Tuntutan di era revolusi industri 4.0 semakin nyata. Generasi muda pun dituntut bersiap untuk menambah wawasan dan memperluas pengalaman melalui dunia pendidikan.
Menurut Deputi Direktur, Direktorat Kerja Sama Intrakawasan dan Antarkawasan Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri, Virdiana Ririen Hapsari, hubungan kerja sama antara Indonesia dan Uni Eropa telah berada pada jalur yang tepat. Bahkan hubungan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat global semakin meningkat.
“Kerja sama Indonesia dan Uni Eropa terus dilanjutkan untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda. Harapannya, pada usia Indonesia yang ke-100 di tahun 2045, generasi muda telah siap menjadi pembuat dan pengambil keputusan untuk menentukan arah bangsa,” kata Virdiana di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
SHARON UNTUK KOMPAS–Uni Eropa memberikan beasiswa Erasmus+ kepada 240 mahasiswa dan dosen Indonesia. Dari kiri, Dosen Universitas Telkom, Ella Jauvani Sagala; Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guérend; penerima beasiswa Erasmus+, Gilang Mentari Hamidy; dan Deputi Direktur, Direktorat Kerja Sama Intrakawasan dan Antarkawasan Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri, Virdiana Ririen Hapsari, Sabtu (14/7/2018).
Virdiana pun menyampaikan, dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 ini maka Indonesia membutuhkan lebih banyak ahli sains, teknologi, teknik, matematika, dan humaniora. Sehingga nantinya, Indonesia dapat meningkatkan kerja sama dengan negara-negara lain.
Acara penyerahan Beasiswa Erasmus+ (Erasmus Plus) 2018 juga dihadiri oleh Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guérend. Menurutnya, melalui Beasiswa Erasmus+ ini, diharapkan generasi muda dapat meningkatkan kepercayaan dirinya dan mampu lebih bersikap toleran.
“Ini adalah kesempatan yang berharga untuk menambah wawasan tentang kebudayaan, Bahasa, serta sistem akademik yang ada di Eropa. Selain meningkatkan ilmu, beasiswa ini juga bertujuan untuk memperkaya pengalaman hidup dan meningkatkan sikap keterbukaan antarbudaya,” kata Guérend.
Erasmus+ merupakan program 16 miliar Euro dari Uni Eropa untuk membiayai pendidikan, pelatihan, dan pemuda dan olahraga. Program ini dibentuk berdasarkan keberhasilan program Erasmus yaitu, program pertukaran pelajar dari Uni Eropa.
Sejak tahun 2004, sudah lebih dari 1.600 mahasiswa Indonesia yang menerima manfaat dari beasiswa Erasmus+. Tidak hanya bagi mahasiswa, para dosen pun diberikan kesempatan untuk mengajar mahasiswa internasional di Eropa.
Penerima Beasiswa
Sebanyak 240 mahasiswa dan dosen Indonesia berhasil memperoleh beasiswa dari Uni Eropa melalui Program Erasmus+ pada tahun 2018. Para penerima beasiswa ini akan menempuh studi tingkat S1, S2, S3, dan pascadoktoral di Eropa.
SHARON UNTUK KOMPAS–Mahasiswa dan dosen Indonesia yang berhasil menerima beasiswa Erasmus+ 2018. Harapannya, mereka dapat kembali dengan wawasan untuk memajukan Indonesia.
Nur Adhianti Heryanto, mahasiswa S2 yang akan studi di Prancis. Dalam program masternya, Nur akan mengambil jurusan Medical Imaging and Applications.
“Dalam program master ini, saya akan mempelajari bagaimana mengembangkan perangkat lunak untuk alat-alat medis. Tujuannya adalah agar dapat mengidentifikasi penyakit seseorang dengan lebih akurat sehingga penindakan medis pun menjadi lebih tepat. Harapannya nanti dapat diterapkan di Indonesia untuk meningkatkan kualitas dunia medis,” kata Nur.
Selain Nur, ada juga Gilang Mentari Hamidy, penerima beasiswa Erasmus+ yang akan menempuh Program S2 Erasmus Mundus di Finlandia. Gilang mengatakan, melalui pendidikannya, ia ingin memajukan pendidikan, teknologi, dan aspek sosial budaya, khususnya di Indonesia.
“Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin baru dalam bidang teknologi. Saya percaya bahwa para generasi muda memiliki kemampuan untuk mengembangkan teknologi. Inilah mengapa saya berfokus pada bidang Keamanan dan Cloud Computing. Saya ingin mempelajarinya dan kemudian bekerja sama dengan para ahli untuk memajukan teknologi Indonesia,” kata Gilang.
Dalam kesempatan yang sama, Gilang pun mendorong agar generasi muda terus meningkatkan pendidikannya. Menurutnya pendidikan itu sangat penting, tidak hanya untuk menambah pengetahuan tapi untuk menambah relasi dan pengalaman sehingga memiliki cara pandang yang baru.
“Mendapatkan beasiswa ini merupakan mimpi yang menjadi kenyataan. Saya sudah berulang kali gagal dalam mendaftar beasiswa. Tapi saya percaya bahwa tidak peduli berapa pun sulitnya dan berapa kali kegagalan yang kita alami, pasti ada satu kesempatan bagi kita untuk berhasil,” kata Gilang.
Tidak hanya mahasiswa, dosen dari Universitas Telkom, Ella Jauvani Sagala, berkesempatan untuk mengajar mahasiswa internasional jurusan Ekonomi Bisnis. Ella akan mengajar di Universitas Pompeu Fabra di Barcelona, Spanyol selama satu minggu. Dalam kesempatan ini, ia berharap agar kerja sama antara Uni Eropa dan Indonesia dapat semakin memajukan dunia pendidikan. (E05)–NASRULLAH NARA
Sumber: Kompas, 16 Juli 2018