”Dalam persentase yang sangat kecil dari penerbangan, pesawat jatuh dan penumpang meninggal. Satu-satunya rekaman sejati tentang apa yang salah dimuat dalam perekam yang disebut sebagai kotak-kotak hitam, yang diharuskan ada oleh pihak berwenang federal semenjak tahun 1957 sebagai perlengkapan standar dalam semua pesawat komersial di atas berat tertentu.” (”The Black Box”, Malcolm MacPherson, Editor, 1998)
Ya, kotak hitam, inilah topik yang hangat dibicarakan sebagai rangkaian pemberitaan musibah AirAsia QZ 8501. Senin (12/1) kemarin diberitakan bahwa kotak hitam di dalam pesawat Airbus A320 yang naas di Selat Karimata akhirnya dapat diangkat oleh penyelam tangguh TNI AL yang berbasis di Kapal Negara Jadayat. Adapun informasi mengenai keberadaan kotak hitam diperoleh dari ping yang ditangkap perangkat sonar kapal Baruna Jaya I.
Seperti telah akrab dalam bayangan publik, kotak hitam ini berwarna oranye dengan dua strip putih menyilang untuk membuatnya mudah dikenali. Selain itu, kotak juga ditandai dengan tulisan hitam di satu sisinya. Kata-kata yang terbaca di sana: FLIGHT RECORDER, DO NOT OPEN. Di sisi lainnya, kata-kata tersebut ditulis dalam bahasa Perancis: ENREGISTREUR DE VOL, NE PAS OUVRIR. Keduanya berarti sama, ’Rekaman Penerbangan, Jangan Dibuka’.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kotak hitam sering disebut jamak (boxes) karena terdiri atas dua komponen: flight data recorder (FDR) yang merekam kinerja pesawat, seperti arah kompas, kecepatan, ketinggian terbang, akselerasi vertikal (lihat An Illustrated Dictionary of Aviation, 2005), dan satunya lagi (ditetapkan oleh UU Federal AS pada 1966) adalah cockpit voice recorder (CVR) yang beratnya 21,5 pon (sekitar 9,5 kilogram) dan merekam suara yang terdengar di kokpit.
Kotak hitam ini dipasang di bagian ekor pesawat dan dihubungkan dengan kabel ke kokpit. Baik FDR maupun CVR dilengkapi suar penunjuk posisi bawah air (underwater locator beacon) yang memancarkan sinyal (ping) ultrasonik setiap detik untuk jangka waktu 60 hari setelah pesawat jatuh.
Satu hal yang mengagumkan dari kotak hitam adalah kekuatannya menahan suhu tinggi dan hantaman kuat. Sekuat apa pun impak, belum pernah ada yang bisa menghancurkan kotak luar biasa ini.
Penyingkap misteri
FDR QZ 8501 telah ditemukan dan diserahkan ke Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk dianalisis bersama Airbus dan sejumlah pihak. Diharapkan dengan informasi dari FDR ini, bisa diketahui parameter penerbangan yang telah disinggung di atas.
Tentu percakapan saat terakhir yang terjadi di kokpit penerbangan akan lebih gamblang lagi jika dilengkapi dengan CVR. Apa persisnya yang terekam CVR? Buku yang disunting oleh MacPherson yang dikutip di atas menghadirkan 28 percakapan di kokpit beberapa waktu sebelum musibah. Salah satunya pada musibah Korean Air (KAL) nomor penerbangan 007 yang jatuh ditembak rudal pesawat tempur MiG Uni Soviet pada 1 September 1983.
Jet Boeing 747 yang mengangkut 269 penumpang dan awak itu, dalam penerbangan dari New York menuju Seoul via Anchorage, rupanya melenceng dari jalur dan memasuki wilayah udara terlarang Uni Soviet. Di era Perang Dingin, pesawat Boeing itu dengan mudah diduga sebagai pesawat mata-mata. Pesawat jatuh di Laut Jepang, dan kotak hitamnya ditemukan beberapa minggu sesudahnya.
Dari rekaman suara itu diketahui, boleh jadi awak tidak tahu persis apa yang terjadi pada KAL 007 karena mereka hanya mengetahui ada dekompresi yang sangat cepat, tanpa menyadari bahwa badan pesawat telah dihantam rudal.
Optimisme penerbangan
Berbekal FDR dan CVR (jika nanti bisa ditemukan), KNKT bersama mitra yang akan membantunya diharapkan bisa mengungkap sebab terjadinya musibah. Sebelum analisis berbasis data dan fakta dari kotak hitam disimpulkan, laporan atau analisis bisa dikatakan merupakan spekulasi.
Dalam sebagian besar kecelakaan penerbangan, mustahil bagi siapa pun untuk mengetahui semua faktor penyebab kecelakaan dalam satu minggu atau sebulan (The Flying Book, David Blatner, 2003).
Musibah pesawat Airbus 330-200 Air France dengan nomor penerbangan AF 447 dalam penerbangan Rio de Janeiro ke Paris pada 1 Juni 2009 baru terungkap sebab musababnya hampir dua tahun kemudian.
Para ahli penerbangan Perancis yang mempertaruhkan reputasi kedirgantaraannya berhasil memecahkan teka-teki yang ada, yaitu saat memasuki wilayah badai, alat pengukur kecepatan macet sehingga pilot tak mengetahui persis berapa kecepatan pesawat. Airbus 330 yang mengangkut 228 penumpang dan awak itu lalu kehilangan ketinggian (stall), dan dalam tempo empat menit menghunjam ke Samudra Atlantik (laman The Telegraph, 28/4/2012).
Dalam hal QZ 8501 juga dibutuhkan penyelidikan mendalam untuk menemukan sebab jet ini menemui akhir tragis.
Namun, betapa luar biasa pembelajaran dari musibah ini bagi kemajuan penerbangan di Tanah Air. Penyelam yang berhasil mengevakuasi ekor dan FDR dari kedalaman 30-32 meter dan mengevakuasi korban di lautan sungguh bukti kemampuan dan dedikasi luar biasa.
Pembacaan kotak hitam QZ 8501 mungkin akan mengungkapkan fakta mengejutkan. Apa pun, itulah fakta yang tidak akan menyurutkan kemajuan industri penerbangan.
Oleh: Ninok Leksono
Sumber: Kompas, 13 Januari 2015