Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bekerja sama dengan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) dan Hakko Industry Co, Ltd memanfaatkan limbah batubara jadi bahan baku beton. Beton itu punya kekuatan dan waktu pematangan lebih cepat dan ramah lingkungan daripada beton konvensional. Beton itu terbuat dari campuran limbah batubara battom ash, pasir, semen, air, dan cairan YHR.
Dalam tahap awal, pihaknya menerapkannya dalam pembuatan paving block. ”Tak menutup kemungkinan dikembangkan untuk membuat beton lain,” kata Kepala Pusat Inovasi LIPI Nurul Taufiqu Rochman, Rabu (20/7), seusai acara ”Diseminasi Hasil Penelitian Bahan Baku Beton Ramah Lingkungan dari Limbah Batubara”, di Jakarta.
Limbah batubara bottom ash adalah sisa pembakaran batubara berbentuk abu dengan massa lebih berat daripada limbah fly ash, sehingga akan jatuh lebih dulu sebelum tertangkap electrostatic precipitator (penangkap debu). Selama ini, limbah itu hanya ditimbun karena termasuk limbah limbah bahan berbahaya dan beracun. Paving block itu, kata Nurul, lebih unggul dibandingkan paving block konvensional karena lebih ramah lingkungan. Itu karena memakai limbah batubara. Paving block juga berdaya serap air 30 persen lebih tinggi daripada paving block konvensional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penggunaan cairan YHR akan menambah kekuatan paving block sehingga tidak mudah pecah. Jika paving block biasanya harus menunggu 28 hari untuk memperoleh kekuatan maksimal, jika menggunakan cairan itu tak sampai 28 hari. Hari ini dicetak, besok keras,” kata Nurul.
Cairan YHR adalah cairan pemadat yang terdiri atas asam sulfonat lignin. Cairan itu limbah cair pabrik kertas. Dalam 1 meter persegi paving block, yang terdiri atas 45 blok, menggunakan 45 kg limbah batubara bottom ash. Cairan YHR sebagai pemadat semen dicampurkan 2-5 persen dari volume campuran semen.
Pemanfaatan teknologi itu telah dilakukan pada Februari 2015 dan diterapkan di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Paving block itu memiliki kualitas A SNI dengan kekuatan 405,65 kg per sentimeter persegi. ”Permukaan paving block juga menyerap panas sehingga nyaman bagi pejalan kaki,” kata Nurul. Senior Representative JICA Indonesia Office Tetsuya Harada menuturkan, penerapan teknologi itu yang pertama di luar Jepang. ”Indonesia punya potensi besar menerapkan teknologi ini,” ujarnya. (C09).
Sumber: Kompas, 21 Juli 2016