Memasuki minggu kedua Januari 2018, curah hujan di Indonesia, khususnya Jabodetabek atau Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi, cenderung rendah. Padahal, Januari sampai Februari ini sebelumnya diprakirakan akan jadi puncak musim hujan. Dinamika monsun dan aktifnya La Nina memengaruhi kurangnya intensitas hujan.
”Dibandingkan tanggal sama Januari 2017, intensitas hujan di Jabodetabek bulan ini lebih kecil. Kini hari tanpa hujan 1-5 hari, tetapi hujannya lingkup kecil dan tak merata,” kata Kepala Bidang Informasi dan Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ramlan, di Jakarta, Senin (8/1).
Hingga dua hari ke depan, peluang terjadi hujan di Indonesia kecil. ”Hujan yang terjadi saat ini lebih dipengaruhi faktor lokal, seperti pemanasan, ada belokan angin, dan konvergensi (daerah pertemuan angin) yang menumbuhkan awan hujan,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan mengatakan, belum munculnya hujan Januari ini lebih pada kondisi dinamika monsun. Berdasarkan data BMKG, suplai uap air dari Samudra Pasifik bagian timur ke Pasifik bagian barat tak signifikan. Itu menyebabkan aktivitas potensi pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia bagian timur tak signifikan.
Belum munculnya hujan Januari ini lebih pada kondisi dinamika monsun.
”Lemahnya pergerakan monsun barat yang biasa membawa hujan belum begitu kuat. Sebab, beberapa hari lalu masih tumbuh siklon tropis di wilayah utara Indonesia,” kata Ramlan.
Sementara suplai uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia bagian barat tak signifikan. Berkembangnya pusat tekanan rendah di Samudra Hindia barat daya Sumatera dan perairan Australia barat turut menarik massa udara ke arah mereka. Akibatnya, pembentukan awan di area Indonesia bagian barat, khususnya Jawa bagian barat, tidak signifikan.
”Berbeda dengan pembentukan siklon tropis Dahlia dan Hilda, di mana sirkulasi pusaran Samudra Hindia bergerak ke selatan Pulau Jawa, kali ini pergerakan pusaran di Samudra Hindia ke barat menjauhi Indonesia,” kata peneliti cuaca BMKG, Siswanto. Dinamika cuaca menyebabkan massa uap air yang mengalir ke Indonesia berasal dari area selatan khatulistiwa yang kering.
Berubah
Selain dinamika cuaca harian, menurut Siswanto, relatif keringnya cuaca saat ini dipengaruhi aktifnya La Nina di Samudra Pasifik. La Nina adalah fenomena suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik lebih rendah daripada area sekitarnya.
Berdasarkan data statistik yang direkam ketika La Nina aktif pada tahun 1998, 1999, dan 2000, hujan di Jabodetabek pada Januari secara statistik malah di bawah rata-rata normalnya. Namun, hujan akan menguat di atas normal pada Februari.
”Pusaran di Samudra Hindia barat daya Sumatera yang lebih kerap aktif saat La Nina lemah berkontribusi memusatkan aktivitas konveksi di area sekitar atau di jalur konvergensinya. Itu mengurangi aktivitas pertemuan angin antartropis (inter tropical convergence zone/ITCZ) dan konvektivitas di Jawa,” ujarnya.
Jika La Nina menguat, itu akan memperpanjang hujan di musim kemarau. ”Jika La Nina berakhir di akhir musim hujan, sekitar Maret, musim kemarau normal,” kata Dodo. (AIK)
Sumber: Kompas, 9 Januari 2018