Berdasarkan pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, mulai muncul bibit-bibit awan di ruang udara Kalimantan. Apabila keberadaan dan kuantitasnya telah mencukupi, teknologi modifikasi cuaca akan dilakukan di daerah tersebut.
Modifikasi cuaca dilakukan dnegan menaburkan garam menggunakan pesawat terbang pada bibit-bibit awan tersebut untuk memicu hujan. Guyuran air hujan tersebut diharapkan dapat memadamkan sejumlah besar titik api yang mengamuk di wilayah tersebut dan membersihkan partikulat debu berbahaya dari udara.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati, Selasa (10/9/2019), di Jakarta, menjelaskan terkait kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Di Kalimantan baru muncul kemarin bibit awan. Tapi kita sudah siaga dan siap,” kata Dwikorita, Kepala BMKG, Selasa (10/9/2019), dalam konferensi pers bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.
Ia mengatakan, penyemaian garam baru dilakukan di Riau dan Sumatera Selatan beberapa waktu lalu. Padahal, timnya sudah bersiap dan mengamati keberadaan bibit awan – yang menjadi syarat utama teknologi modifikasi cuaca – di langit setempat sejak Juli 2019.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles Brotestes Panjaitan mengatakan hujan buatan di Riau paling banyak, yaitu mencapai 405 sorti dan Musi Banyuasin di Sumatera Selatan sebanyak dua sorti. Total 150 ton garam ditabur dalam teknologi modifikasi cuaca tersebut.
“Nah ini sekarang di Kalteng dan Kalbar sudah akan bergerak karena kondisi awannya sudah mencukupi,”kata dia.
Lintas batas
Dalam konferensi pers tersebut, Dwikorita juga mengatakan tidak terdapat asap lintas batas dari wilayah Riau atau daerah lain di Sumatera Indonesia ke Semenanjung Malaysia. “Berdasarkan pengamatan citra Satelit Himawari-8 dan analisis Geohotspot BMKG, asap yang terdeteksi di Semenanjung Malaysia tanggal 5-7 September 2019 berasal dari local hotspot,” kata dia.
Apalagi pada tanggal 5 tersebut, Riau cenderung bersih karena turun hujan. Pada tanggal 6, terdeteksi titik api di Riau dan juga di sekeliling pantai Semenanjung Malaysia. BMKG mencatat lonjakan jumlah hotspot (titik panas) makin terlihat hampir merata di wilayah Semenanjung Malaysia serta meningkat secara signifikan dari 1.038 titik panas pada tanggal 6 menjadi 1.423 titik panas pada 7 September 2019.
Dengan menggunakan Satelit Sentinel, ia mengatakan arah angin cenderung bertiup dari tenggara ke barat laut dengan kecepatan 5-10 knot. Tiupan angin ini menjadi barikade yang menghalangi asap tak melintas ke Semenanjung Malaysia.
“Kami apresiasi Malaysia menyatakan menyiapkan hujan buatan. Itu menunjukkan mereka menyadari bahwa hotspot dia banyak di negara dia sendiri,” kata Dwikorita.
–Sebaran titik panas di wilayah Indonesia pada Jumat (6/9). Sumber: BNPB
Sedangkan di daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak Malaysia, papar mantan Rektor UGM Yogyakarta tersebut, diakui terjadi lonjakan titik panas di Serawak dan Kalbar pada 4 September 2019. Di Serawak, titik api sempat turun pada tanggal 8 September namun meningkat kembali pada tanggal 9 September 2019 dan sebaliknya di Kalbar terjadi penurunan titik panas dari 8 ke 9 September 2019.
Karena terdapat titik api di kedua daerah perbatasan, wilayah Kalbar dan Serawak, ia ragu hal tersebut menjadikan asap lintas batas. “Di sisi kanan-kiri (perbatasan) ada hotspot semua. Kalau (asap) nyebrang ada tapi di Serawak juga ada hotspot. Tapi bukan berarti di Serawak kiriman dari Kalbar karena di Serawak juga banyak hotspot,” kata dia.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 10 September 2019