Badan Restorasi Gambut yang dibentuk Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 akan berakhir tugasnya pada 2020. Target restorasi sebesar 2 juta hektar—berkembang hingga 2, 6 juta hektar—masih terus dikebut meski hasilnya tak bisa dilihat dalam satu atau dua periode pemerintahan.
Sejumlah kendala teknis maupun regulasi mewarnai perjalanan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dibangun atas respons Indonesia pada kebakaran hutan dan lahan tahun 2015. Ini sejumlah masukan dari badan ad hoc yang hingga kini mengklaim telah merestorasi 679.000 hektar gambut di lahan masyarakat serta memberikan intervensi supervisi bagi 250.000 hektar gambut di lahan perusahaan perkebunan.
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA–Lahan gambut di Kampung Enem, Kabupaten Mappi, Papua, siap ditanami pohon sagu, Kamis (16/5/2019). Badan Restorasi Gambut (BRG) menyerahkan 15 paket revitalisasi ekonomi di Kabupaten Mappi pada 2019. Tiap paket revitalisasi itu mencakup lahan seluas 5 hektar dan pohon sagu untuk dibudidayakan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala BRG Nazir Foead, Rabu (19/6/2019), di Jakarta, menyatakan telah meminta tim akademisi serta pakar gambut untuk mengkaji dan mengevaluasi pekerjaan yang telah dilakukan BRG. Selain itu, tim pakar tersebut diminta memberikan perencanaan bagi pekerjaan restorasi pada masa mendatang untuk dilaporkan kepada Presiden.
”Seperti biasa, harus sampaikan opsi-opsi beserta pros (kelebihan) dan cons (kekurangan) kepada Bapak Presiden,” kata Nazir Foead ketika ditanya Kompas terkait dengan kelanjutan BRG pada masa mendatang.
Ia mengatakan, dari 14,9 juta hektar gambut di Indonesia, sejumlah 8 juta hektar di antaranya mengalami kerusakan. Untuk memulihkan luasan tersebut memiliki implikasi sosial, ekonomi, dan politik, ini yang dikaji dan menjadi masukan BRG untuk diputuskan Presiden.
”Paling tidak ada tiga skenario, belum tahu skenario terbaik karena menunggu kajian pakar,” katanya. Masukan dan laporan ini, lanjut Foead, akan dilaporkan kepada Presiden paling tidak akhir tahun ini.
Selama menginjak empat tahun kerja BRG, kata dia, terdapat sejumlah kendala teknis hingga kelembagaan. Kendala kelembagaan tersebut contohnya ialah kesiapan pemerintah daerah dalam menerapkan sejumlah prinsip restorasi.
Misalnya, BRG mengedepankan Padiatapa (Prosedur Penerapan Persetujuan atas Informasi Awal dan Tanpa Paksaan) pada setiap pekerjaan yang melibatkan masyarakat. ”Padiatapa agak baru untuk pemda. Butuh waktu implementasikan Padiatapa, tetapi juga butuh waktu pemda mengerti,” katanya.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG),–difoto pada 19 Juni 2019 di Jakarta.
Secara terpisah, Deputi Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan BRG Alue Dohong menyampaikan sejumlah alasan dibutuhkannya BRG atau disebutnya BRG 2.0.
Pertama, gambut adalah aset ekonomi dan aset lingkungan strategis yang dimiliki bangsa Indonesia. Aset ini bisa menjadi sumber berkah/berkat bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bisa menjadi sumber petaka apabila tidak di kelola dengan bijaksana.
Kedua, kegiatan restorasi gambut adalah proses jangka panjang, bukan pekerjaan instan. Karena itu, waktu lima tahun adalah waktu yang tidak cukup untuk merestorasi gambut Indonesia yang diestimasi mengalami degradasi sekitar 50 persen dari luasan gambut kita 14,9 juta hektar. Terkait dengan waktu restorasi agar gambut kembali pada fungsinya, Nazir Foead menyebut Jepang membutuhkan waktu 10 tahun dan Finlandia 25 tahun. Itu pun belum 100 persen pulih, tetapi degradasi bisa berhenti dan menuju perbaikan.
Ketiga, restorasi gambut merupakan salah satu program strategis dan hal yang relatif mudah diraih (low hanging fruit) dalam rangka pemenuhan target capaian penurunan emisi (NDC) Indonesia.
Keempat, kebijakan restorasi gambut perlu diperkuat dengan memasukkannya dalam isu strategis pembangunan kebijakan pembangunan nasional (RPJM nasional) ataupun daerah (RPJMD provinsi/kabupaten/kota).
Kelima, pengembangan kapasitas stakeholder merupakan suatu keniscayaan apabila restorasi gambut ingin mencapai keberhasilan. Ini selaras dengan visi Presiden Jokowi tentang penguatan SDM pada periode kedua.–ICHWAN SUSANTO
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 19 Juni 2019