Pemeriksaan darah menggunakan perangkat diagnostik atau flebotomi di pusat perbelanjaan dan fasilitas publik lain perlu ditertibkan. Praktik tersebut melanggar Peraturan Menteri Kesehatan mengenai izin edar dan distribusi alat kesehatan.
“Penggunaannya pun menyalahi aturan karena di luar laboratorium dan bukan oleh tenaga medis,” kata Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) Kukuh S Achmad di Jakarta, Senin (28/3).
Flebotomi dilakukan dengan melukai ujung jari untuk mengambil tetes darah. Sampel itu lalu diperiksa dengan modul khusus untuk mengetahui kadar kolesterol, gula darah, dan asam urat. Layanan itu mudah diakses pengunjung pusat perbelanjaan dengan harga terjangkau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain persoalan kompetensi tenaga medis, persoalan lain terkait kalibrasi alat kesehatan yang digunakan. Kalibrasi dilakukan untuk memastikan alat bekerja sesuai standar yang terverifikasi.
Kalibrasi alat, pengaturan standar, dan akreditasi laboratorium medis, menurut Kepala BSN Bambang Prasetya, merupakan tugas BSN dengan sejumlah instansi, terutama Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Produk impor
Kukuh menjelaskan, peralatan kesehatan yang dipasarkan di Indonesia lebih dari 95 persen merupakan produk impor. Produk itu diragukan proses kalibrasi dan kesesuaiannya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). “Pengawasan tentang peredaran alat kesehatan di Indonesia masih lemah,” katanya.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 1998, semua alat kesehatan yang dipasarkan dan digunakan di Indonesia wajib dikalibrasi. “Kami telah menetapkan SNI bagi 125 jenis alat kesehatan,” ujar Donny Purnomo, Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN.
Awalnya, kalibrasi alat kesehatan dilakukan Balai Pelayanan Fasilitas Kesehatan Kementerian Kesehatan. Namun, sesuai ketentuan perundangan, sejak 2007 kalibrasi ditangani pihak swasta.
Saat ini terdapat 23 laboratorium milik swasta yang mendapat izin melakukan kalibrasi alat kesehatan. Namun, laboratorium tersebut belum menjangkau semua produk alat kesehatan yang beredar di seluruh Indonesia. “Terutama yang digunakan di daerah,” ujar Donny.
Mengenai laboratorium klinik yang jumlahnya puluhan ribu di Indonesia, menurut Kukuh, sekitar 90 persennya belum memenuhi ketentuan SNI yang dikeluarkan KAN. Dari puluhan ribu laboratorium klinik itu, baru 46 yang telah mendapatkan akreditasi KAN.
Donny menambahkan, jasa layanan kesehatan saat ini juga belum ada standarnya. Tahun ini, jasa layanan tersebut akan ditetapkan standarnya. Targetnya mulai dari puskesmas.
Terkait standardisasi alat kesehatan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), saat ini 23 produk telah diharmonisasi. Tahun ini juga ada tiga produk alat kesehatan yang wajib penerapan SNI-nya, yaitu pengukur tekanan darah, inkubator bayi, dan tempat tidur elektrik. (YUN)
—————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Maret 2016, di halaman 14 dengan judul “Layanan Tes Darah Langgar Aturan”.