Produksi sampah terus bertambah, sementara upaya pengendalian dan pengelolannya belum optimal. Kesadaran dan peran nyata publik diperlukan untuk mengurangi, mengelola dan membuang sampah pada tempatnya.
Setiap harinya, total ada sekitar 17.000 ton sampah yang dihasilkan masyarakat Jabodetabek. Artinya, setiap orang menghasilkan sampah sekitar 0,2 hingga 0,5 kilogram setiap harinya. Lebih mengkhawatirkan lagi sekitar 35 persennya merupakan tumpukan sampah plastik yang sulit terurai. Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat produksi sampah plastik paling tinggi di dunia yang mencapai 175.000 ton per hari.
SUCIPTO UNTUK KOMPAS–Nasirudin (61), pengumpul sampah plastik dan kertas di Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan berpose di depan gerobaknya, Jumat (22/2/2019). Dalam sehari, ia bisa mengumpulkan 100 kilogram kardus bekas dan 30 kilogram sampah botol plastik bekas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengelolaan sampah hendaknya dilakukan dari hirarki terendah, dari diri sendiri, rumah tangga dan lingkungan sekitar. Namun kesadaran dari masyarakat untuk ikut memilah dan mengolah sampah belum terbentuk optimal. Hal tersebut merupakan kesimpulan dari jajak pendapat Kompas yang dilakukan akhir Februari lalu.
Separuh responden mengaku tidak pernah memilah sampah. Bisa jadi upaya awal mengelola sampah tersebut tidak dilakukan karena sampah yang telah dipilah di tingkat keluarga kembali dicampurkan saat dibawa ke tempat penampungan sementara.
Meski demikian, masih ada kesadaran dari sepertiga masyarakat untuk selalu memilah sampah. Pemilahan sampah penting dilakukan di bagian hulu hingga hilir pengelolaan. Alasannya, setiap jenis sampah seperti organik (daun, rumput, kertas, sisa sayuran dan lainnya) ataupun anorganik (plastik, kaca, besi) memiliki perlakuan yang berbeda dalam proses pengolahannya.
Langkah selanjutnya yakni mengolah sampah banyak (73,8 persen) tidak dilakukan oleh masyarakat Jabodetabek. Mengolah sampah diperlukan usaha lebih dan kreatifitas dan tidak semudah membuang sampah ke tempat sampah.
Pengolahan sampah sebenarnya bisa diserahkan pada komunitas masyarakat pengolah sampah seperti Bank Sampah. Sekitar 40 persen masyarakat sudah mengetahui jika di sekitar lingkungan permukimannya terdapat Bank Sampah serta industry kerajinan pengolah sampah. Masyarakat bisa menyerahkan sampah yang telah dipilah pada komunitas tersebut untuk dikelola.
Bank Sampah Induk Satu Hati, Jakarta Barat misalnya. Komunitas yang berdiri 2017 lalu tersebut anggotanya sudah mencapai lebih dari 30 ribu orang dan menghasilkan omset lebih dari Rp 4 miliar per tahun.
ADITYA DIVERANTA UNTUK KOMPAS–ILUSTRASI. Sampah botol plastik menumpuk di Bank Sampah Induk binaan Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (7/3/2019).
Kesadaran
Masyarakat Jabodetabek belum sepenuhnya memilah dan mengolah sampah. Namun 85 persen telah memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Sampah yang dihasilkan tidak lagi dibakar, dikubur ataupun dibuang ke sungai.
Selain itu, masyarakat mulai sadar untuk mengurangi sampah sebagai upaya yang lebih penting dari sekadar mengolah sampah, seperti yang dilakukan oleh hampir 65 persen responden. Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengurangi sampah.
Diantaranya, hampir separuh masyarakat memilih membawa kantong belanja sendiri. Kemudian 18 persen menggunakan botol minum sendiri, dibandingkan harus membeli air minum kemasan dalam botol plastic.
Membawa wadah makanan sendiri juga dipilih oleh 18 persen responden, serta 8 persen mengurangi/tidak memakai sedotan plastic. Sisanya dengan proporsi kecil, melakukan daur ulang.
SUCIPTO UNTUK KOMPAS–ILUSTRASI. Rosmaini Sikumbang (57), berpose di depan rumah makan padang miliknya di Kelurahan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (20/2/2019). Ia membuat kerajinan dari sampah plastik kopi kemasan yang ia jual.
Masalah pengolahan sampah
Upaya mengurangi dan mengolah sampah memang harus dilakukan. Sampah tidak bisa dibiarkan untuk dibuang begitu saja. Kapasitas dan lahan yang untuk menampung buangan ini tentunya terbatas. Urgensi pemilahan dan pengolahan sampah memang sudah tidak bisa ditawar lagi.
Namun selama ini masih banyak juga masyarakat yang membuang sampah sembarangan, seperti di selokan, sungai, ataupun pinggir jalan. Hal tersebut dinilai oleh 44 persen responden sebagai permasalahan utama pengolahan sampah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya telah mengatasi masalah ini dengan penegakan aturan tidak membuang sampah sembarang melalui Perda No. 3 tahun 2013 tentang pengelolaan sampah. Pelanggar aturan ini bisa diberi sanksi tegas denda hingga Rp 20 juta atau pidana dua bulan penjara.
Selain itu, menurut 15,7 persen responden, sistem pengolahan sampah yang belum terpadu juga menjadi hambatan dalam pengolahan sampah di Jabodetabek. Adapun 15 persen menyoroti mengenai belum optimalnya teknologi pengolahan sampah.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–ILUSTRASI–Petugas berisitrahat diantara berbagai sampah, seperti batang tanaman, plastik, dan berbagai sampah rumah tangga yang menumpuk di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Selasa (8/1/2019). Kebiasaan warga membuang sampah ke sungai sejak di bagian hulu menyebabkan sungai bagaikan tempat sampah raksasa.
Bagaimanapun masalah pengolahan sampah tidak hanya berhenti pada soal system dan teknologi pengolahannya saja. Terpenting adalah kesadaran masyarakat perkotaan untuk mengurangi produksi sampah dengan meminimalkan atau mengganti penggunaan bahan baku yang menambah produksi sampah.
Selanjutnya adalah ikut memilah dan mengolah sampah. Dari langkah-langkah tersebut yang mudah dilakukan adalah membuang sampah pada tempatnya.–EREN MARSYUKRILLA (LITBANG KOMPAS)
Editor NELI TRIANA
Sumber: Kompas, 10 Maret 2019