Penggunaan sistem internet dalam industri di Indonesia perlu diikuti sistem keamanan siber yang ketat. Tahun lalu, tercatat ada sekitar 36,6 juta serangan siber ditujukan kepada sejumlah perusahaan berbasis di Indonesia.
Alex J Pollack, Presiden Honeywell Indonesia, perusahaan bidang teknologi dan manufaktur, memaparkan hal itu pada diskusi “Keamanan Siber, Penggunaan Sistem Internet di Industri, Peluang dan Tantangan”, Selasa (10/5), di Jakarta.
“Di Indonesia yang wilayahnya luas dan terpisah pulau, konektivitas itu penting. Namun, pada dunia siber tanpa batas, ada kerapuhan tersendiri, termasuk di dunia industri,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemakaian sistem internet di industri (IIoT) marak sejak 2000. Sistem itu menghubungkan mesin, data, dan pengguna. Kelebihan sistem itu antara lain akurasi tinggi operasional pabrik, deteksi masalah lebih cepat, efisiensi biaya, data, dan waktu.
Sistem internet itu terutama digunakan sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi untuk memantau wilayah operasi mereka di lepas pantai. Bidang lain yang turut memakai sistem internet di industri di antaranya telekomunikasi, perbankan, penerbangan, dan kesehatan. Namun, pengguna IIoT perlu memperhatikan keamanan data dari serangan yang datang dari seluruh dunia.
Direktur Pengembangan Bisnis Honeywell Timur Tengah dan Asia Pasifik Safdar Akhtar menambahkan, potensi serangan siber juga ada pada perusahaan yang belum menerapkan sistem IIoT. Sejumlah perusahaan tak lepas dari pemakaian perangkat lunak sumber terbuka (open source), misalnya mesin pencari. Serangan siber bisa berupa malware (malicious software), virus, spyware (program memata-matai komputer), atau trojan. “Sistem perangkat lunak terbuka rentan diserang peretas,” ujarnya.
Data perusahaan
Serangan siber bisa menargetkan data internal dan eksternal perusahaan. Dalam laporan AT&T tahun 2015 tercatat pencurian 7.000 kata kunci karyawan saat perusahaan mengalami sengketa penjualan ke luar negeri. Ada 76 data konsumen dari 10 bank terbesar di Amerika Serikat dicuri peretas pada 2014.
Selain industri skala besar, kejahatan siber bisa menyerang industri kecil dan menengah. Menurut Alex, industri e-dagang rentan serangan siber. Menurut data Security Magazine, dua tahun terakhir ini intensitas peretas mencari kerapuhan internet di industri naik 458 persen.
Menurut Safdar, serangan siber menimbulkan kerugian masif. Forbes dalam artikelnya memperkirakan kerugian akibat kejahatan siber 2 triliun dollar AS per 2019. Misalnya, serangan peretas pada tiga perusahaan listrik Ukraina pada Desember 2015 memicu putusnya aliran listrik ke 225.000 warga Ukraina dan kerugian jutaan dollar AS. Di Indonesia, serangan siber ke sebuah bank merugikan Rp 21 miliar pada 2014.
Risiko penggunaan internet di industri bisa diperkecil jika pelaku usaha memperhatikan sistem teknologi informasi secara komprehensif. “Hal terpenting, perhatikan ketersediaan, keandalan, dan keamanan,” ujarnya. (C01)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Perketat Sistem Pengamanan”.