Ribuan program studi (prodi) di perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS) belum melakukan reakreditasi. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) mencatat, di antara 7.567 prodi yang terdaftar, 2.788 prodi kedaluwarsa dan harus diperbarui lagi.
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M. Nuh mengatakan, tidak semua prodi di PT disiplin melakukan reakreditasi. Sementara itu, lama proses akreditasi setiap prodi berbeda-beda. Mulai tiga tahun hingga lima tahun.
”Bergantung kepada kemampuan prodi untuk memperbaiki dan mengubah statusnya. Dari B ke A atau dari C ke B,” jelas Nuh di Jakarta kemarin (18/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Nuh, enam bulan sebelum masa akreditasi prodi berakhir seharusnya pihak fakultas dan penanggung jawab prodi mengajukan reakreditasi. ”Tapi, kenyataannya banyak yang masih menunda,” ujar Nuh.
Mantan rektor ITS Surabaya itu menegaskan, sekitar 36 persen prodi yang tidak melakukan reakreditasi memang menjadi prioritas kedua. Kemendiknas memprioritaskan prodi yang belum pernah mengantongi akreditasi.
Wakil Mendiknas Fasli Jalal menambahkan, jumlah prodi yang belum mengantongi akreditasi sekitar lima ribu. Tahun ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menargetkan memasukkan empat ribu prodi baru untuk diakreditasi. ”Tahun depan kami upayakan sisanya bisa terakomodasi agar semua bisa tuntas,” terang Fasli.
Percepatan dan perpanjangan akreditasi tersebut diupayakan bisa selesai 2011. Sebab, pada 2012, seluruh prodi yang tidak terakreditasi tidak boleh mengeluarkan ijazah. ”Jika tetap mengeluarkan, ijazahnya tidak sah,” paparnya.
Dari penelusuran Jawa pos di situs ban-pt.depdiknas.go.id mencatat sebaran prodi di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Tidak terkecuali PTN ternama. Misalnya, di Universitas Sumatera Utara (USU) terdapat 53 prodi yang kedaluwarsa. Di Institut Pertanian Bogor (IPB) memiliki 46 prodi yang juga belum direakreditasi.
Di Universitas Indonesia (UI) tercatat 22 prodi yang belum diperbarui akreditasinya dan ada sepuluh prodi di Universitas Airlangga (Unair). Sementara di Universitas Gadjah Mada (UGM) terdapat 41 prodi yang kedaluwarsa. (nuq/c4/ari)
Sumber: Jawa Pos, 19 Agustus 2010
————————
5.000 Program Studi Belum Terakreditasi
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan masih ada ribuan program studi di perguruan tinggi yang belum terakreditasi. “Ada 5.000 yang belum diakreditasi,” kata Fasli seusai upacara Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI di kantornya kemarin.
Padahal, kata dia, sejak 2005 pemerintah sudah meminta seluruh perguruan tinggi swasta dan negeri mendaftarkan program studinya ke Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi untuk diakreditasi.
Kewajiban akreditasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. “Sejak ditetapkan peraturan tersebut, selama tujuh tahun perguruan tinggi harus sudah terakreditasi semua,” kata mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi ini.
Fasli mengatakan, pada 2012 program studi yang belum terakreditasi maupun yang belum reakreditasi tidak berhak mengeluarkan ijazah.
Menurut dia, Kementerian Pendidikan tidak bisa memaksa setiap perguruan tinggi mengakreditasi program studinya. Akibatnya, kata dia, masih ada program studi yang belum terakreditasi dan sejumlah program studi yang sudah kedaluwarsa. Alasan keterlambatan akreditasi antara lain perguruan tinggi merasa perlu menunggu dulu, bahkan ada yang merasa tidak perlu.
Dengan masa akreditasi 5 tahun, pemerintah berharap ada kepastian kualitas program studi dari setiap perguruan tinggi. “Supaya bisa memastikan kualitasnya sama, lebih baik, atau kurang baik dibanding sebelumnya. Makanya, perlu diakreditasi,” ujar Fasli.
Pemerintah berjanji menuntaskan semua program studi yang belum terakreditasi maupun yang belum reakreditasi. “Diharapkan, sebelum 2012 nanti, sebelum penerimaan mahasiswa baru, sudah jelas akreditasinya semua program studi di universitas,” kata dia.
Pada 2010, kata Fasli, pemerintah nyaris menuntaskan akreditasi 4.000 program studi. “Perhitungannya, kira-kira Rp 22 juta untuk akreditasi setiap program studi. Kalau yang baru sudah diakreditasi, yang lama (reakreditasi) silakan masuk,” tuturnya.
Faisal mengakui, keberadaan Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi sebagai satu-satunya badan pengakreditasi tidaklah mutlak. “Di undang-undang memungkinkan ada badan akreditasi lain. Tapi, dalam konteks pemerintah, hanya melihat Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi,” ujarnya. DIANING SARI
Sumber: Koran Tempo, 19 Agustus 2010