Kepulauan Seribu direpotkan dengan persoalan sampah. Kondisi itu bisa berdampak pada turunnya kunjungan wisatawan. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan masyarakat mulai melakukan sejumlah langkah untuk mewujudkan mimpi menjadi pulau nol sampah.
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA–Anak-anak di Kepulauan Seribu, Jakarta, bermain di sekitar pelabuhan penyeberangan, Sabtu (29/6/2019). Persoalan sampah belum sepenuhnya dapat tertangani di Kepulauan Seribu. Kondisi itu dikhawatirkan berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan.
Pemerintah telah menetapkan Kepulauan Seribu sebagai satu dari 10 destinasi wisata prioritas pada 2016. Kesepuluh destinasi wisata itu digadang-gadang bakal menjadi 10 Bali baru. Namun, persoalan sampah bisa menghambat upaya Kepulauan Seribu menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada tiga jenis sumber sampah di Kepulauan Seribu, yaitu sampah yang berasal dari laut, pulau, dan kiriman dari daratan Jakarta. Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Seribu Yusen Hardiman, Sabtu (29/6/2019), mengatakan, ada 40 ton sampah per hari di wilayah Kepulauan Seribu.
Jika dirinci, sampah yang dihasilkan masyarakat Kepulauan Seribu mencapai 17,37 ton sampah. Sementara sampah yang dihasilkan wisatawan 1,6 ton per hari. Jumlah itu belum termasuk dari sampah kiriman.
Sampah kiriman menjadi penyumbang sampah terbanyak di Kepulauan Seribu. Total ada sembilan sungai yang mengalirkan sampah ke Kepulauan Seribu. Sembilan sungai tersebut yaitu 7 sungai dari DKI Jakarta, 1 sungai dari Banten, dan 1 sungai dari Bekasi. Setiap sungai membawa sampah seberat 7 ton per hari.
Pegiat lingkungan Kepulauan Seribu, Mahariah (49), mengatakan, Kepulauan Seribu mendapat tekanan luar biasa dari luar dan dalam soal sampah. Sampah kiriman merupakan bentuk tekanan dari luar.
Tekanan dari dalam tidak kalah hebatnya. Masyarakat Kepulauan Seribu belum terbiasa tidak menggunakan plastik dalam keseharian. Untuk keperluan minum dan berbelanja, misalnya, belum banyak warga yang memulai gaya hidup diet kantong plastik. Hampir semuanya menggunakan plastik sebagai wadah.
DOK SUDIN LH KEPULAUAN SERIBU–Sampah yang terbawa hingga ke Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Dari 110 pulau di Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka merupakan pulau yang mendapat tekanan terberat. Statusnya sebagai pulau konservasi, pusat pemerintahan, dan permukiman membuat penanganan sampah menjadi tidak mudah. Ada banyak perspektif dan kepentingan berkelindan terkait dengan upaya penanganan sampah di Pulau Pramuka.
Kepala Bidang Area 1 Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional 2 Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Wastuti menyampaikan, persoalan sampah di Kepulauan Seribu mulai disorot oleh para wisatawan. Tak ayal, persoalan sampah dikhawatirkan akan memengaruhi tingkat kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 801.421 wisatawan domestik berkunjung ke Kepulauan Seribu pada 2015. Jumlah tersebut turun menjadi 759.027 wisatawan pada 2016 dan meningkat kembali pada 2017 menjadi 769.581 wisatawan domestik.
Stop plastik
Bekerja sama dengan pihak swasta, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Seribu mulai melakukan sejumlah langkah untuk menjadi pulau nol sampah. Wastuti menyampaikan, pemerintah pusat akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pemkab dalam mengatasi permasalahan sampah.
”Salah satu upaya yang pemerintah lakukan dengan kampanye larangan menggunakan plastik sekali pakai,” ujarnya.
Langkah serupa dilakukan Pemkab Kepulauan Seribu. Bupati Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Husein Murad telah memulai kampanye stop penggunaan kemasan dan sedotan plastik di 13 satuan kerja perangkat daerah.
Pemkab melarang penggunaan kemasan tak ramah lingkungan dalam setiap acara sehari-hari dan kedinasan. Seruan ini telah berlaku setidaknya dalam setahun terakhir.
ARSIP WARGA PULAU PARI–Bangkai seekor penyu terekam mengapung di laut dekat Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Selasa (27/11/2018). Penyebab kematiannya belum diketahui, tetapi yang jelas bangkai itu berada di antara sampah yang sebagian di antaranya terdampar ke Pulau Pari. Saat mencapai pantai, limbah minyak atau pek terpantau menempel pada sampah.
Selain itu, Pemkab Kepulauan Seribu juga bekerja sama dengan pihak swasta. Salah satunya dengan menggandeng PT Astra International Tbk menggelar Jambore Nasional Adiwiyata pada hari Sabtu. Jambore mengangkat tema ”Pulauku Nol Sampah”.
Daur ulang sampah
Dalam jambore ini, para peserta yang berasal dari 13 provinsi berkumpul di Kepulauan Seribu untuk belajar cara mengolah sampah dan mengubahnya menjadi barang bernilai ekonomi.
Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Pramuka, dipilih sebagai tuan rumah jambore karena konsep pulau nol sampah yang ditawarkan bupati. Mengubah sampah menjadi barang bernilai ekonomi telah dilakukan masyarakat Pulau Pramuka.
Di sejumlah titik jalan raya terlihat ada beberapa tong sampah yang terbuat dari botol plastik bekas. Botol plastik itu disusun setinggi 60 sentimeter dan dicat berwarna-warni. Selain itu, di sekitar ruang terbuka hijau ada bangku yang dibuat dari botol plastik bekas.
Mahariah mengungkapkan, masyarakat Kepulauan Seribu sedang didorong untuk semakin sedikit memproduksi sampah. Mahariah bersama rekan-rekannya giat menyosialisasikan gaya hidup nol sampah. Ia secara aktif membimbing warga agar bisa mengelola sampahnya menjadi benda bernilai ekonomis. Dengan demikian, jumlah sampah yang dihasilkan warga pulau semakin bisa ditekan.
”Biasanya saya memberi pelatihan mendaur ulang sampah pada akhir pekan,” ujar Mahariah.
Selain itu, Mahariah mengajarkan masyarakat pulau cara menanam mangrove di Pulau Pramuka. Awalnya, banyak warga yang kurang tertarik. Namun, Mahariah punya cara lain. Pertama-tama, ia meminta rekan-rekannya sesama pegiat lingkungan membeli bibit pohon mangrove. Warga kemudian tertarik mencari bibit mangrove dan menjualnya kepada Mahariah dan rekan-rekannya.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Petugas dari Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu membersihkan sampah di pantai di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakata, Jumat (30/11/2018). Sampah yang hanyut sampai ke pantai tersebut sebagian besar berlumur limbah minyak. Belum diketahui asal usul minyak yang mencemari sejak Senin (26/11/2018) tersebut.
Dari sana, minat warga terhadap mangrove kian bertambah. Mahariah pun semakin leluasa mengajarkan warga cara menanam mangrove. Setelah mendapat pengetahuan cara menanam mangrove, warga kemudian mengembangkan bisnis pariwisata rekreasi menanam mangrove bagi para wisatawan yang berkunjung. Mereka dibayar untuk mengajari wisatawan cara menanam mangrove. Cara ini sekaligus bisa melestarikan lingkungan dan menambah penghasilan warga sekitar.
Pesan dari nelayan
Nelayan di Kepulauan Seribu juga turut bergerak mengampanyekan kelestarian lingkungan, terutama membebaskan laut dari sampah. Karnaval Seribu Kapal menjadi panggung bagi nelayan untuk ramai-ramai menyuarakan pelestarian lingkungan. Perahu-perahu nelayan bersolek, ”menunggangi” lomba perahu hias.
Mereka mendekorasi perahunya dengan membuat boneka biota laut raksasa di atap perahu. Ada pula pesan-pesan pelestarian lingkungan yang terselip di perahu. Ada pula tulisan ”Jangan biarkan kami punah” dan ”Sampah bukan warisan anak cucu kita”.
Meskipun berbeda-beda dalam setiap cara penyampaiannya, satu hal yang sama dari setiap perahu adalah imbauan agar manusia senantiasa menjaga kebersihan laut. Nelayan memosisikan biota-biota laut dalam itu sebagai makhluk pembawa pesan.
Penyu belimbing, penyu sisik, dan ikan marlin seolah-olah hendak berbicara kepada manusia. Sebab, di tangan manusialah kelestarian lingkungan hidup biota laut itu dipertaruhkan.
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA–Perahu hias berjudul ”Blue Marlin” karya Ibrahim (46) bersandar di Dermaga Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Salah seorang peserta lomba, Ibrahim (46), mengatakan, perlu waktu kurang lebih tiga hari untuk mendesain kapalnya. Ibrahim memilih tema ikan marlin biru untuk ditampilkan.
Pemilihan tema itu tidak sembarangan. Ibrahim ingin agar ikan blue marlin yang merupakan ikan penyendiri dan favorit para pemancing bisa dikenal oleh khalayak. Menurut Ibrahim, saat ia remaja, populasi ikan blue marlin di perairan Kepulauan Seribu teramat banyak. Setiap kali pergi memancing, dek perahu nelayan selalu penuh dengan ikan hasil tangkapan, termasuk blue marlin.
Namun, pencemaran laut di Kepulauan Seribu menyebabkan populasi ikan marlin biru semakin berkurang. Hal itu karena ikan kecil yang menjadi mangsa ikan blue marlin banyak yang mati karena tercemar sampah. Karena makanannya musnah, populasi blue marlin juga kian sedikit. Ibrahim kini merasakan kerinduan mendalam terhadap laut yang dulunya bersih, kini menjadi tempat pembuangan sampah-sampah manusia.
Masyarakat Kepulauan Seribu kini tengah berbenah. Upaya mereka mengurangi produksi sampah bisa jadi belum memberikan hasil untuk saat ini. Pun demikian, mereka percaya dan yakin suatu saat akan mampu mengubah wajah Kepulauan Seribu dari seribu sampah menjadi nol sampah.–I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
Editor HAMZIRWAN HAM
Sumber: Kompas, 7 Juli 2019