Akses bersekolah yang semakin meningkat belum tentu diiringi dengan capaian hasil belajar yang baik. Hal ini terlihat dari kemampuan dasar yang penting dikuasai sejak pendidikan dasar yakni literasi dan numerasi yang masih rendah. Dengan kemampuan dasar literasi dan numerasi yang rendah, sulit bagi para siswa untuk dapat berhasil di jenjang pendidikan berikutnya. Capaian pembelajaran siswa secara nasional juga jadi rendah tidak kompetitif.
Kondisi hasil belajar siswa di jenjang pendidikan dasar yang rendah, terutama dalam hal keterampilan literasi dan numerasi tersebut dibahas dalam seminar bertajuk kemitraan Pendidikan yang digelar Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi) di kawasan Sanur, Kota Denpasar, Bali, yang dimulai Senin (7/5/208). Lebih dari 200 peserta yang terdiri dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga organisasi nonpemerintah tingkat nasional dan internasional mengikuti kegiatan yang merupakan program kemitraan pendidikan Pemerintah Australia dan Indonesia.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Seminar kemitraan pendidikan digelar Inovasi Siswa untuk Anak Sekolah (INOVASI) untuk membangun kerja sama dalam menperkuat kemampuan literasi dan numerasi sisswa di jenjang pendidikan dasar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Devyani Pershad, Kepala Manajemen Program Pratham Education Foundation dari India yang tampil sebagai pembicara utama, mengatakan di dunia, tiap negara memastikan kesempatan bersekolah bagi semua anak (school for all) terwujud. “Tingkat partisipasi anak bersekolah di dunia meningkat. Di India, lebih dari 95 persen anak usia 6-14 tahun terdaftar di sekolah. Namun, ada tantangan yang kini harus diatasi yakni semua anak harus punya kesempatan belajar yang sama atau learning for all, tidak cukup lagi school for all,” kata Devyani.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Kepala Manajemen Program Pratham Education Foundation dari India Devyani Pershad menjelaskan tiap anak punya potensi bisa belajar. Pembelajaran untuk memperkuat literasi dan numerasi di SD harus dimulai dari kemampuan anak.
Menurut Devyani, meskipun angka partisipasi sekolah naik, dari data yang tersedia menunjukkan bahwa setelah lima tahun bersekolah, sekitar 50 persen siswa kelas 5 di India hanya mampu membaca teks sederhana yang diperuntukkan bagi siswa kelas 2. Untuk kemampuan berhitung, capain hasil belajarnya lebih parah lagi.
“Perlu ada inovasi untuk mengatasi sistem pendidikan di sekolah yang mengelompokkan siswa sesuai umur dan kelas yang membuat banyak siswa tertinggal dalam kemampuan dasarnya di literasi dan numerasi. Pratham selama 20 tahun lalu menawarkan inovasi yang disebut mengajar pada tingkat yang sesuai atau teaching at the right level (TaRL),” kata Devyani.
Devyani menjelaskan Pratham mengembangkan TaRL dengan pendekatan belajar sesuai kemampuan anak. Para siswa dibagi dalam beberapa kelompok kemampuan dan diberi pembelajaran yang berbasis aktivitas dan permainan. Kemajuan belajar siswa di literasi dan numerasi siswa di kelas awal jadi terpantau sehingga mereka bisa terus naik level dan siap untuk menguasai pembelajaran di jenjang berikutnya.
Devyani mengatakan membaca dan berhitung adalah dasar untuk belajar hal lainnya. Karena itu, tiap ank harus dipastikan menguasai kemampuan dasar tersebut sesuai kemampuannya. “Tiap anak punya potensi bisa belajar. Kita harus emmfasilitasi para siswa untuk bisa belajar sesuai kemampuannya sehingga mereka terus maju,” ujar Devyani.
Direktur Program Inovasi Mark Heyward mengatakan capaian pembelajaran siswa pendidikan dasar Indonesia dalam literasi dan numerasi juga rendah. Terlihat dari Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) yang dilakukan Pusat Penilaian Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Tahun 2016, kemmapuan literasi siswa SD sebanyak 46,83 persen kurang dan 47,11 persen cukup, sedangkan yang baik hanya 6,06 persen. Adapun di matematika, sebanyak 77,13 siswa hasilnya kurang, sebanyak 20,58 cukup, dan yang baik hanya 2,29 persen.
Mark mengatakan program Inovasi dikembangkan di empat provinsi yakni Jawa Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur untuk memahami cara-cara dalam meningkatkan hasil pembelajaran literasi dan numerasi siswa di jenjang pendidikan dasar. Selain itu, menguatkan pelibatan masyarakat dalam pendidikan, menyediakan dukungan bagi anak-anak yang mengalami hambatan belajar, serta transisi pembelajaran dari bahasa lokal ke bahasa indonesia.
“Pendekatannya bukan satu solusi untuk semua. Sebab, pendekatan seperti ini tidak membuat pendidikan di Indonesia maju. Kami perkuat sekolah, guru, dan daerah untuk mencari solusi sesuai kebutuhan dan kontek di daerah. Dengan demikian, pendekatan atau cara bisa berbeda-beda, namun tujuannya untuk meningkatkan capai belajar siswa sehingga meningkatkan mutu pendidikan Indonesia,” ujar Mark.
Kepala Bidang Pembelajaran, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suprananto mengatakan program Inovasi berfokus langsung pada perbaikan pembelajaran di ruang kelas. “Kami yakin lewat program Inovasi ada perbaikan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan literasi dan numerasi siswa sejak di pendidikan dasar. Sebab, program dimulai dari kebutuhan sekolah dengan melibatkan mereka dalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, lalu menyusun program solusi yang bisa diterapkan dan didampingi untuk dipantau keberhsilannya,” kata Suprananto.
Sementara itu, Sekretaris Kedua Kedutaan Besar Australia di Jakarta Benita Chudleigh mengatakan pendidikan yang berkualitas sangat penting bagi Indonesia untuk mendukung pembangunan sumber daya manusia serta angkatan kerja yang sehat dan produktif. “Kemitraan pendidikan dapat menjadi salah satu cara strategis untuk mencapai tujuan bersama sehingga siswa mendapatkan pembelajaran yang baik,” ujar Benita.
Seminar kemitraan pendidikan yang berlangsung hingga Rabu ini menghadirkan banyak inovator dalam pendidikan untuk menyanyikan pengalaman dan pendekatan yang dilakukan dalam meningkatkan hasil belajar siswa jenjang pendidikan dasar, terutama dalam hal keterampilan literasi dan numerasi. Selain Pratham dari India, peserta mendapatkan inspirasi dari Indonesia Mengajar, Tanoto Foundation, organisasi Australia i21 (Pendidikan suku asli), The Asia Foundation, Room to Read, Taman Bacaan Pelangi, IniBudi, Save The Children Indonesia, Yayasan Sulinama, serta organisasi pendidikan yang berbasis di Bali yakni Yayasan Literasi Anak Indonesia dan Green School Bali.
Seminar ini menyoroti pentingnya kerja sama antarpemangku kepentingan pendidikan demi memberikan dampak besar yang berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan sebagai gerakan atau koalisi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan bersama.–ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 8 Mei 2018