Ini Masukan BRG apabila Dibentuk BRG 2.0

- Editor

Kamis, 20 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Badan Restorasi Gambut yang dibentuk Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 akan berakhir tugasnya pada 2020. Target restorasi sebesar 2 juta hektar—berkembang hingga 2, 6 juta hektar—masih terus dikebut meski hasilnya tak bisa dilihat dalam satu atau dua periode pemerintahan.

Sejumlah kendala teknis maupun regulasi mewarnai perjalanan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dibangun atas respons Indonesia pada kebakaran hutan dan lahan tahun 2015. Ini sejumlah masukan dari badan ad hoc yang hingga kini mengklaim telah merestorasi 679.000 hektar gambut di lahan masyarakat serta memberikan intervensi supervisi bagi 250.000 hektar gambut di lahan perusahaan perkebunan.

KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA–Lahan gambut di Kampung Enem, Kabupaten Mappi, Papua, siap ditanami pohon sagu, Kamis (16/5/2019). Badan Restorasi Gambut (BRG) menyerahkan 15 paket revitalisasi ekonomi di Kabupaten Mappi pada 2019. Tiap paket revitalisasi itu mencakup lahan seluas 5 hektar dan pohon sagu untuk dibudidayakan

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kepala BRG Nazir Foead, Rabu (19/6/2019), di Jakarta, menyatakan telah meminta tim akademisi serta pakar gambut untuk mengkaji dan mengevaluasi pekerjaan yang telah dilakukan BRG. Selain itu, tim pakar tersebut diminta memberikan perencanaan bagi pekerjaan restorasi pada masa mendatang untuk dilaporkan kepada Presiden.

”Seperti biasa, harus sampaikan opsi-opsi beserta pros (kelebihan) dan cons (kekurangan) kepada Bapak Presiden,” kata Nazir Foead ketika ditanya Kompas terkait dengan kelanjutan BRG pada masa mendatang.

Ia mengatakan, dari 14,9 juta hektar gambut di Indonesia, sejumlah 8 juta hektar di antaranya mengalami kerusakan. Untuk memulihkan luasan tersebut memiliki implikasi sosial, ekonomi, dan politik, ini yang dikaji dan menjadi masukan BRG untuk diputuskan Presiden.

”Paling tidak ada tiga skenario, belum tahu skenario terbaik karena menunggu kajian pakar,” katanya. Masukan dan laporan ini, lanjut Foead, akan dilaporkan kepada Presiden paling tidak akhir tahun ini.

Selama menginjak empat tahun kerja BRG, kata dia, terdapat sejumlah kendala teknis hingga kelembagaan. Kendala kelembagaan tersebut contohnya ialah kesiapan pemerintah daerah dalam menerapkan sejumlah prinsip restorasi.

Misalnya, BRG mengedepankan Padiatapa (Prosedur Penerapan Persetujuan atas Informasi Awal dan Tanpa Paksaan) pada setiap pekerjaan yang melibatkan masyarakat. ”Padiatapa agak baru untuk pemda. Butuh waktu implementasikan Padiatapa, tetapi juga butuh waktu pemda mengerti,” katanya.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG),–difoto pada 19 Juni 2019 di Jakarta.

Secara terpisah, Deputi Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan BRG Alue Dohong menyampaikan sejumlah alasan dibutuhkannya BRG atau disebutnya BRG 2.0.

Pertama, gambut adalah aset ekonomi dan aset lingkungan strategis yang dimiliki bangsa Indonesia. Aset ini bisa menjadi sumber berkah/berkat bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bisa menjadi sumber petaka apabila tidak di kelola dengan bijaksana.

Kedua, kegiatan restorasi gambut adalah proses jangka panjang, bukan pekerjaan instan. Karena itu, waktu lima tahun adalah waktu yang tidak cukup untuk merestorasi gambut Indonesia yang diestimasi mengalami degradasi sekitar 50 persen dari luasan gambut kita 14,9 juta hektar. Terkait dengan waktu restorasi agar gambut kembali pada fungsinya, Nazir Foead menyebut Jepang membutuhkan waktu 10 tahun dan Finlandia 25 tahun. Itu pun belum 100 persen pulih, tetapi degradasi bisa berhenti dan menuju perbaikan.

Ketiga, restorasi gambut merupakan salah satu program strategis dan hal yang relatif mudah diraih (low hanging fruit) dalam rangka pemenuhan target capaian penurunan emisi (NDC) Indonesia.

Keempat, kebijakan restorasi gambut perlu diperkuat dengan memasukkannya dalam isu strategis pembangunan kebijakan pembangunan nasional (RPJM nasional) ataupun daerah (RPJMD provinsi/kabupaten/kota).

Kelima, pengembangan kapasitas stakeholder merupakan suatu keniscayaan apabila restorasi gambut ingin mencapai keberhasilan. Ini selaras dengan visi Presiden Jokowi tentang penguatan SDM pada periode kedua.–ICHWAN SUSANTO

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 19 Juni 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB