Tim peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, mengembangkan lidah elektronik. Instrumen itu bisa digunakan untuk mendeteksi keaslian produk pangan.
Di sejumlah negara, peralatan lidah elektronik telah digunakan dalam berbagai bidang, misalnya industri makanan dan minuman, farmasi, dan lingkungan. Namun, peralatan lidah elektronik belum banyak digunakan di Indonesia. Padahal, lidah elektronik bisa mempermudah dan mempercepat pekerjaan di sejumlah bidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/HARIS FIRDAUS-+Alat lidah elektronik buatan Kuwat Triyana, dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (21/1/2020), di FMIPA UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lidah elektronik buatan Kuwat dan timnya itu dinamai Elto dan bisa digunakan untuk beragam keperluan, misalnya mendeteksi keaslian suatu produk seperti air zam zam, kopi luwak, dan sebagainya.
Kondisi itu mendorong Kuwat Triyana, dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, untuk menggeluti pengembangan lidah elektronik. Riset untuk pengembangan lidah elektronik itu dilakukan peneliti tersebut sejak tahun 2014.
Menurut Kuwat, dirinya banyak belajar ihwal lidah elektronik di Polytechnic Institute of Bragança, Portugal. Sejak tahun 2014, Kuwat yang merupakan dosen Departemen Fisika FMIPA UGM menjalin kerja sama riset dengan Polytechnic Institute of Bragança. “Riset soal lidah elektronik sudah kami lakukan sejak tahun 2014, tapi baru mulai serius sejak tahun 2016,” ungkapnya.
Lidah elektronik merupakan instrumen yang bisa digunakan untuk mengenali dan membandingkan rasa. Fungsi dari instrumen itu mirip dengan lidah manusia yang bisa mencecap dan mengenali rasa tertentu dari makanan dan minuman.
Pada tahun 2019, Kuwat dan timnya berhasil membuat alat lidah elektronik yang diberi nama Elto. Nama produk tersebut berasal dari kependekan electronic tongue atau lidah elektronik. Dalam pembuatan produk itu, Kuwat dibantu oleh tiga mahasiswa S3 Fisika UGM, yakni Shidiq Nur Hidayat, Trisna Julian, dan Aditya Rianjanu.
Menurut Kuwat, Elto bisa digunakan untuk beragam keperluan, misalnya mendeteksi keaslian suatu produk seperti air zam zam, kopi luwak, dan sebagainya. Alat tersebut juga bisa digunakan untuk mengetes kehalalan makanan dan minuman, mendeteksi bakteri pada makanan, serta mengetes kandungan narkotika dalam air seni.
“Beberapa waktu lalu kan ada kasus pemalsuan air zam zam. Nah waktu itu kami menggunakan alat ini untuk mendeteksi apakah air zam zam yang ada itu palsu atau tidak,” ungkap Kuwat, Selasa (21/1/2020), di kampus FMIPA UGM.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS–Kuwat Triyana, dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM), menjelaskan cara kerja alat lidah elektronik buatannya, Selasa (21/1/2020), di kampus FMIPA UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lidah elektronik buatan Kuwat dan timnya itu dinamai Elto dan bisa digunakan untuk beragam keperluan, misalnya mendeteksi keaslian suatu produk seperti air zam zam, kopi luwak, dan sebagainya.
Cara kerja
Peralatan lidah elektronik memiliki sejumlah sensor rasa. Namun, agar sensor-sensor itu bisa bekerja, sampel material yang diuji harus berupa cairan atau dilarutkan dengan cairan lebih dulu. “ Jadi, kalau sampel yang akan diuji masih berupa padatan atau serbuk, ya harus dicairkan lebih dahulu,” kata Kuwat yang juga jadi peneliti di Institute of Halal Industry and System (IHIS) UGM.
Jika sampel material yang akan diuji itu sudah berbentuk cairan, sensor-sensor yang ada di instrumen lidah elektronik bisa dicelupkan ke dalam cairan itu. “Kami memiliki lidah elektronik yang dilengkapi 16 sensor dan 20 sensor. Sensor itu ada banyak karena kita tidak bisa menerka rasa apa saja yang ada pada sampel,” ujarnya.
Sesudah hal itu dilakukan, sensor-sensor yang ada akan menghasilkan sinyal tertentu yang disebut sebagai sinyal potensial listrik. Sinyal-sinyal itu kemudian diambil oleh sistem akuisisi data yang ada di instrumen lidah elektronik, lalu dikirimkan ke perangkat elektronik seperti komputer, laptop, atau ponsel cerdas.
Proses pengiriman sinyal itu dilakukan melalui bluetooth atau WiFi. Sesudah sinyal tersebut diterima komputer, sinyal tersebut akan diteruskan ke server. Selanjutnya pola dari sinyal-sinyal itu akan dikenali menggunakan sistem kecerdasan buatan. Dari hasil pengenalan itu, instrumen lidah elektronik bisa mengambil kesimpulan mengenai jenis sampel yang diuji.
Menurut Made Meita Puspadewi, mahasiswa S2 Fisika UGM yang terlibat dalam riset itu, komputer untuk mengolah data dari lidah elektronik tersebut dilengkapi dengan aplikasi atau software (piranti lunak) khusus. Melalui piranti lunak itu, data-data yang dikirim dari lidah elektronik akan diolah. “Sinyal dari lidah elektronik akan masuk ke sistem akuisisi data, lalu diubah jadi sinyal digital dan diolah di komputer,” katanya.
Dilatih
Kuwat menjelaskan, apabila ingin dipakai untuk keperluan tertentu, instrumen lidah elektronik harus dilatih untuk mengenali material tertentu. Contohnya, apabila hendak digunakan untuk mendeteksi keaslian kopi luwak, lidah elektronik mesti diuji coba dengan memberikan sampel kopi luwak asli dan sampel kopi luwak palsu.
Uji coba dengan pemberian sampel itu mesti dilakukan berkali-kali agar lidah elektronik tersebut mengenali “rasa” dari kopi luwak yang asli dan yang palsu. Pengujian itu minimal dilakukan 50 kali untuk satu jenis sampel.
Dengan demikian, untuk menguji keaslian kopi luwak, harus ada uji coba 50 kali dengan sampel kopi luwak asli dan 50 kali dengan sampel kopi luwak palsu. “Semakin banyak pengujian, itu kian baik. Tapi kita juga harus mengingat waktu, biaya, dan tenaga. Biasanya untuk riset itu minimal 50 sampel,” katanya.
Penggunaan lidah elektronik bisa mempermudah dan mempersingkat proses pengujian makanan, minuman, dan produk lain. Contohnya, saat ini, pengujian keaslian air zam zam harus dilakukan di laboratorium dan membutuhkan waktu beberapa hari. Padahal, jika diuji dengan lidah elektronik, hanya butuh waktu beberapa menit untuk mengetahui keaslian air zam zam.
Kuwat menambahkan, lidah elektronik Elto buatan timnya memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan lidah elektronik lain. Salah satunya, Elto memiliki ukuran lebih kecil dibanding lidah elektronik lainnya. “Teman saya di Portugal bahkan bilang bahwa ini merupakan lidah elektronik terkecil di dunia,” ujarnya.
Selain itu, Elto memiliki harga lebih murah dibandingkan lidah elektronik buatan negara lain. Sebagai contoh, harga lidah elektronik buatan luar negeri bisa mencapai Rp 2,5 miliar. Sementara apabila sudah diproduksi secara massal, Elto diperkirakan bisa dijual dengan harga sekitar Rp 25 juta.
Meski harganya murah, bukan berarti Elto kalah berkualitas dibandingkan lidah elektronik buatan negara lain. Kuwat menyebut, hasil uji coba Elto menunjukkan, lidah elektronik itu memiliki akurasi 98 persen. “Bahkan teman-teman saya di Portugal berencana menawarkan Elto di Eropa,” ungkapnya.
Oleh HARIS FIRDAUS
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 3 Februari 2020