Sejumlah ilmuwan mengkritik penghapusan koleksi tesis dan disertasi yang tersimpan di Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Penghapusan koleksi ini dinilai menyalahi fungsi awal berdirinya instansi tersebut, bahkan menghilangkan kekayaan intelektual bangsa.
“Penghapusan koleksi itu sesuatu yang biasa dilakukan oleh perpustakaan. Namun, ada SOP (standar operasional prosedur)-nya. Sayangnya, SOP itu tidak dilakukan dalam proses penghapusan yang terjadi di PDDI (Pusat Data dan Dokumetasi Ilmiah),” ujar Guru Besar Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia Sulistyo Basuki di Jakarta, Jumat (15/3/2019).
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Sejumlah rak tempat penyimpanan koleksi tesis dan disertasi nampak kosong di perpustakaan Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah (PDDI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Jumat (15/3/2019). Sebanyak 32.881 koleksi tersebut dihapuskan melalui proses penghapusan koleksi (weeding) oleh pihak LIPI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyampaikan, ada beberapa pertimbangan dalam proses penghapusan atau penyiangan koleksi, seperti apakah koleksi tersebut masih dipakai atau tidak, apakah bentuk koleksi tersebut masih utuh atau tidak, serta apakah ada tempat lain untuk menyimpan koleksi yang akan dihapus. Selain itu, dalam proses penghapusan harus dilakukan oleh tim profesional.
Profesor Riset Bidang Politik LIPI, Asvi Warman Adam, menuturkan, lebih dari 32.000 tesis dan disertasi yang dihapuskan pada tahap pertama penyiangan yang dilakukan oleh PDDI LIPI. Ia menyangsikan, proses yang dilakukan sudah sesuai prosedur yang berlaku. Meskipun sudah disimpan secara digital di universitas, karya ilmiah tersebut tidak selalu terbuka.
“Belum lagi untuk koleksi yang sengaja dihibahkan dengan nilai intelektual yang tidak ternilai, seperti disertasi yang diterbitkan University Microfilms International tentang Indonesia. Nilai historis dalam pembuatan karya ini yang tidak terganti,” katanya.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Petugas perpustakaan PDDI LIPI berdiri di atas tumpukan jurnal ilmiah yang rencananya akan dilelang sebagai proses penghapusan koleksi di perpustakaan.
Menurut Asep Saeful Rohman, dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan Universtias Padjajaran, Bandung, penghapusan koleksi ilmiah seperti tesis dan disertasi yang disimpan di PDDI seharusnya tidak bisa dimusnahkan begitu saja. Setidaknya, meski sudah tidak ada di perpustakaan, koleksi tersebut tetap tersimpan di gudang khusus karena tesis dan disertasi tersebut adalah barang milik negara.
Ia menambahkan, PDDI seharusnya juga mengacu pada fungsi awal organisasi yang dulu bernama Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah ini. PDDI memiliki dua fungsi, yakni repositori dan depositori sebagai sistem penyimpanan data dan koleksi. “Dua fungsi ini harus dijalankan. Jadi, meski sudah disimpan di tempat lain seperti universitas, PDDI punya tanggung jawab untuk menyimpan koleksi ilmiah ini, termasuk koleksi secara fisik,” katanya.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Sisa tesis dan disertasi yang masih tersimpan di perpustakaan PDDI LIPI.
Salinan metadata
Dikonfirmasi secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala PDDI LIPI Hendro Subagyo menuturkan, koleksi tesis dan disertasi tidak lagi dipertahankan dalam bentuk cetak karena koleksi yang disimpan di PDDI adalah salinan untuk dokumentasi metadata. Sementara, fungsi repositori sudah dijalankan di universitas.
“Keputusan Menristekdikti Nomor 44 Tahun 2000, koleksi ilmiah seperti tesis dan disertasi harus disampaikan sebanyak tiga salinan. Satu rangkap untuk Kemenristekdikti dan dua rangkap diserahkan ke PDDI untuk didokumentasikan dan diinformasikan ke masyarakat luas. Untuk koleksi asli disimpan oleh universitas masing-masing,” ucapnya.
Untuk itulah, menurutnya, fungsi PDDI untuk mendokumentasikan koleksi ilmiah seperti tesis dan disertasi tersebut sudah dijalankan. Secara digital, semua metadata terkait koleksi itu bisa diakses di PDDI melalui www.isjd.pdii.lipi.go.id. Integrasi pertukaran data secara nasional pun saat ini sedang diproses oleh Kemristek dan Dikti agar semua koleksi ilmiah bisa diakses di satu platform.–DEONISIA ARLINTA
Editor HAMZIRWAN HAM
Sumber: Kompas, 15 Maret 2019