KAMIS, tanggal 21 Juni lalu tentunya menjadi salah satu hari suram dalam dunia penerbangan Indonesia. Betapa tidak, belum hilang dalam ingatan kita jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 Mei lalu, kini lagi-lagi publik dikejutkan dengan peristiwa jatuhnya pesawat Fokker F-27 Troopship tipe 400M milik Skuadron Udara 2 TNI-AU.
Seperti banyak diberitakan oleh media massa Tanah Air, pesawat ini jatuh di Komplek Rajawali, Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta. Peristiwa tragis yang terjadi pada pukul 14.45 WIB ini menewaskan tujuh awak pesawat, serta empat warga perumahan. Selain korban nyawa, tercatat delapan bangunan (tujuh rumah kediaman anggota TNI AU dan satu aula RT) rusak parah akibat tertimpa badan pesawat.
Menurut Wakil Kepala Staf TNI AU, Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi, pesawat Fokker F-27 yang jatuh tersebut masih layak terbang. Pesawat F-27 ini telah menjalani perawatan rutin sesuai jadwal. Pemeriksaan terakhir dilakukan pada tangal 1-15 Juni 2012 (Antara, 21/6/2012). Pesawat dengan nomor registrasi A-2708 ini juga memiliki mesin yang masih layak operasi dengan jam pemakaian sekitar 9.200 jam operasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kecelakaan yang terjadi di Halim Perdanakusuma tentunya menambah daftar panjang kecelakaan F-27 di Indonesia. Tercatat sejak masuk pertama kali ke Indonesia tahun 1966, pesawat ini telah mengalami kecelakaan sebanyak sembilan kali. Kecelakaan pertama terjadi pada tahun 1972.
Bagi TNI AU, musibah ini merupakan kecelakaan kedua Fokker F-27. Sebelumnya, pada 6 April 2009, pesawat jenis ini mengalami musibah jatuh di Pangkalan Udara TNI AU Husein Sastranegara, Bandung. Kala itu pesawat Fokker F-27 dengan nomor registrasi A-2703 jatuh menimpa hanggar Aircraft Services milik PT Dirgantara Indonesia dan menewaskan 24 personel TNI AU.
Tangguh
Dalam dunia penerbangan, nama Fokker F-27 memang sudah tak asing lagi. Pesawat angkut buatan pabrikan pesawat asal Belanda, Fokker Aviation ini termasuk pesawat laris. Selain dipakai oleh Indonesia dan Belanda, pesawat ini juga dipakai Irlandia, Finlandia, dan Spanyol. Untuk kawasan regional Asia Tenggara, tercatat Thailand, Singapura, dan Filipina menjadi operator pesawat jenis ini.
Pesawat Fokker F-27 dirancang pada tahun 1950-an dan prototipenya terbang perdana 24 November 1955. Versi awal pesawat ini dibuat sebagai pesawat angkut penumpang (versi sipil) jarak pendek hingga menengah dengan nama Friendship. Untuk memenuhi keperluan militer, F-27 versi sipil ini kemudian dikembangkan Fokker ke dalam versi militer dengan nama Troopship.
Fokker F-27 yang memiliki panjang 23,56 meter dan rentang sayap 29 meter ini ditenagai sepasang mesin turboprop Rolls-Royce Dart Mk 532-7 yang masing-masing mampu menghasilkan gaya dorong 1.678 kW. Dengan kedua mesin ini, F-27 memiliki kecepatan jelajah normal 480 km/jam dengan jarak jelajah operasional 1.158 km.
Pesawat versi militer ini dikenal tangguh dan memiliki sejumlah keunggulan. Pesawat ini merupakan pesawat angkut multiguna yang dapat digunakan untuk mengangkut personel, logistik, penerjunan personel, hingga pelepasan logistik dari udara (dropping logistik). Untuk itu, pesawat memiliki pintu kargo ukuran besar yang mampu mengakomodasi berbagai macam keperluan militer. Khusus untuk F-27 tipe 400M mampu mengangkut muatan kargo seberat 6.148 kg.
Konfigurasi kabin untuk membawa kargo juga dapat diubah untuk mengangkut pasukan para (paratroop). Untuk fungsi ini, pesawat dilengkapi pintu samping di masing-masing sisi belakang badan pesawat yang memudahkan penerjunan pasukan para. Total tak kurang dari 45 pasukan para mampu di angkut pesawat ini.
Fokker F-27 dikenal memiliki kemampuan mumpuni. Pesawat bermesin ganda dengan konfigurasi sayap tinggi (high wing) ini masuk kategori pesawat STOL (Short Take-Off and Landing), yakni pesawat yang memiliki kemampuan lepas landas dan mendarat di landasan pendek. Hal ini tentu membuat F-27 sangat cocok dengan kondisi lapangan terbang di Indonesia, apalagi menurut data dari Indonesia Aerodrome Index Chart 2005, Indonesia memiliki sekitar 235 lapangan terbang aktif dengan panjang landasan kurang dari 1.200 meter. (24)
– Yudi Supriyono, pemerhati masalah pertahanan dan dirgantara, admin web aviasi dan alutsista di aviasista.com.
Sumber: Suara Merdeka, 9 Juli 2012