakan.
Terkait dengan konstruksi restorasi, BRG tengah merampungkan panduan dan prosedur operasional standar (POS) pembangunan infrastruktur pembasahan gambut (sekat kanal/ canal blocking), pembuatan persemaian (seedling nursery), penanaman di lahan gambut, dan pemasangan sumur pipa bor (deep wells). Deputi bidang Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan BRG Alue Dohong menyatakan, pihaknya sedang mengonsultasikan panduan dan POS dengan para pakar. Dengan panduan ini, para pihak yang akan melakukan konstruksi infrastruktur restorasi hidrologi gambut bisa memiliki standar operasi kerja yang sama.
Aksi cepat
Alue menambahkan bahwa pada pertengahan April ini akan dilaksanakan aksi cepat bersama masyarakat untuk membangun sekat kanal bersama masyarakat di Tebing Tinggi Timur, Kepulauan Meranti, Riau, dan Kabupaten Pulang Pisau. Selain itu, pemasangan sumur bor di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Riau, dan tiga desa di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, berpedoman pada panduan dan POS yang sudah dibuat.
“Aksi restorasi bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga menjadi tanggung jawab korporasi pemegang konsesi, apalagi sekarang diindikasikan hingga 77 persen lokasi indikatif restorasi ada di kawasan budidaya. Oleh sebab itu, keberadaan standar kerja restorasi yang jelas dan pemantauan pelaksanaannya menjadi kebutuhan mendesak dan kerja sama konstruktif dengan dunia usaha,” kata Kepala BRG.
Kepala BRG juga mengatakan, BRG berupaya sedini mungkin menghindari dampak sosial yang tidak diinginkan, serta menyesuaikan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, disusun kebijakan kerangka pengaman sosial (social safeguard). Di dalamnya terdapat prosedur konsultasi untuk mendapatkan persetujuan masyarakat terhadap pembangunan konstruksi dan program aksi restorasi lain. Persetujuan tersebut diperoleh setelah memberikan informasi di awal yang jelas kepada masyarakat.
ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas Siang | 31 Maret 2016
———-
Lahan Seluas 834.491 Hektar Direstorasi
Hasil analisis klasifikasi prioritas restorasi gambut di empat kabupaten menunjukkan, 187.819 hektar ada di kawasan lindung, seperti hutan lindung dan hutan konservasi, serta 646.672 hektar di hutan produksi dan areal penggunaan lain. Dalam waktu kurang dari setahun ini, sedikitnya 600.000 hektar di antaranya harus mulai dipulihkan Badan Restorasi Gambut.
Empat kabupaten itu adalah Kepulauan Meranti (Riau); Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin (Sumatera Selatan); serta Pulang Pisau (Kalimantan Tengah). Itu jadi areal kerja prioritas BRG tahun ini, seperti diamanatkan Peraturan Presiden No 1/2016 tentang BRG.
Dalam lima tahun ke depan, BRG harus memulihkan sedikitnya 2 juta hektar gambut terbakar di Provinsi Riau, Sumsel, Jambi, Kalteng, Kalbar, Kalsel, dan Papua. “Dari pembicaraan kami dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perlu penambahan (areal kerja) di Kalimantan Timur,” kata Nazir Foead, Kepala BRG, Kamis (31/3), di Kompleks Istana Jakarta.
Ia didampingi jajarannya serta Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Juru Bicara Presiden Johan Budi menjelaskan kemajuan restorasi gambut. BRG mengkaji 2,26 juta hektar luasan indikatif jadi prioritas di 7 provinsi itu. Kriteria prioritas itu meliputi kondisi bergambut, tutupan hutan, perulangan kebakaran lebih dari 3 kali pada 2000-2011, terbakar pada 2012-2015, dan ada kanal-kanal.
Luasan indikatif itu terdiri dari 360.000 hektar (ha) di kawasan lindung dan 1,9 juta ha di daerah budidaya. Nazir mengatakan, 360.000 ha gambut di kawasan lindung itu akan direhabilitasi negara. “Penegakan hukum oleh aparat berwenang juga dilakukan pada kawasan lindung yang dirambah,” kata Budi Wardhana, Deputi Kepala BRG Bidang Perencanaan dan Kerja Sama.
Korporasi dilibatkan
Pada 1,9 juta hektar gambut di daerah budidaya, pemerintah akan minta perusahaan pengelola agar merestorasi lahan. “Jika di lahan warga negara agar membantu,” katanya.
Pengelolaan lahan gambut setelah kebakaran versi BRG meliputi revegetasi dan restorasi hidrologi. Pada restorasi hidrologi, kata Alue Dohong, Deputi Kepala BRG Bidang Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan, gambut kembali dibasahi dengan pemasangan sekat kanal hingga penutupan kanal.
Pengelolaan air dibutuhkan agar saat kemarau lahan tak mengering dan rawan terbakar. “Kalau bisa ditahan 40 sentimeter dari permukaan gambut akan aman (dari kebakaran). Karena itu, perusahaan wajib mengelola air secara ketat,” ujarnya.
Nazir mengatakan, gambut basah sulit terbakar. Tanaman sawit dan akasia bisa hidup meski gambut dibasahi 5-10 cm dari permukaan gambut. “Jika tergenang 1-2 bulan akan tetap hidup meski produktivitas turun,” katanya.
Secara terpisah, pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Bandung Sahari mengatakan, lahan gambut paling rawan terbakar jika tak dikelola. “Perusahaan mati-matian menjaga air. Jika overdrain (pengeringan berlebihan), sawitnya akan menderita dan produksi turun,” ucapnya.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengimbau agar pengusaha sawit jadi bagian dari upaya merestorasi gambut. “Jangan menentang atau resisten karena pemerintah berupaya memulihkan gambut,” ujarnya.(ICH)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 April 2016, di halaman 13 dengan judul “Lahan Seluas 834.491 Hektar Direstorasi”.