Limbah dari produksi alkohol di Desa Bekonang, Kabupaten Sukoharjo, menjadi sumber pertikaian petani dan perajin. Ternyata, limbah itu bisa menjadi pembenah tanah yang bermanfaat bagi pertanian.
Sentra pembuatan alkohol di Bekonang hadir di Sukoharjo sejak sebelum zaman kolonialisme Belanda. Hingga kini, di daerah yang dikenal sebagai penghasil ”ciu” atau minuman tradisional sejenis arak itu, para perajin alkohol setiap hari memproduksi ribuan liter alkohol yang diproses dari tetes tebu. Alkohol tersebut dijual untuk kebutuhan medis.
Karena lokasinya di perkampungan dan sawah, adanya sentra produksi alkohol itu memicu konflik panjang dengan petani. Sebab, limbah cairan dari produksi alkohol dibiarkan mengalir di saluran air yang juga saluran irigasi pertanian sehingga masuk ke sawah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika volumenya hanya sedikit, limbah cairan itu bermanfaat bagi pertanian karena menggemburkan tanah. Namun, ketika masuk ke sawah dalam volume besar, apalagi mengalir tiap hari, limbah itu akan mengganggu pertanian. Sebab, cairan itu akan membentuk gel yang mematikan tanaman dan menyulitkan petani menggarap areal sawah.
Untuk mengatasi masalah itu, Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya meminta Badan Lingkungan Hidup Sukoharjo mencari solusi. Informasi itu sampai kepada Sandy Tjandra, Direktur Utama PT Rizqi Semesta, perusahaan yang bergerak di bidang biomassa. Sandy bersama seorang peneliti dari Singapura lalu bertemu Wardoyo dan menyampaikan gagasan untuk membuat pupuk organik.
”Karena Bupati Wardoyo tidak mau hanya pupuk organik, kami menawarkan limbah itu dijadikan unsur pembenah tanah. Bupati setuju,” kata Sandy.
Dari riset yang dilakukan, ditemukan bahwa limbah alkohol bisa diubah jadi pembenah tanah melalui proses bioteknologi. Sejak 2013, limbah itu mulai diproduksi jadi produk pembenah tanah, yang diberi nama Ciunik, dalam bentuk cairan yang dikemas dalam jeriken ukuran 5 liter dan botol 1 liter.
Ciunik diperkenalkan sebagai unsur penyubur tanah atau memperbaiki kondisi tanah yang tak subur. Hal itu karena unsurnya mengandung bakteri yang menguntungkan bagi tanaman, antara lain Azotobacter sp dan Penicillium sp.
Meski demikian, di kalangan petani, cairan itu tetap dianggap sebagai pupuk.
Cairan pembenah tanah itu lalu diuji coba di sekitar 500 hektar (ha) lahan sawah dengan sistem demplot (demonstration plot) di Sukoharjo dan daerah sekitarnya.
Untuk membenahi tanah, penggunaan Ciunik harus diaplikasikan tiga kali dalam satu masa tanam. Untuk 1 ha lahan, butuh 5 liter Ciunik.
”Ciunik diuji coba di sawah yang sudah 2-3 kali gagal panen, dan diberikan kepada para petani yang putus asa mengolah lahannya karena produktivitasnya menurun. Ternyata hasilnya di luar ekspektasi kami karena unsur pembenah tanah itu amat efektif,” kata Sandy.
Ternyata hasilnya di luar ekspektasi kami karena unsur pembenah tanah itu amat efektif.
Bupati Wardoyo lalu meminta Ciunik digunakan oleh gabungan kelompok tani di seluruh kecamatan di Sukoharjo, minimal untuk 20 hektar (h)a lahan. Hasilnya, ada kenaikan produksi rata-rata di atas 8 ton sampai 13 ton per ha, atau di atas angka produksi padi nasional 6-7 ton per ha.
Keberhasilan penggunaan cairan pembenah tanah itu dilaporkan Bupati Sukoharjo kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Pada 2015, Menteri Pertanian meminta Ciunik digunakan di 5.000 ha sawah di Sukoharjo. Hasilnya, untuk satu kali masa tanam, produktivitas padi meningkat 19,8 persen. Selain di Sukoharjo, Ciunik juga digunakan di lahan sawah di daerah lain, seperti Demak, Batang, dan daerah lain.
Membenahi tanah
Penggunaan Ciunik secara teratur bisa menjadi solusi dalam membenahi kondisi tanah pertanian yang rusak dan kehilangan unsur hara akibat penggunaan pupuk kimia berlebihan. Hal itu karena jasad renik yang ada dalam kandungan pupuk Ciunik menyerap nitrogen (N) phospat (P), dan kalium (K) menjadi NPK dalam jumlah lebih banyak. Ciunik juga mampu mengurai residu atau sisa bahan aktif pestisida.
”Tanah memiliki banyak bakteri yang menguntungkan tanaman. Karena petani terlalu banyak memakai pupuk kimia, bakteri-bakteri mati. Ciunik jadi pengganti bakteri yang terus berkurang di dalam tanah. Ciunik berfungsi seperti tukang masak, memenuhi kekurangan bakteri di tanah,” kata Sapto Nugroho, formulator Ciunik.
Selain bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 20-30 persen, cairan pembenah tanah itu juga mampu mengaktifkan kembali enzim yang memacu kesuburan tanah. Cairan itu juga mengaktifkan pupuk yang mengendap di tanah selama bertahun-tahun sehingga tanah menjadi lebih gembur.
Selain pada tanaman padi, Ciunik juga efektif untuk lahan tanaman lain. Penggunaan cairan tersebut pada tanaman cabai akan menghasilkan warna cabai lebih merah dan cabai lebih berat. Pemakaian Ciunik juga bisa membuat jagung lebih berisi dan rasanya lebih manis.
Meski terbukti bisa jadi salah satu solusi petani membenahi tanah pertanian yang kritis, hingga kini baru sebagian kecil limbah alkohol di Sukoharjo yang diolah menjadi Ciunik. Hal itu karena produksinya bergantung pada permintaan petani.
Sejauh ini, penggunaan cairan tersebut di lahan pertanian belum masif dilakukan, bahkan baru sebatas di Sukoharjo dan di sejumlah daerah. Padahal, hal itu bisa diaplikasikan di lahan pertanian di daerah lain yang kondisinya sudah rusak.–SONYA HELLEN SINOMBOR
Sumber: Kompas, 9 Juli 2018