Rencana uji coba kantong plastik berbayar di ritel-ritel modern tak menutup pintu bagi kota-kota lain yang belum sempat bergabung untuk berpartisipasi. Program yang bertujuan mengurangi sampah plastik ini diharapkan menjadi bagian dari gerakan sosial masyarakat untuk mengubah perilaku boros plastik.
Selama ini, kantong plastik dari peritel umumnya hanya dipakai sekali. Setelah itu berakhir di tempat sampah hingga membebani tempat pembuangan akhir sampah. Sifat plastik yang sulit terurai membuat TPA terus haus lahan dan menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan lingkungan.
“Dukungan kota-kota lain pasti sangat diperlukan. Nantinya ini berlaku nasional,” kata Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) R Sudirman, Jumat (22/1) di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hingga kini sudah 22 kota yang menyatakan dukungan kepada program ini. Para wali kota dan perwakilan pemerintah kota ini diundang KLHK untuk menjadi daerah uji coba penerapan kantong plastik berbayar.
Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan, pihaknya mendukung kegiatan pembatasan sampah plastik yang dimulai dari mal dan supermarket. “Kami akan bentuk tim khusus untuk percepatan kegiatan pembatasan kantong plastik di Banda Aceh,” katanya.
Menurut dia, di Aceh sudah terbentuk Komunitas Hijau yang melakukan aksi bersih-bersih di kota tersebut. Komunitas itu melakukan pertemuan sebulan sekali dengan pemerintah daerah. Dari kegiatan itu Illiza menyadari pentingnya pelestarian lingkungan, termasuk pembatasan plastik.
Program yang akan dimulai 21 Februari 2016, bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional, ini akan dilaksanakan hingga 5 Juni 2016. Setelah uji coba selesai, program dievaluasi pada tiap-tiap kota untuk mencari bentuk sistem di tingkat nasional.
Sudirman mengatakan, pihaknya mengusulkan pelanggan ritel yang masih menghendaki kantong plastik dipungut Rp 500 per keresek. Namun, pungutan ini dinilai terlalu murah dan tak efektif mengubah perilaku konsumen yang selama ini dimanja peritel dengan kantong plastik gratis.
Terkait penggunaan dana Rp 500 ini, pihaknya memiliki pandangan Rp 200 dikembalikan kepada konsumen yang mengembalikan kantong plastik ke ritel dan Rp 300 digunakan peritel untuk kegiatan lingkungan bersama pemerintah daerah atau dikelola Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik yang sejak 10 tahun lalu mengadvokasi isu sampah.
ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas Siang | 22 Januari 2016
————-
“Keresek” Berbayar Bukan Cari Untung
Rencana pembatasan kantong plastik berbayar bukan untuk mencari untung atau ajang berjualan kantong plastik peritel. Oleh karena itu, penting memastikan tujuan mengurangi timbunan sampah plastik benar-benar terwujud. Sosialisasi sebelum dan saat uji coba plastik berbayar juga perlu digencarkan, terutama di 22 daerah uji coba.
Sosialisasi perlu digencarkan untuk mengurangi potensi konflik konsumen dengan kasir atau pelanggan berpindah toko ritel. Setelah uji coba pada 21 Februari 2016 hingga 5 Juni 2016 serta evaluasi, kebijakan itu akan diterapkan permanen di Indonesia.
“Harus bisa dipastikan agar uang hasil plastik berbayar tidak masuk keuntungan peritel. Nanti malah jualan plastik dan tak jadi solusi pengurangan sampah plastik,” kata pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Jumat (22/1), di Jakarta.
Program plastik berbayar digunakan pemerintah untuk mengubah perilaku masyarakat yang dimanjakan kantong plastik gratis dari peritel. Riset Greeneration, organisasi nonpemerintah yang 10 tahun mengikuti isu sampah, satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik per tahun. Di alam, kantong- kantong plastik yang tak terurai menjadi ancaman kehidupan dan ekosistem.
Menurut Tulus, sambil menuju uji coba, pemerintah menyiapkan sistem yang memastikan penggunaan dana dari konsumen tepat penggunaannya.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan R Sudirman mengatakan, aturan main rinci penerapan kantong plastik berbayar diserahkan kepada setiap kepala daerah, termasuk besaran dan lokasi uji coba. Uji coba juga bentuk sosialisasi kepada warga.
Kementerian LHK mengusulkan Rp 500 per kantong plastik. Sejumlah Rp 200 dikembalikan kepada konsumen yang mengembalikan “keresek” kepada ritel, sedangkan Rp 300 digunakan peritel untuk kegiatan lingkungan bersama pemerintah daerah atau dikelola Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik yang sejak 10 tahun mengadvokasi isu sampah.
Sikap daerah
Pemerintah kota dan warga di sejumlah daerah mendukung rencana penerapan plastik berbayar itu. “Pemkot Surabaya akan mengikuti dengan membuat aturan khusus,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya Agus Imam Sonhaji.
Di Balikpapan, Kalimantan Timur, teknis pelaksanaan uji coba akan didukung surat keputusan wali kota agar segera dapat direalisasikan. Bahkan, mereka berharap uji coba dipercepat. “Kalau boleh, Balikpapan bisa menjalankan uji coba itu 10 Februari mendatang, bertepatan dengan hari ulang tahun Kota Balikpapan,” ujar Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Balikpapan Suryanto.
Pemilik grup ritel Coco di Denpasar, Bali, Ketut Siti Maryati, mengungkapkan, pebisnis diuntungkan dengan kebijakan pembatasan kantong plastik. Pihaknya mengeluarkan Rp 50 juta hingga Rp 60 juta setiap bulan untuk membeli kantong plastik yang dapat didaur ulang. Lalu, dibagikan gratis kepada pembeli. “Saya mendukung kebijakan pembatasan itu,” ujar Siti.
Untuk memperluas dampak kebijakan itu, Kementerian LHK akan membuat kebijakan khusus. “Kami akan tempelkan program plastik berbayar ini sebagai penilaian utama pemberian penghargaan Adipura Kencana dan Adipura,” kata Sudirman.(ICH/ETA/DEN/PRA/COK)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Januari 2016, di halaman 1 dengan judul “”Keresek” Berbayar Bukan Cari Untung”.