Sebuah studi yang baru saja dipublikasikan dalam ulasan jurnal PeerJ – Journal of Life and Environmental Sciences – menyoroti fakta bahwa manfaat ekonomi dari ekspor komoditas bagi negara yang menjadi habitat primata relatif terbatas. Hal ini disebabkan biaya lingkungan yang tinggi akibat polusi, degradasi habitat, kehilangan keanekaragaman hayati, ketidakamanan pangan, dan ancaman penyakit menular.
Fauna primata dunia terdistribusi di daerah neotropis, Afrika, dan Asia bagian selatan dan tenggara, antara lain Indonesia yang memiliki primata endemis orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Daerah-daerah ini merupakan komponen penting bumi yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi di daratannya.
DOK OIC–Unit Respon Konflik Orangutan Manusia Tim – Pusat Informasi Orangutan (HOCRU – OIC) mengevakuasi orangutan yang terkurung di kebun sawit, di Subulussalam, Aceh, Rabu (20/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam Sciencedaily, 17 Juni 2019 disebutkan keberadaan dan kegiatan primata mendukung berbagai fungsi dan layanan ekologi pada ekosistem tropis yang menyediakan sumber daya vital bagi alam, termasuk bagi populasi masyarakat lokal. Namun sekitar 60 persen spesies primata kini terancam punah dan 75 persen populasinya menurun akibat meningkatnya tekanan antropogenik (manusia). Aktivitas manusia itu mengakibatkan deforestasi, degradasi habitat, serta meningkatnya konflik spasial akibat populasi manusia yang bertumbuh dan perkembangan primata secara alami lamban.
Studi ini menemukan bahwa permintaan pasar yang meningkat akan komoditas pangan dan non-pangan dari negara-negara berpenghasilan tinggi dan komunitas global pada umumnya adalah pendorong utama hilangnya dan degradasi habitat primata yang cepat dan meluas. Konsumsi global makanan dan sumber daya alam, bersama dengan ekonomi yang mengglobal menciptakan pasar internasional yang berkembang untuk produk pertanian.
Pertumbuhan itu juga tercermin dalam pertumbuhan area deforestasi yang didorong komoditas. Bukti yang tersedia menunjukkan, pada tahun 2001-2015, hutan tropis seluas 160 juta hektar hilang karena aktivitas manusia. Sekitar 50 persen kehilangan hutan ini disebabkan komoditas. Artinya, hutan dikonversi menjadi ladang pertanian, padang rumput ternak, tambang mineral/logam, eksplorasi bahan bakar fosil, dan urbanisasi.
Upaya global
Karena ekstraksi sumber daya komoditas global diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 85 miliar ton hari ini menjadi 186 miliar pada tahun 2050, upaya membalikkan tren penurunan populasi dan kepunahan primata saat ini akan amat berat. Ancaman kehilangan habitat dan degradasi hutan pada primata bisa diatasi dengan upaya global.
Upaya global itu bisa dilakukan antara lain dengan menurunkan permintaan per kapita untuk pangan dan komoditas non-pangan berisiko dari daerah hutan habitat primata. Hal itu disertai penerapan praktik penggunaan lahan berkelanjutan dalam peningkatan mutu kehidupan komunitas manusia lokal, melindungi keanekaragaman hayati lokal, dan mengurangi perubahan iklim.
Untuk menghindari kepunahan primata dunia yang akan datang, para peneliti menyarankan sejumlah langkah yang harus diterapkan termasuk mengubah kebiasaan konsumen global (misalnya, memakai lebih sedikit biji minyak dan makan lebih sedikit daging), penciptaan dana perbaikan lingkungan internasional untuk mengurangi dampak negatif dari perdagangan komoditas berisiko hutan, dan menuntut tanggung jawab atas kerusakan lingkungan kepada perusahaan-perusahaan internasional yang mengendalikan produksi, ekspor, dan rantai pasokan.
Penulis materi jurnal tersebut yakni Alejandro Estrada, Paul A Garber, dan Abhishek Chaudhary menulis, permintaan konsumen global yang terus meningkat akan komoditas pangan dan non-pangan dari daerah jangkauan primata menempatkan populasi primata dalam risiko kepunahan. Permintaan yang meningkat ini telah mengakibatkan percepatan ekspansi pertanian global dan industri ekstraktif dan dalam pertumbuhan infrastruktur untuk mendukung kegiatan ini yang mengarah pada hilangnya dan degradasi habitat primata secara luas.
“Primata dan habitatnya adalah komponen vital dari warisan alam dan budaya dunia dan sebagai kerabat biologis terdekat kita, primata bukan manusia pantas mendapatkan perhatian, perhatian, dan dukungan penuh kita untuk konservasi dan penyintas mereka,” kata penulis.–ICHWAN SUSANTO
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompad, 20 Juni 2019