Untuk mendukung pengoperasian sistem kereta ringan (LRT) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi, industri kereta api PT INKA akan mengirimkan empat rangkaian kereta atau 24 unit gembong kereta ringan hingga Juni.
Manajer Proyek LRT PT INKA Panji Sulaksono menyampaikan hal itu dalam temu media, di PT INKA, Madiun, Jawa Timur, Selasa (15/1/2019).
”Pengiriman itu merupakan tahap pertama dari total 31 rangkaian LRT atau 186 kereta yang akan dioperasikan PT KAI di Jabodebek,” kata Direktur Keuangan PT INKA Mardianus Pramudya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/YUN Gerbong LRT PT INKA
Program LRT yang dimulai sejak Januari 2018 menghasilkan kereta untuk dioperasikan di Sumatera Selatan sejak Agustus 2018. ”Saat ini, Indonesia menguasai desain teknologi dan fabrikasi LRT Jabodebek. Proses pembelajaran dan penguasaan teknologi LRT berbasis pada pengalaman pembuatan kereta selama ini dengan kapasitas dan bobot lebih berat,” ujarnya.
Proses pembelajaran dan penguasaan teknologi LRT berbasis pada pengalaman pembuatan kereta selama ini dengan kapasitas dan bobot lebih berat.
Pada LRT, untuk mencapai bobot yang ringan dan dioperasikan di kontrukusi layang (elevated), digunakan bahan aluminium yang dapat mengurangi bobot 30 persen dari 45 ton per gerbong jika menggunakan bahan baja stainless.
Dalam desain, fabrikasi hingga pengujian kereta jenis baru ini, INKA didampingi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Melalui dukungan teknis ini tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dapat mencapai 60 persen dan akan terus ditingkatkan hingga 80 persen. ”Hal ini membutuhkan inovasi teknologi perkeretaapian dan keterlibatan industri nasional terkait,” ucap Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Wahyu Widodo Pandoe.
Kepala Program LRT BPPT Barman Tambunan menambahkan, PT INKA tidak hanya memerlukan dukungan industri nasional untuk komponen dan permesinan, tetapi juga ”pohon” riset untuk industri kereta api. Saat ini, ada 15 usulan dari perguruan tinggi dan lembaga riset. BPPT mengusulkan simulasi uji struktur dan variasi desain dan manufaktur semua kereta termasuk LRT. BPPT juga menyiapkan dokumen standar pembuatan RAMS khusus untuk kereta, yaitu SNI Nomor 50126, 50128, dan 50129EN.
Sementara hasil audit dan pengujian yang dilakukan pihaknya di PT INKA, lanjut Barman, menunjukkan industri ini memiliki tingkat kesiapan manufaktur MRL 7-8. Hal ini diharapkan dapat terus ditingkatkan dengan dukungan industri pendukung lainnya.
”Ke depan kami juga akan membantu mengembangkan teknologi kereta berpenggerak terbaru agar LRT bisa jalan otomatis atau dipandu dari jauh,” ujarnya. Hal itu dilakukan BPPT dengan berbagai program, di antaranya program inovasi, audit, clearing house, dan alih teknologi. Selain itu, BPPT menerapkan program penguatan kapasitas agar daya saing industri perkeretaapian Indonesia meningkat.
Pengujian
LSelain itu, lanjut Wahyu, BPPT memiliki juga fasilitas uji sarana dan prasarana perkeretapiaan, software, dan SDM yang mumpuni untuk membantu meningkatkan daya saing PT INKA. Sejak setahun lalu BPPT telah menguji kekuatan struktur kereta LRT Jabodebek ini. Selain itu, Tim Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP) BPPT menguji sistem sirkulasi udara di dalam LRT.
Adapun rekomendasi desain terkait dengan kebisingan dan vibrasi untuk kenyamanan selama perjalanan LRT dilakukan Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika, dan Aeroakustika (B2TA3) BPPT. ”Tujuannya agar penumpang dapat berkomunikasi dengan nyaman selama perjalanan di dalam LRT dan penduduk sekitar daerah yang dilewati LRT tidak terganggu kebisingan,” ujarnya.
Program Director (Chief Engineer) BPPT untuk LRT Mulyadi Sinung memaparkan, dukungan BPPT dalam perkeretaapian berfokus menyiapkan aspek keamanan desain teknologi untuk LRT Jabodebek. Pengujiannya melibatkan beberapa perguruan tinggi sesuai dengan keunggulannya, antara lain Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan Universitas Gadjah Mada.–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 16 Januari 2019