Konservasi Lebih Hemat Dibanding Konversi Nabati

- Editor

Senin, 14 Maret 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Fluktuasi harga minyak fosil internasional yang cenderung naik berdampak pada berbagai upaya pemerintah mempertahankan ketahanan energi. Berdasarkan riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, konservasi energi berupa penghematan dengan penggunaan teknologi lebih efisien ternyata jauh lebih baik dibanding mengonversi minyak fosil dengan bahan bakar nabati.

”Riset konservasi energi, seperti memindahkan moda transportasi individual menjadi transportasi massal, bisa menghemat 50 persen, sedangkan konversi bahan bakar fosil dengan nabati menghemat tak sampai 1 persen,” kata Direktur Pusat Audit Teknologi BPPT Arya Rezavidi, Jumat (11/3) di Jakarta.

Menurut Arya, pemerintah jangan terjebak dengan fluktuasi harga minyak fosil saat ini. Konversi ke minyak nabati tidak serta-merta mengatasi persoalan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Arya, produksi bahan bakar nabati saat ini belum bisa menyaingi harga bahan bakar minyak fosil. Bahkan, kenaikan harga minyak fosil akan diiringi kenaikan harga berbagai komoditas yang bisa dijadikan sumber bahan bakar nabati. ”Namun, visi mengembangkan energi terbarukan dengan bahan bakar nabati tetap harus ditempuh untuk jangka panjang,” ujar Arya.

Menurut Arya, batu bara masih merupakan bahan bakar fosil termurah. Untuk memproduksi energi listrik dibutuhkan 5-7 sen dollar AS per kilowattjam. Dengan bahan bakar nabati untuk konversi minyak diesel, misalnya, membutuhkan biaya di atas 20 sen dollar AS per kilowattjam.

Energi terbarukan dengan energi hidro berskala besar di atas 10 megawatt, menurut Arya, sebetulnya masih menjadi sumber energi murah. Biaya produksi hanya 4-5 dollar AS per kilowattjam. Namun, saat ini pemanfaatan baru sekitar 10 persen.

Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material Unggul Priyanto mengatakan, sumber bahan bakar nabati paling efisien saat ini adalah tetes tebu. Namun, sumber bahan baku ini masih minim dan harus bersaing dengan industri gula. ”Biji-bijian memang banyak jenisnya, tetapi tak cukup untuk skala industri,” katanya.

Menurut Unggul, konservasi dengan minyak nabati saat ini belum bisa bersaing dengan harga minyak fosil. Namun, energi terbarukan tetap berpotensi menjadi sumber energi masa depan ketika bahan bakar fosil makin langka. (NAW)

Sumber: Kompas, 13 Maret 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB