Dikepung empat sumber gempa bumi, pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung wajib memperhitungkan risiko bencana. Kajian risiko itu seharusnya dilakukan sebelum konstruksi fisik dan menjadi bagian dari perencanaan proyek itu.
”Dua aspek penting harus disiapkan pada pembangunan kereta api cepat terkait potensi gempa,” kata Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Masturyono di Jakarta, Rabu (27/1).
Aspek pertama ialah keselamatan operasionalisasi KA cepat dengan menerapkan peringatan dini gempa. Dengan sistem itu, KA bisa dihentikan darurat sebelum tiba gelombang gempa yang merusak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun aspek kedua terkait struktur jalur KA dan fasilitas fisik lain yang harus memperhatikan aspek kegempaan, terutama pada zona sesar aktif. Untuk itu, harus dilakukan kajian seismoteknik sebelum pembangunan struktur fisik.
Kajian seismoteknik itu meliputi kajian gempa berdasarkan data historis untuk melihat probabilitas kejadian gempa. Selain itu, perlu kajian gempa dengan memperhatikan sesar aktif yang berpotensi berdampak langsung pada infrastruktur.
”Dengan kajian itu, akan diketahui bahaya gempa terkait keberadaan sesar aktif di dekat jalur keret api, misalnya Sesar Baribis, Lembang, dan Cimandiri, berapa magnitudo maksimum yang mungkin terjadi, termasuk skenario terburuk,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono. Selain tiga sesar aktif itu, yang berpotensi berdampak pada KA cepat ialah gempa bersumber zona subduksi selatan Jawa.
Berikutnya, menurut Masturyono, perlu kajian kondisi tapak secara mikro untuk mengetahui responsnya pada gempa yang bisa terjadi. Kajian itu dapat mengetahui percepatan getaran tanah tertinggi yang mungkin terjadi di sepanjang jalur KA cepat.
”Kajian seismik mikrozonasi itu juga untuk mengetahui indeks kerentanan gempa di jalur rel KA. Di tempat dengan indeks kerentanan seismik tinggi perlu fondasi kuat,” ujarnya.
Menurut kajian BMKG, gempa menyebabkan sejumlah kecelakaan KA di sejumlah negara. Misalnya, pada 1906 ada kecelakaan fatal KA akibat gempa di San Francisco, Amerika Serikat; tahun 1948 di Ashgabat, Turki; tahun 1999 di California, AS; tahun 2004 di Chuetsu, Jepang; dan tahun 2008 di Sichuan, Tiongkok.
Untuk itu, menurut Masturyono, kajian seismoteknik wajib dilakukan sebelum pembangunan KA cepat. ”BMKG sudah melakukan kajian seismoteknik di lokasi pembangunan bandara di Kulonprogo, DI Yogyakarta, tetapi KA cepat belum dilakukan. Kami belum dilibatkan, tetapi akan proaktif,” ujarnya.
Mencermati masalah
Secara terpisah, Presiden Joko Widodo mencermati masalah terkait KA cepat Jakarta-Bandung. Kritik dan masukan dari banyak pihak menjadi pertimbangan pemerintah dalam proyek sekitar Rp 70 triliun itu. Presiden akan menggelar rapat evaluasi pengerjaan proyek itu.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP mengatakan, banyak pandangan muncul terkait proyek itu. ”Setelah peresmian pembangunan proyek, ada masukan dari publik dan anggota DPR. Semua ini didengar Presiden,” ujarnya.
Seharusnya, kementerian terkait, yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, cepat merespons pandangan yang ada.
Menurut Johan, ada perbedaan pandangan antarmenteri terkait KA cepat. Namun, hal itu tidak mengurungkan niat pemerintah membangun sarana transportasi. Prinsipnya, Presiden menginginkan agar KA cepat bermanfaat bagi masyarakat.
Sejumlah soal yang menjadi perhatian pemerintah tentang proyek itu, antara lain, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), perizinan, dan kajian kegempaan oleh BMKG. Kajian BMKG, ada empat sumber gempa sepanjang jalur KA cepat Jakarta-Bandung.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan, penilaian amdal rencana proyek KA cepat sesuai mekanisme, proses, dan prosedur. Proyek itu juga tak bertentangan dengan rencana tata ruang dan wilayah.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko mengatakan, Kemenhub merevisi masa konsesi. Hal itu berlaku bagi proyek KA cepat dan proyek lain. Jika semula masa konsesi dihitung sejak penerima konsesi beroperasi, kini dihitung sejak persetujuan konsesi ditanda tangani. ”Itu untuk memastikan pembangunan sesuai jadwal,” ujarnya.
Hingga kemarin, kesepakatan konsesi belum tercapai. ”Mereka minta jika terjadi kegagalan, kerugian ditanggung bersama dengan Pemerintah Indonesia,” kata Hermanto. (AIK/NDY/ARN)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Januari 2016, di halaman 1 dengan judul “Kaji Risiko Gempa Sebelum Konstruksi KA Cepat”.