Sejumlah ilmuwan dunia dari sejumlah perguruan tinggi, termasuk dari Universitas Harvard Amerika Serikat, akan menghadiri simposium di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, 6-7 Agustus 2015. Selain memperingati berdirinya Pusat Penelitian Cabang Panti di Taman Nasional Gunung Palung, mereka siap membahas program konservasi dalam jangka panjang dan hasil penelitian bersama.
Keberadaan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) sangat strategis. TNGP memiliki 134 spesies mamalia, 202 spesies burung, 17 spesies reptil, 33 spesies amfibi, dan 833 spesies tumbuhan, termasuk ulin dan bangkirai yang langka. TNGP juga menjadi sumber air bersih dan irigasi pertanian. Namun, TNGP juga tak lepas dari ancaman pembalakan dan perburuan satwa langka.
Cassie Freund, Direktur Program Yayasan Palung, Selasa (4/8), mengatakan, kegiatan itu upaya mengedukasi masyarakat dan pemerintah daerah tentang penelitian serta pentingnya TNGP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami mempertemukan peneliti lama ataupun baru, pekerja konservasi Indonesia ataupun internasional yang pernah meneliti di TNGP guna bekerja sama dalam jangka panjang untuk kelestarian,” tuturnya.
Stasiun penelitian
TNGP memiliki stasiun penelitian, yaitu Stasiun Penelitian Cabang Panti. Lokasi itu tempat penelitian ilmiah sangat penting di Kalbar sejak puluhan tahun lalu. “Peneliti dari sejumlah universitas dan lembaga ilmiah dalam dan luar negeri meneliti keragaman ekologi dan primata,” kata Cassie.
Lebih dari 100 peneliti dari dalam dan luar Indonesia bekerja di stasiun penelitian itu sejak 1984. Penelitian mereka berkontribusi penting bagi ilmu pengetahuan tentang hutan tropis.
Beberapa ilmuwan siap hadir, antara lain Mark Leighton (ahli primatologi dan botani) dari Universitas Harvard dan Andrew Marshall (primatolog dan botanis) dari Universitas Michigan.
Selain itu, hadir tim fotografer alam liar dari National Geographic International, Cheryl Knott (Direktur Eksekutif Yayasan Palung, primatolog dan antropolog dari Universitas Boston), dan Suci Utami Atmoko (ahli primatologi dan ekologi) dari Universitas Nasional Indonesia).
Nikodemus, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalbar, menuturkan, masyarakat di sekitar TNGP hendaknya dilibatkan juga untuk memberi masukan. “Jangan sampai misi menyelamatkan TNGP meninggalkan masyarakat di sekitar,” katanya. (ESA)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Agustus 2015, di halaman 14 dengan judul “Ilmuwan Dunia Kumpuldi Kalbar”.