Gempa bumi beruntun kembali melanda Halmahera Barat, Maluku Utara. Masyarakat diminta tenang karena fenomena itu diyakini sebagai gempa bumi tektonik tipe “swarm” yang ditandai frekuensinya banyak dalam rentang waktu lama, tetapi tidak akan diikuti kekuatan besar.
Setidaknya, 20 keluarga dilaporkan meninggalkan Desa Bobanehena, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, menuju Kota Tidore Kepulauan, Kota Ternate, dan Kabupaten Halmahera Utara. Mereka, bersama warga dari daerah lain, khawatir gempa menerus itu berdampak bencana ikutan yang mengancam keselamatan.
Setiap malam, warga tidur di tenda-tenda darurat di salah satu bukit dekat kampung itu. Total warga desa yang mengungsi 1.516 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Abdan Mutaib, Kepala Pos Komando Penanggulangan Bencana di Desa Bobanehena, dihubungi dari Ambon, Maluku, Kamis (3/12) malam, menuturkan, warga belum dapat sosialisasi tentang gempa serta dampak-dampaknya. Gempa berkepanjangan itu pertama kali dialami warga setempat. Tercatat lebih dari 800 kali gempa sejak 16 November.
“Tanah-tanah banyak yang sudah retak. Warga takut jika terjadi gempa terus-menerus bakal menimbulkan longsor. Selain itu, warga juga khawatir gempa itu terkait aktivitas Gunung Jailolo,” ujarnya. Desa Bobanehena tepat di bawah kaki Gunung Jailolo.
Gunung Jailolo berada di tengah kompleks gunung berapi yang membentuk semenanjung barat Teluk Jailolo di pesisir barat Pulau Halmahera. Gunung itu lama tidak mengalami erupsi, tetapi ada bekas aliran lava muda di sisi timur (Kompas, 25/11).
Fluktuatif
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dua minggu terakhir, frekuensi gempa bumi di Halmahera Barat masih fluktuatif. Frekuensi gempa tertinggi terjadi 21 November 2015 dengan jumlah gempa 146 per hari. Setelah itu, frekuensi gempa menurun hingga tinggal satu kali gempa per hari, yaitu 30 November 2015. Namun, Rabu (2/12), jumlah gempa bumi kembali meningkat menjadi 96 kali.
“Kami masih yakin gempa bumi Halmahera Barat bertipe swarm. Gempa tipe ini biasa terjadi dalam rentang waktu lama, bisa berbulan-bulan,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG Daryono.
Tipe swarm itu biasanya tidak akan diikuti gempa bumi dengan kekuatan besar. Seperti gempa- gempa sebelumnya, frekuensi gempa yang kembali meninggi dalam tiga hari terakhir itu kekuatannya masih di bawah 5 skala Richter (SR). “Kekuatannya rata-rata 4,8 SR, 4 SR, dan 3,1 SR, sedangkan intensitasnya III-IV MMI,” katanya.
Daryono mengatakan, melihat kekuatannya yang kecil, gempa itu seharusnya tak akan menimbulkan kerusakan bangunan. “Kecuali konstruksi bangunannya tidak benar,” katanya.
Menurut Daryono, peristiwa itu juga harus menjadi momentum masyarakat di Halmahera Barat, yang berada di zona rentan gempa untuk memperbaiki konstruksi rumah sesuai standar tahan gempa. “Di Halmahera Barat masih banyak rumah tembok tidak sesuai standar. Batu bata asal disusun dan banyak yang tanpa tulangan,” katanya.
Sekalipun kekuatan gempanya relatif kecil, menurut Daryono, BMKG akan terus memantau fenomena itu. “Kami telah mengirim tim dari Pusat Gempa Regional 4 Makassar dan Stasiun Geofisika Ternate. Mereka membawa seismograf digital portabel,” katanya. (FRN/AIK)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Desember 2015, di halaman 14 dengan judul “Intensitas Gempa Halmahera Barat Meningkat Lagi”.