Kendalikan Pandemi Sebelum Ada Vaksin

- Editor

Sabtu, 25 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Upaya menemukan vaksin Covid-19 membutuhkan waktu lama. Sambil menanti kehadiran vaksin tersebut, upaya pengendalian penyakit itu harus tetap dilakukan agar wabah tidak meluas.

Harapan terhadap pengembangan vaksin tidak boleh melupakan pentingnya upaya pengendalian wabah Covid-19 melalui intervensi kesehatan dan perilaku. Banyak negara sukses mengendalikan wabah sekalipun belum ada vaksin.

“Kita tidak bisa mempercepat proses uji klinis vaksin Sinovac ini, sekalipun Pak Presiden memintanya. Prosesnya harus tetap benar dan sesuai standar ilmiah,” kata ketua tim riset uji klinis vaksin Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung, Kusnandi Rusmil, Jumat (24/7/2020).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut dia, uji klinis akan dilakukan terhadap 1.620 orang. Sesuai jadwal, uji klinis akan dilakukan mulai Agustus 2020 dan hasilnya akan dipantau hingga Januari 2021. Saat ini timnya masih melakukan persiapan, termasuk memperbaiki rencana berdasarkan masukan dari Komite Etik Penelitian terhadap rencana riset atau uji klinik fase tiga yang akan dilakukan.

“Ada masukan komite etik agar semua subyek yang ikut uji klinik dites dulu dengan PCR (polymerase chain reaction). Kami setuju dengan ini, karena ini memang virus baru jadi harus lebih hati-hati. Saat ini dilakukan perbaikan proposal,” katanya.

Dia optimis bisa menemukan 1.620 relawan di Bandung dengan rentang usia 18-59 tahun yang mau menjadi subyek penelitian ini. “Kami sudah 32 kali melakukan uji klinis, termasuk yang sekarang. Sudah ada beberapa calon subyek yang antusias untuk ikut,” ujarnya.

Prosesnya, setelah didaftar dan diperiksa kesehatannya, separuh dari jumlah subyek penelitian akan diberi suntikan vaksin, dan sisanya mendapatkan plasebo sebagai pembanding. Mereka kemudian akan terus dipantau dalam skala harian hingga bulanan untuk mengetahui dampaknya pada tubuh.

“Kita akan melihat terutama dua hal, dampak atau efek samping, meliputi reaksi lokal maupun reaksi sistemik, selain efikasinya,” katanya.

Rekasi lokal biasanya bisa dilihat dalam 30 menit pertama setelah pemberian vaksin, berupa pembengkakan di sekitar lokasi suntikan. Adapun reaksi sistemik dengan melihat respons tubuh secara keseluruhan, termasuk terjadinya panas.

Kusnandi memaparkan, dari hasil uji klinis fase satu dan dua, tak menunjukkan adanya efek samping yang membahayakan. “Tidak ada reaksi lokal, sedangkan yang panas 28 persen. Ini wajar dan masih batas toleransi,” ungkapnya.

Terkait efikasinya, Kusnandi menyakini vaksin ini efektif melindungi seseorang dari Covid-19. “Saya sudah mempelajari dari hasil uji klinik fase satu dan dua, kadar antibodi yang terbentuk setelah seseorang diberi vaksin di atas 90 persen. Jadi, saya optmis vaksin ini memiliki efikasi baik. Hanya saja perlu dilihat di subyek di Indonesia,” tuturnya.

Pengendalian wabah
Sekalipun ada harapan dari vaksin ini, Kusnandi mengingatkan, kita masih harus menunggu. Selain jangka waktunya masih lama, juga akan ada jeda untuk produksi, jika hasilnya sesuai. “Sambil menunggu ini, kita harus tetap berusaha mengendalikan wabah. Untuk pemerintah tetap perbanyak tracing dan tes. Masyarakat harus lebih hati-hati dengan tetap jaga jarak fisik, pakai masker, dan cuci tangan,” katanya.

Herawati Supolo Sudoyo, Wakil Ketua Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, yang juga Ketua Komisi Ilmu Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia mengatakan, ada sejumlah negara yang saat ini terbukti berhasil mengendalikan wabah ini, seperti Vietnam dan Taiwan. “Jangan tunggu obat dan vaksin. Kita sekarang harus lebih serius melakukan pembatasan, karena wabahnya meluas, banyak kluster baru, termasuk di perkantoran,” kata dia.

Penelitian vaksin umumnya melalui proses yang sangat lama. Sebagai contoh, vaksin dengue butuh waktu 30 tahun, bahkan malaria belum ada vaksinnya. “Dalam sejarah, vaksin Covid-19 merupakan yang tercepat. Semuanya sekarang berlomba mengembangkannya. Eijkman juga mengerjakan vaksin dalam negeri. Kita berusaha maksimal, namun kita juga harus mengantisipasi skenario terburuk. Bisa jadi vaksin yang ada tidak efektif,” ungkapnya.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, kasus baru di Indonesia bertambah 1.761 orang dan korban jiwa 89 orang dalam sehari. Total kasus di Indonesia menjadi 95.418 orang dan korban jiwa menjadi 4.665 orang. Penambahan kasus dan korban jiwa ini menunjukkan masih tingginya kasus penularan di Indonesia.

Oleh AHMAD ARIF

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 25 Juli 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB