Dalam tiga tahun, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah menjaring sekitar 740 pengusaha pemula berbasis teknologi dari lebih 40 perguruan tinggi di Indonesia. Karya inovasi mereka diminati dan diproduksi industri, bahkan mendunia.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir mengemukakan hal itu pada seminar forum start up nasional bertema “Menumbuhkembangkan Start Up Nasional Berdaya Saing Global”, di Universitas Negeri Makassar, Jumat (11/8). “Wirausahawan baru berbasis teknologi dihasilkan melalui program inkubator atau start up di perguruan tinggi,” ujarnya.
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristek dan Dikti Jumain Appe menambahkan, tahun ini pihaknya mendampingi sekitar 500 perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT) dari 37 perguruan tinggi di Indonesia. Sejak digulirkan pada 2015, pengusaha pemula yang ikut program itu meningkat, yakni 40 peserta pada 2015 dan naik menjadi 200-an peserta tahun lalu. Dari jumlah total peserta, 60 persennya berasal dari perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kegiatan itu didanai Kemenristek dan Dikti melalui program insentif. Alokasi dana untuk setiap PPBT Rp 200 juta sampai Rp 500 juta. Namun, dari jumlah total PPBT yang ikut program, hanya 30 persennya yang bisa bekerja sama dengan industri.
Meski demikian, sejumlah perusahaan pemula itu mendunia, yakni inovasi kit diagnostik demam berdarah dan diabetes. Pembuatan alat itu didanai dan didistribusikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke seluruh dunia. Selain itu, garam farmasi yang dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi telah dibeli Jepang.
Terkait dengan permodalan perusahaan pemula, pihaknya akan membantu memfasilitasi dengan investor. Untuk mendukung PPBT, pihaknya menyiapkan inkubator di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong dan di Life Science Center di Cibinong. “Kalau start up berdaya saing bagus, pasti diincar investor,” kata Nasir.
Kesiapan teknologi
Dalam program PPBT, itu harus diawali dengan pengembangan riset dengan level kesiapan teknologi tingkat 7 ke atas, yakni berupa prototipe dan telah lulus uji laboratorium. Selanjutnya, PPBT akan menjalani uji lapangan hingga ke pengembangan tahap produksi massal.
Selain itu, inovasi yang dihasilkan harus lebik baik, lebih murah, dan mudah pengerjaannya dibandingkan dengan produk yang sudah ada. Contohnya kapal pelat datar yang lebih mudah sehingga pengerjaannya lebih cepat tiga bulan dibandingkan produk yang ada dan pengoperasiannya lebih hemat energi.
Kawasan Iptek Pradish di Iran bisa jadi contoh pola inkubator atau kawasan pengembangan teknologi yang berhasil dikembangkan. Di awal pengembangan pada 2004, hanya ada satu PPBT. Pada 2014, kawasan iptek itu menghasilkan sekitar 1.000 perusahaan dan 75 perusahaan di antaranya menjadi perusahaan kelas dunia. Contoh lain adalah Silicon Valley di Universitas Stanford, Amerika Serikat, dan Tsukuba di Jepang. (YUN)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Agustus 2017, di halaman 16 dengan judul “Karya Inovasi Pengusaha Pemula Diminati”.