Tak semua orang tahu kelemahan kompas, terutama bila digunakan di tempat yang banyak mengandung logam atau besi
BEBERAPA hari lalu beredar surat dari Kanwil Kemenag Jateng ke jajarannya di tingkat kabupaten/ kota perihal rasdul kiblat, untuk kemudian diminta meneruskan ke KUA terkait pengukuran arah kiblat dengan metode itu, melibatkan pengurus masjid, mushala, atau langgar masing-masing. Membicarakan arah kiblat sepintas ’’sederhana’’ sehingga banyak yang tidak menghiraukan ketepatannya.
Di lapangan arah kiblat masjid, mushala, dan langgar bisa berbeda-beda walaupun berada dalam satu kota, bahkan di satu wilayah RW. Hasil penelitian penulis, menemukan beberapa faktor yang mendasari perbedaan tersebut. Pertama; ada kecenderungan menyerahkan penentuan arah kiblat ini sepenuhnya kepada tokoh masyarakat. Padahal belum tentu tokoh tersebut paham.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kedua; hasil pengukuran memakai kompas khusus untuk mementukan arah kiblat kurang akurat walaupun harus diakui masyarakat cukup terbantu dengan adanya alat itu yang harganya relatif terjangkau. Dengan alat yang ukurannya sebesar bungkus rokok, bahkan banyak yang lebih kecil, muslimin bisa dengan mudah menemukan arah kiblat.
Namun tak semua orang tahu kelemahan kompas, terutama bila digunakan di tempat yang banyak mengandung logam atau besi. Kompas pun tidak persis menunjuk arah utara karena ada penyimpangannya terkait dengan deviasi magnit. Angka untuk tiap tempat pun berbeda-beda sehingga kompas sebenarnya hanya penunjuk ancar-ancar.
Cara kerja kompas khusus untuk mencari arah kiblat sama persis dengan kompas biasa. Perbedaannya, piringan pada kompas biasa berskala 360 derajat yang berarti mempergunakan satuan derajat busur, sedangkan piringan kompas kiblat dibagi 40 bagian yang berarti skala per satu bagian bernilai 9 derajat busur.
Kompas khusus kiblat dilengkapi petunjuk yang berisi daftar kota di dunia berikut angka pedoman arah kiblatnya. Dengan menempatkan jarum kompas pada sebuah angka maka secara otomatis tanda panah penunjuk arah kiblat (yang nantinya menunjukkan angka 0) sebagai arah kiblat dari kota yang dimaksud.
Metode Sederhana
Namun penunjuk arah dalam kompas khusus kiblat itu juga masih bersifat ancar-ancar karena tetap ada penyimpangan arah, bahkan untuk kota-kota tertentu penyimpangannya bisa mencapai 20 derajat.
Sebenarnya ada beberapa cara untuk menentukan arah kiblat, dan saat ini yang hasilnya paling akurat adalah dengan teodolit. Karena harganya relatif mahal, realitas di lapangan tak banyak yang memakainya kecuali terkait pembangunan masjid berskala besar.
Ada cara lain yang sederhana dan hasilnya juga akurat yaitu dengan memanfaatkan momen posisi matahari di atas zenith (titik di angkasa yang berada persis di atas si pengamat-Red) Kakbah atau Masjidil Haram. Arah bayang-bayang dari benda yang tegak lurus secara otomatis menunjukkan arah kiblat bagi tempat bersangkutan. Cara ini yang disebut rasdul kiblat, sederhana dan tidak perlu mengeluarkan biaya.
Pengukuran dengan cara itu bisa dilakukan dua kali setahun, yaitu ketika matahari akan mencapai titik paling utara (deklinasi paling utara plus 230 derajat 27 detik) dan ketika matahari akan mencapai titik paling selatan (deklinasi paling selatan, minus 230 derajat 27 detik). Tahun 2011 kesempatan pertama jatuh pada Sabtu, 28 Mei pukul 16.18 WIB, dan kedua pada Sabtu, 16 Juli pukul 16.27 WIB.
Bayang-bayang arah kiblat pada 15 Juli 2011 sudah bisa diamati sekitar 5 menit sebelum dan sesudah pukul 16.27 WIB. Sebaiknya pengamatan dilakukan pada hari-hari sebelumnya, misalnya 13-14 Juli pukul 16.27 WIB dan sesudahnya yaitu 16-17 Juli jam yang sama.
Pengecekan silang ini untuk melihat toleransi bayang-bayang arah kiblat yang tepat. Begitu pula pada pengamatan bayang-bayang arah kiblat pada 27 Mei dan 28 Mei 2011. Dengan melihat dan menentukan arah menggunakan metode rasdul kiblat, kita bisa menemukan titik arah kiblat yang tepat, dengan cara sederhana dan murah. (10)
Muhammad Agus Yusrun Nafi’ SAg MSi, dosen Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang, Pengurus Wilayah Lajnah Falakiyah NU Jawa Tengah
Sumber: Suara Merdeka, 28 Mei 2011