Uji klinis fase tiga calon vaksin Covid-19 yang diproduksi Sinovac, China, memberi harapan baru pada upaya memutus rantai penularan penyakit mematikan itu. Efektivitas dan keamanan vaksin masih perlu diuji lebih lanjut.
Uji klinis fase ketiga calon vaksin Covid-19 buatan China di Indonesia menjadi harapan untuk memutus penularan virus korona baru ini. Namun demikian, masih banyak ketidakpastian dan semua pihak perlu lebih fokus mengendalikan penularan Covid-19 saat ini juga seiring dengan terus meluasnya kasus.
“Uji klinis tahap ketiga merupakan langkah terakhir untuk melihat efek samping dan efikasi suatu vaksin sebelum bisa diproduksi dan diberikan ke masyarakat. Kita tentu berharap vaksin Sinovac yang diuji ini sukses. Namun, jika pun hasilnya baik, tidak serta-merta pandeminya akan bisa diatasi,” kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi Amien Soebandrio, di Jakarta, Selasa (11/8/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Amin, pemberian vaksin bertujuan membentuk kekebalan kelompok. Untuk Covid-19 ini minimal 70 persen populasi yang harus divaksin untuk memutus rantai penularan. “Untuk Indonesia minimal 175 juta penduduk yang harus diberi vaksin. Ini bisa lama untuk mencapai angka itu, tergantung suplai vaksin dan kecepatan jangkauannya,” katanya.
Selain itu, saat ini belum ada yang bisa mengetahui berapa lama kekebalan yang dimiliki mereka yang mendapat vaksin Covid-19. “Dalam banyak penyakit lain, pemberian vaksin harus diulang. Jika dilakukan dua kali saja, artinya kebutuhan vaksinnya minimal 350 juta. Itu sebabnya kita perlu membuat vaksin dalam negeri, seperti kini masih dikembangkan Eijkman,” ungkapnya.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA—Tim riset uji klinis calon vaksin Covid-19 menyimulasikan penyuntikan vaksin produksi Sinovac, China, kepada sukarelawan di gedung Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). Sebelum disuntik vaksin, calon sukarelawan akan menjalani pemeriksaan kesehatan, Selasa (11/8/2020).
Amin menambahkan, vaksin buatan perusahaan Sinovac dari China ini dikembangkan dengan material dasar virus SARS-CoV-2 yang dimatikan. Ini merupakan teknologi paling sederhana dalam pembuatan vaksin.
“Kita membiakkan virusnya. Setelah cukup jumlahnya, dimatikan dengan cara kimia dan radiasi. Sekalipun ini teknologi paling awal, namun masih banyak dipakai, seperti vaksin flu burung juga menggunakan teknologi ini, tapi harus diperhitungkan efek sampingnya,” tuturnya.
Jika nanti hasil uji klinis berhasil baik, Amin berharap Sinovac mau memberikan isolatnya sehingga bisa diproduksi sendiri di Indonesia. “Jika tidak ya artinya kita impor dan hanya dikemas di sini,” kata Amin.
Sementara itu, vaksin yang dikembangkan Lembaga Eijkman, menurut Amin menggunakan teknologi rekombinan protein. “Kami mulai pengembangan antigen atau sekitar 40 persen dari tahapan. Kita menggunakan sel mamalia untuk memproduksi protein rekombinannya. Kalau itu berhasil dan dikarakterisasi bagus, baru diujikan ke hewan coba. Kita targetkan dua tiga bulan ke depan bisa diujikan,” katanya.
Kemajuan riset yang dilakukan Lembaga Eijkman sesuai jadwal untuk bisa menyelesaikan hasilnya ke industri pada Februari-Maret 2021. “Tidak bisa dipercepat lagi, karena prosesnya memang tidak mudah,” ujarnya.
Bagian strategi
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan, untuk mengatasi pandemi Covid-19, kita tidak bisa menunggu vaksin tersedia. “Dalam sejarah pandemi, belum pernah ada catatannya bisa diakhiri dengan vaksin. Tetapi, vaksin hanya menjadi bagian dari penanganan wabah,”ujarnya.
“Apalagi, vaksin-vaksin Covid-19 ini kemungkinan efektivitasnya hanya di kisaran 70 persen, bahkan banyak ahli memprediksi di kisaran 40 -60 persen. Ini virus baru yang masih belum banyak diketahui,” katanya.
Terkait hal itu, saat ini Pemerintah Indonesia seharusnya fokus pada upaya mengendalikan Covid-19 dengan meningkatkan kemampuan pelacakan, tes, dan isolasi. Adapun masyarakat harus mengubah perilaku menjaga jarak dan membatasi mobilitas.
DOK. KEMENTERIAN BUMN—Presiden Joko Widodo meninjau laboratorium Bio Farma, Bandung, Jawa Barat pada hari Selasa (11/8/2020). Bio Farma kini dalam proses pengembangan dan pembuatan vaksin antivirus baru korona atau Covid-19.
“Setidaknya sampai 3 atau 5 tahun ke depan, kita belum akan pulih. Kalaupun vaksin sudah ada, tetap harus menjaga protokol kesehatan sampai wabah benar-benar dieliminasi. Semoga di masa itu tidak ada wabah yang lain,” katanya.
Untuk dapat mengakses konten ini, silakan berlangganan paketKompas Digital Premiumatauloginjika sudah berlangganan. Bagi pengguna baru,daftardan dapatkan akses bebas ke semua berita bebas akses.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 12 Agustus 2020