Kehadiran Negara Belum Memenuhi Hak Rakyat
Pembatalan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi, Rabu (18/2), diyakini sebagai pintu masuk negara memenuhi hak rakyat atas air sebagaimana amanat konstitusi. Namun, tanpa kerja keras pemerintah, serta didukung dana dan pengelolaan yang tepat sasaran, ketersediaan air minum justru terancam.
Saat ini, semua sungai besar di Indonesia tidak layak dijadikan sumber air baku untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Di Jakarta, pencemaran sungai jauh di atas ambang batas yang disyaratkan. Bahkan, dari sekitar 807.000 pelanggan dari dua perusahaan air minum di Jakarta, hampir 300.000 tidak terlayani.
“Di sisi lain, tingkat kebocoran tinggi. Air baku tidak ada. Ini salah satu bentuk kelangkaan air,” kata pendiri Indonesia Water Institute yang juga dosen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Firdaus Ali, di Jakarta, Minggu kemarin. Itu terjadi bertahun-tahun, tetapi tidak pula tuntas teratasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bertahun-tahun pula jutaan warga di kota besar dan sekitar Ibu Kota mengandalkan ketersediaan air bersih dari gerobak dorong yang dijual per jeriken. Ada juga yang mengandalkan air isi ulang atau membeli air minum dalam kemasan (AMDK) galon.
Salman Fauzi (23), pedagang air mineral galon di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mengatakan, 30-40 galon air mineral di tokonya habis setiap tiga minggu. Bahkan, lebih cepat. “Pelanggan yang tak kebagian biasanya pergi ke depot air isi ulang,” katanya.
Peramban Anda tak mendukung markah video
Di kios Heru (26), di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 20 galon air mineral habis kurang dari dua pekan. Tak jarang ia menunggu pesanan dari distributor karena banyaknya permintaan.
Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), volume penjualan setiap tahun di seluruh Indonesia meningkat. Pada 2013, penjualan mencapai 20,3 miliar liter, naik menjadi 23,9 miliar liter pada 2014. Adapun menurut data Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), total volume air yang didistribusikan semua anggotanya 3,2 miliar liter yang mencakup 10 juta sambungan.
10.000 pengusaha
Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha, Pemasok, dan Distributor Air Minum Indonesia, yang memayungi pengusaha air isi ulang, volume penjualan air mineral anggotanya diperkirakan 2,85 miliar liter. “Itu proyeksi kami karena sulit mendeteksi jumlah semua anggota,” kata Budi Darmawan, sekretaris jenderal asosiasi itu. Saat ini, sekitar 10.000 pengusaha air isi ulang beroperasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Menurut Ketua Umum Aspadin Hendro Baroeno, masyarakat sebenarnya bebas memilih penyediaan air minumnya, menggunakan AMDK, air isi ulang, atau memasak sendiri. “Jika setelah putusan MK semua distop izinnya, berarti semua terhenti dan harus impor,” katanya.
Sifat produksi AMDK, kata Hendro, satu hari habis untuk hari itu. Itulah penyebab pada Lebaran sering kali pelanggan kehabisan persediaan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, memang tidak mungkin menggantikan langsung peran swasta yang sudah dimainkan selama ini setelah putusan MK. Namun, bukan berarti tidak ada kendali atas keterlibatan swasta.
Momentum negara
Pembatalan UU Sumber Daya Air diluluskan setelah uji materi diajukan PP Muhammadiyah; Al Jam’iyatul Wasliyah; Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan; Perkumpulan Vanaprastha; serta sejumlah tokoh, di antaranya Rachmawati Soekarnoputri, Fahmi Idris, Adhyaksa Dault, La Ode Ida, Amidhan, dan Marwan Batubara.
Pembatalan UU berikut enam peraturan pemerintah turunannya itu membawa konsekuensi, di antaranya hilangnya payung hukum swastanisasi air. Semua produksi setelah putusan MK hingga ada peraturan baru dikategorikan ilegal.
Terkait putusan MK yang memenuhi desakan para pemohon agar pengusahaan atas air dikembalikan kepada negara, Firdaus Ali menilainya sebagai momentum yang besar dan berharga. “Ini momentum negara hadir kembali. Namun, kemampuan anggaran pemerintah terbatas, sedangkan layanan air bersih tidak bisa menunggu hingga negara mampu dulu,” katanya.
Untuk itu, pemerintah bisa tetap bekerja sama dengan swasta. Namun, negara hadir lebih kuat dalam wujud membatasi keuntungan swasta. Negara juga hadir sebagai pengawas, fasilitator, dan evaluator sambil tetap memberikan stimulus agar kerja sama tidak merugikan semua pihak.
Basuki Hadimuljono mengatakan, pemerintah siap memainkan peran barunya seperti diamanatkan MK. Dari sisi hukum, pihaknya menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah mengacu pada UU No 11/1974 tentang Pengairan, acuan baru menggantikan UU Sumber Daya Air.
“Kami akan melibatkan para pihak, termasuk pihak pemohon penggugat UU SDA itu. Kami jamin itu supaya hasilnya bisa diterima banyak pihak,” ujarnya.
Terkait peran pemerintah agar lebih kuat, salah satunya bisa lewat penguasaan saham mayoritas pada perusahaan berbasis air di Indonesia. “Kami juga menjalankan fungsi supervisi agar pemerintah daerah lebih berperan dalam hal penguasaan sumber daya air, termasuk pengawasan dan konservasi,” katanya.
Soal pengawasan itu pula yang masih bermasalah. Di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, misalnya, sejak 2007 dikeluarkan 1.104 rekomendasi teknis pengambilan air tanah.
“Kami biasa menerima laporan pengambilan air dari perusahaan tiap bulan. Tapi, personel kami tidak bisa memantau semua aktivitas perusahaan,” kata Kepala Bidang Pertambangan dan Energi Dinas Pengairan dan Pertambangan Kabupaten Pasuruan Murnindya Priasto.
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air Muhammad Reza Sahib mengatakan, kehadiran negara mengelola sumber daya air memang lemah. Di lapangan, konflik horizontal ataupun warga dengan perusahaan bukan asing lagi. UU SDA yang dibatalkan adalah contoh lemahnya pemerintah di hadapan negara donor.
“Pemerintah belum mencoba mengusahakan air untuk memenuhi hak rakyat dengan baik. Namun, sudah mengalihdayakan kepada swasta. Itu harus diambil lagi,” katanya.
(B07/JOG/ANA/DIA/CAS/AIK/MH/GSA)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Maret 2015, di halaman 1 dengan judul “Ketersediaan Air Minum Terancam”.