Kebersihan selama menstruasi bagi perempuan, khususnya di usia remaja, belum terjamin. Padahal, berbagai risiko kesehatan reproduksi bisa muncul jika tidak menjaga kebersihan. Kurangnya akses sarana air dan sanitasi di sekolah menjadi salah satu penyebabnya.
Data pokok pendidikan pada 2017 mencatat, 12,09 persen atau 25.835 sekolah di Indonesia tidak memiliki jamban. Selain itu, data dari Plan International Indonesia (2018) menunjukkan, ada 33 persen sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang toiletnya tidak dipisah menurut jender.
Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina, menjelaskan, melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), pemerintah akan lebih berkomitmen untuk memerhatikan sanitasi sekolah dan manajemen kebersihan menstruasi. Melalui program ini ditargetkan sanitasi sekolah bisa terjamin 26 juta siswa di 250.000 sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Sejumlah perwakilan dari kementerian dan lembaga, lembaga swadaya masyarakat, serta figur publik berfoto bersama seusai acara peringatan Hari Kebersihan Menstruasi Sedunia 2018, Kamis (24/5/2018) di Jakarta. Hari Kebersihan Menstruasi diperingati setiap 28 Mei.
“Ada tiga program dari kegiatan UKS, yaitu pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan. Manajemen kebersihan dan kesehatan menstruasi termasuk di dalamnya,” ujarnya di sela-sela acara peringatan Hari Kebersihan Menstruasi Sedunia, Kamis (24/5/2018) di Jakarta. Hari Kebersihan Menstruasi Sedunia diperingati setiap 28 Mei.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Agung Tri Wahyunto
Kepala Seksi Kelembagaan Sub Direktorat Kelembagaan dan Sarana Prasarana Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Agung Tri Wahyunto menambahkan, setiap kepala daerah didorong untuk lebih memerhatikan masalah sanitasi sekolah di daerahnya.
“Pemenuhan sanitasi di sekolah tingkat dasar dan menengah pertama adalah kewenangan kepala daerah setempat. Ada anggaran khusus pemda terkait sanitasi. Untuk itu, harus ada percepatan ke pemerintah daerah soal ini,” ungkapnya.
Pemenuhan sanitasi di sekolah tingkat dasar dan menengah pertama adalah kewenangan kepala daerah setempat.
Selain masalah fasilitas sanitasi yang minim di sekolah, pengetahuan dan kesadaran minim tentang manajemen kebersihan menstruasi juga butuh perhatian lebih. Data Plan International Indonesia pada 2018 menyebut, 63 persen orangtua tidak pernah menjelaskan tentang menstruasi kepada anak perempuannya. Orangtua lebih banyak menyampaikan mitos dan stigma, seperti larangan mengonsumsi daging dan larangan mencuci rambut saat menstruasi.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Sejumlah perempuan berswafoto sebelum mengikuti acara peringatan Hari Kebersihan Menstruasi Sedunia 2018 di Jakarta, Kamis (24/5/2018). Hari Kebersihan Menstruasi Sedunia diperingati setiap 28 Mei.
“Orangtua perlu membekali diri dengan informasi yang tepat terkait menstruasi agar bisa menjelaskan kepada anaknya, baik ke anak perempuan ataupun laki-laki. Menstruasi bukan hal tabu untuk dibicarakan,” ucap Eni.
Orangtua perlu membekali diri dengan informasi yang tepat terkait menstruasi agar bisa menjelaskan kepada anaknya, baik ke anak perempuan ataupun laki-laki. Menstruasi bukan hal tabu untuk dibicarakan.
Menurutnya, informasi tersebut seperti cara menggunakan pembalut yang benar, pemakaian pembalut yang harus diganti setiap 4-6 jam sekali, cara membuang pembalut, serta menjaga kelembapan vagina selama menstruasi.
Dokter spesialis obgyn Siloam Hospitals, Lippo Karawaci Tangerang, Dyana Safitri Velies, menyampaikan, banyak mitos yang muncul seputar menstruasi pada perempuan. Contohnya, larangan mencuci rambut selama menstruasi. Membersihkan diri, termasuk mencuci rambut, justru diperlukan dan tidak dilarang. Saat menstruasi, tubuh lebih rentan pada bakteri, infeksi, dan bau.
Mitos lain adalah, adanya larangan mengonsumsi daging merah dan ikan. “Konsumsi daging dan ikan tidak menyebabkan tubuh berbau amis. Perempuan perlu mengonsumsi daging karena mengandung protein dan zat besi yang dibutuhkan tubuh untuk mengganti zat besi pada sel-sel darah merah yang hilang selama menstruasi,” kata Dyana.–DEONISIA ARLINTA
Sumber: Kompas, 26 Mei 2018