Kontroversi Padi Emas

- Editor

Rabu, 27 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

CATATAN IPTEK
Babak baru padi emas. Bangladesh bersiap menjadi negara pertama untuk membudidayakan padi hasil rekayasa genetika yang diklaim bisa menyelamatkan jutaan anak dari kebutaan dan kematian dini.

Sejak ditemukan 20 tahun lalu, kontroversi “padi emas” telah memasuki babak baru. Bangladesh bersiap menjadi negara pertama untuk membudidayakan padi hasil rekayasa genetika yang diklaim bisa menyelamatkan jutaan anak dari kebutaan dan kematian dini.

Sekalipun kaya protein dan beragam gizi lain, padi minim vitamin A. Padahal, defisiensi vitamin A, menjadi penyebab utama kebutaan anak, berkontribusi terhadap menurunnya kekebalan dan meningkatkan risiko kematian akibat penyakit menular seperti campak. Bayam, ubi jalar, dan sejumlah sayuran lain mengandung vitamin A.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

beras-emas-FAO_1574427293ISAGANI SERRANO/CPS–Beras emas, yaitu beras hasil rekayasa genetika yang diperkaya dengan vitamin A kini siap dibudidayakan di Bangladesh. Foto. Dokumentasi FAO

Tetapi di negara yang warganya makan nasi tiap hari banyak yang kekurangan vitamin A. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, sekitar 250 juta anak-anak prasekolah kekurangan vitamin A dan sekitar 2,7 juta di antaranya meninggal per tahun.

Berkolaborasi dengan perusahaan agrokimia raksasa Syngenta, Peter Beyer, profesor biologi sel di Universitas Freiburg di Jerman, dan Ingo Potrykus dari Institute of Plant Sciences di Swiss, memasukkan gen beta-karoten dari jagung dan bakteri ke dalam DNA padi. Beta-karoten ini merupakan pigmen berwarna oranye yang bisa digunakan tubuh untuk membuat vitamin A. Karena warna oranye padi ini kemudian dinamakan “golden rice”

Sejumlah studi menunjukkan, satu mangkuk beras emas bisa memberikan 60 persen asupan vitamin A yang dibutuhkan anak-anak dalam sehari. Majalah Time menyambut keberhasilan ini dalam halaman sampulnya dengan judul,”Beras yang Dapat Menyelamatkan Jutaan Nyawa Anak Tiap Tahun.”

Namun, keberhasilan ini menuai polemik. Penolakan dipelopori oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat, di antaranya Friends of the Earth dan Greenpeace. Selain kekhawatirkan terhadap dampak buruk kesehatan dan lingkungan, padi emas tidak akan menyelesaikan krisis kekuragan vitamin A dan masalah sosial-ekonomi di negara berkembang.

Mereka menunjukkan cara lain mengatasi kekurangan vitamin A dengan lebih efisien. Misalnya, UNICEF menggunakan suplementasi vitamin A yang terbukti meningkatkan kelangsungan hidup anak sebesar 12-24 persen dengan harga hanya beberapa sen.

Di tengah kontroversi, International Rice Research Institute (IRRI) yang berpusat di Filipina membuat evaluasi dan menyimpulkan,”Padi transgenik ini sebagai opsi baru yang disediakan oleh bioteknologi” (IRRI, 2000-2001). IRRI menggandeng lembaga penelitian di 16 negara, seperti di China, India, Vietnam, dan Indonesia untuk mengujicoba padi emas.

Di Indonesia, IRRI telah membangun pusat pembibitan padi transgenik di Muara, Bogor, Jawa Barat pada 2010. Proyek tersebut bertujuan untuk merekayasa genetika padi ciherang menjadi beras emas.

Saat itu juga muncul penolakan, diinsiasi kelompok petani dan lembaga swadaya masyatakat. Argumennya, Indonesia merupakan megabiodiversitas yang memiliki keragaman sumber pangan. Alih-alih merekayasa genetika padi, pemerintah diharapkan mendorong diversifikasi sumber pangan. Selain baik bagi kesehatan, divesifikasi pangan bisa mengurangi ketergantungan pada beras yang ketersediaannya ditopang impor.

Penolakan paling keras terjadi di Filipina, saat ratusan orang mencabuti tanaman padi emas di lahan uji coba IRRI di Bicol. Meskipun ditentang, padi emas bertahap mendapatkan dukungan para tokoh dunia, seperti dari Paus, penghargaan Paten untuk Kemanusiaan 2015, hingga dari 110 penerima Nobel pada 2016.

Dalam lima tahun terakhir, regulator di Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru, dan Australia menyetujui konsumsi beras emas, sekalipun tidak berencana membudidayakannya. Hingga baru-baru ini, Bangladesh melakukan evaluasi terakhir sebelum pelepasan padi emas. Sebelumnya, Bangladesh juga telah mengizinkan budidaya terong transgenik yang diperkuat daya tahannya terhadap serangan hama.

Berbeda dengan padi emas yang berada di bawah misi kemanusiaan, aneka tanaman transgenik yang dikembangkan perusahaan benih multinasional sebenarnya telah banyak yang sampai ke meja makan kita. Misalnya, sebagian besar tempe di Indonesia (80 persen) dibuat dari kedelai transgenik (Genetically Modified Organisms/GMO) yang diimpor dari Amerika.

Oleh AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 27 November 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 29 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB