Amdal Tak Beres, Izin Tak Diterbitkan
Rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dikritik karena tidak ada di dalam rencana tata ruang wilayah. Hanya Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dari sembilan kabupaten/kota yang dilintasi telah mencantumkan kereta cepat dalam tata ruangnya.
Kritik itu muncul dalam Sidang Komisi Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, Selasa (19/1) di Jakarta. Megaproyek itu dinilai mendapatkan keistimewaan dalam proses izin lingkungan, di antaranya terkait dengan dasar hukum kegiatan.
Sejumlah perwakilan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah kabupaten/kota mengatakan, trase kereta api cepat belum masuk dalam rencana tata ruang wilayah masing-masing. Trase kereta cepat ini melewati Jakarta Timur, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, syarat utama izin lingkungan adalah kegiatan itu berada di lokasi sesuai dengan peruntukannya. Masalah RTRW telah coba diatasi dengan penerbitan Perpres No 107/2015 (Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung) yang direspons dengan rekomendasi dari Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan bupati/wali kota untuk perubahan RTRW.
“Namun, sampai sekarang belum dilakukan penyesuaian tata ruang sesuai trase. Kami minta detail trase dan koordinatnya agar bisa segera disesuaikan,” kata Nuning Yuliastani, dari Dinas Perhubungan Jawa Barat.
Karena tak didasari RTRW, Bang Imam dari LSM Sapulidi yang juga anggota Tim Komisi Penilai Amdal Kota Bekasi menyatakan, amdal tak layak lingkungan. “Ini belum layak disebut analisis dampak lingkungan,” katanya.
“Analisis dampak lingkungan ini belum bisa dikatakan layak lingkungan karena belum ada dasar hukum RTRW,” kata Meki, perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat.
Pemimpin Sidang Komisi Amdal, yang juga Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, San Afri Awang mengakui, dari sisi detail trase belum tercantum dalam RTRW daerah.
Namun, lanjutnya, peraturan daerah Jawa Barat telah menyatakan rencana pembuatan kereta cepat ini. “Menurut saya, tak ada yang dilanggar karena Menteri Perhubungan sesuai kompetensinya telah mengeluarkan izin trase. Meski trase belum tercantum dalam RTRW, pernyataan kereta cepat sudah ada,” ujarnya.
Ia berharap jajaran Kementerian Koordinator Perekonomian sebagai Kepala Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang telah mendapatkan perintah Presiden (Perpres No 107/2015) untuk menyinkronkan tata ruang di daerah-daerah.
Bencana
Catatan lain yang dinilai sangat krusial adalah kereta cepat berkapasitas 494 penumpang itu berkecepatan tinggi hingga 350 kilometer per jam. Sedikit terjadi gangguan, seperti pergeseran tanah atau longsor, dapat berakibat fatal.
Peringatan soal risiko bencana ini disampaikan sejumlah pihak yang mewakili pemerintah daerah dan lembaga nonpemerintah serta masyarakat. Sehari sebelumnya, pakar-pakar dalam tim teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun mengingatkan hal tersebut.
“Paling penting soal penanggulangan bencana. Saya lihat belum lengkap, akan saya tekan habis agar dinyatakan di dalam dokumen amdal. Sambil jalan dilengkapi. Kalau belum beres, ya tidak mau sembarangan. Harus jaga kualitas,” kata San Afri Awang.
Setelah mempelajari dokumen amdal dan masukan dari banyak pihak selama dua hari terakhir, ia menyarankan agar pemrakarsa, konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China, memiliki pakar kebencanaan dan geologi.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China Hanggoro Budi Wiryawan mengatakan, analisis terkait kebencanaan ada dalam dokumen. Ia mengakui operasional kereta cepat sangat sensitif terhadap gangguan.
Mendorong ekonomi
Pembangunan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung diyakini akan mendorong perekonomian di sepanjang jalur kereta tersebut. Kebangkitan perekonomian itu bukan hanya akibat pergerakan sektor pariwisata, melainkan juga sektor pendukung lain, seperti industri manufaktur, logistik, dan properti.
Di sisi lain, proyek pembangunan jalur kereta cepat sepanjang 150 kilometer ini akan menggunakan 60 persen tenaga kerja lokal meskipun masih tetap akan menggunakan tenaga ahli dan insinyur dari Tiongkok, setidaknya pada tahap awal proyek.
Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Xie Feng mengemukakan hal itu dalam pertemuan dengan sejumlah media di kediamannya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta. (ICH/IDR)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Januari 2016, di halaman 19 dengan judul “Kereta Cepat Tak Ada di Tata Ruang”.