Di ajang Digital Journalism World 2015 yang digelar di Singapura pada 11-12 Mei, Timothy “Tim” Pool, pria kelahiran Chicago, 28 tahun lalu, menjadi salah satu daya tarik peserta. Di usianya yang relatif muda, ia telah melahirkan genre baru jurnalisme warga yang sering disebut mobile-first person journalism. Aksi jurnalismenya sering dijuluki juga sebagai Revolusi Tim.
Kompas/Amir SodikinTimothy “Tim” Pool saat presentasi di acara Digital Journalism World 2015 yang digelar di Singapura, 11 Mei 2015. Tim adalah pelopor mobile-first person journalism yang memanfaatkan telepon seluler untuk siaran langsung.
Apa yang telah direvolusi Tim? Salah satu ciri khas yang melekat pada Tim adalah gaya liputan secara langsung atau live dari lokasi kejadian. Ia tak memiliki gawai tercanggih untuk liputan video seperti yang dimiliki media televisi arus utama. Seperti kebanyakan orang, ia hanya memanfaatkan telepon seluler miliknya dan kekuatan jaringan internet yang stabil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya tak memikirkan untuk mengunggah liputan saya ke laman web. Saya hanya melaporkannya melalui (berbagai kanal) media sosial,” kata Tim dalam presentasinya di Digital Journalism World 2015.
Tim memanfaatkan teknologi yang ada, termasuk produk teknologi yang umum dikenal sebagai wearable technology, seperti Google Glasses dan smartwatch. Ia juga dianggap telah melahirkan citizen video reporter.
Liputan langsung dari ponsel, Tim pernah mendapatkan 750.000 pengunjung unik dalam satu hari ketika meliput berbagai peristiwa penting, misalnya demo di Istanbul, juga di Brasil, dan yang paling melegenda adalah liputan langsung Occupy Wall Street di New York. Kerusuhan di Baltimore beberapa waktu lalu juga tak luput dari liputan Tim.
KOMPAS/Amir SodikinDigital Journalism World 2015 digelar di Singapura 11-12 Mei 2015 lalu. Timothy Pool, anak muda yang kini menjadi koresponden senior Fusion TV, menjadi salah satu daya tarik peserta. Dalam usianya yang relatif muda, ia telah melahirkan genre baru jurnalisme, tepatnya di bidang liputan langsung yang dilakukan warga seorang diri. KOMPAS/Amir Sodikin
Liputan Occupy Wall Street pada 2011 merupakan liputan pertama Tim yang mendapatkan sorotan internasional untuk pemanfaatan teknologi. Ia selama 21 jam nonstop mendedikasikan dirinya untuk menyiarkan langsung peristiwa protes di Zuccotti Park itu.
Penonton bisa berpartisipasi dalam live streaming yang ia buat, termasuk bertanya kepada Tim tentang situasi terakhir yang bisa langsung direspons oleh Tim. Ia juga pernah memodifikasi mainan drone buatan Parrot AR untuk live streaming melalui sistem yang ia sebut sebagai DroneStream, yaitu cara murah untuk menyiarkan langsung dari udara.
Menampar media arus utama
Aksi Tim seolah menampar media arus utama karena dengan hanya seorang diri dan dengan peralatan minimalis, dan tentu saja murah meriah, ia sanggup mengalahkan media besar dengan peralatan canggih dan didukung minimal lima orang. Gabungan antara keluwesan pengguna gawai dan penggunaan media sosial yang efektif mampu melahirkan perspektif baru dalam liputan.
Ketika berangkat ke peristiwa Occupy Wal Street, ia memang bertekad untuk menampilkan perspektif lain dari protes itu yang tak didapatkan dari media arus utama. Ternyata memang benar, apa yang ia lakukan telah memberi nuansa berbeda dibandingkan dengan media-media arus utama. Inovasi di bidang metodologi dan penggunaan teknologi di dalam jurnalisme telah diakui banyak pihak dan menghasilkan banyak pujian dan penghargaan.
Ia telah menerima berbagai penghargaan, misalnya The Media Messenger of Zuccotti Park dalam Time’s Person of the Year 2011. Berlanjut pada 2012, dia dinobatkan dalam “Time’s top 140 Twitter feeds”, tahun 2012 juga masuk nominasi “Time 100 personality”, dan pada 2013 mendapatkan “Best Journalist in Social Media Shorty Award”.
Walaupun tak memikirkan mengunggah produk liputannya di laman web dari media yang dimiliki Tim, liputan yang dia sebar di media sosial telah memberi efek besar. Live streaming yang ia buat akhirnya disiarkan sejumlah media arus utama, seperti NBC, Reuters, Al Jazeera, RT, dan Time.
“Saya tak ahli membuat video, tapi ini ditonton banyak orang,” kata Tim.
Tahun 2014, Tim bergabung di Fusion TV. Kini jabatannya Direktur Inovasi Media dan Koresponden Senior di Fusion. Ia juga menjadi salah satu pendiri aplikasi Tagg.ly, yaitu aplikasi yang didesain untuk menampilkan watermark pada foto dan video yang diambil dari ponsel.
Walaupun dia bergabung di media tertentu, Tim tetap memanfaatkan berbagai kanal media sosial untuk menyampaikan liputannya. Ia memiliki kanal di Ustream (http://www.ustream.tv/timcast), LiveStream (https://livestream.com/timcast), Youtube (https://www.youtube.com/user/Timcasts), Instagram (https://instagram.com/timcast/), Twitter (https://twitter.com/timcast), situs web pribadi (http://www.timcast.com), dan masih banyak lagi.
James A Neufeld, CEO dan Pendiri SAM, perusahaan di bidang pemanfaatan media sosial untuk media massa, mengatakan, di era media sosial ini orang beranggapan rahasia sukses menjadi wartawan adalah ketika mampu menulis, menyunting, memotret, membuat video, memahami kode pemrograman, menemukan model bisnis, memanfaatkan algoritma, menerbangkan drone, memproduksi podcast, membuat live streaming, dan mengirim tweet apa pun di media sosial.
“Perubahan telah terjadi, terlepas apakah kamu suka atau tidak,” kata James. –(Amir Sodikin)–
Sumber: Kompas Siang | 15 Mei 2015