Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meneliti tingginya kasus kematian warga Desa Karanglo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Desa tersebut masuk di kawasan ring satu pabrik semen PT Semen Indonesia.
“Tim Komnas HAM ke lapangan karena mendapat laporan awal telah terjadi kematian 61 orang di Desa Karanglo. Setelah dicek di lapangan, ditemukan ada 29 orang di desa itu yang meninggal sejak Januari hingga Maret 2016. Satu orang meninggal saat kami di sana karena kanker kelenjar getah bening,” kata Ketua Tim Komnas HAM Muhamad Nurkhoiron, Jumat (15/4), di Jakarta. “Angka kematian ini tergolong tinggi untuk desa kecil.”
Nurkhoiron menambahkan, korban yang meninggal tersebut rata-rata berusia 40 tahun hingga 90 tahun dengan sakit yang diderita di antaranya hipertensi, stroke, dan gangguan pernapasan. “Masyarakat yang kami temui mengeluhkan dampak beroperasinya pabrik semen, yaitu polusi debu yang dirasakan setiap hari sehingga mengganggu aktivitas dan berdampak terhadap kesehatan mereka, khususnya pernapasan dan mata,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan data di Puskesmas Kerek, ujar dia, terjadi peningkatan penderita infeksi pernapasan akut dengan angka mencapai 1.775 (2013), 1.656 (2014), dan 2.058 (2015). Puskesmas Kerek membawahi 10 desa yang berada di wilayah sekitar industri semen, termasuk di antaranya Desa Karanglo.
Perlu kajian lanjut
Menurut Nurkhoiron, sekalipun ada indikasi peningkatan kematian yang tidak wajar, belum bisa disimpulkan bahwa warga yang meninggal tersebut karena terdampak pencemaran udara yang diduga berasal dari industri semen setempat. “Perlu pembuktian secara medis lebih lanjut,” katanya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Tbk Agung Wiharto mengatakan, Desa Karanglo berada di kawasan ring satu lokasi pabrik semen. “Tapi, ada buffer zone antara desa dan pabrik. Awalnya, desa ini jauh dari pabrik,” ucapnya.
Menurut Agung, laporan awal media yang menyebut kematian di desa ini mencapai 61 orang tendensius. “Kalau meninggalnya 28 orang, kami kira masih wajar karena rentang waktu tiga bulan.”
Selama ini, menurut Agung, perusahaannya rutin melakukan pengecekan kesehatan. Bahkan, memberikan pengobatan gratis kepada masyarakat sekitar. “Pengukuran kami, kualitas lingkungan, baik udara maupun air di sekitar lokasi pabrik tahun 2015 masih dalam ambang baku mutu yang dipersyaratkan,” ujarnya.
Nurkhoiron mengatakan, ada perbedaan laporan kualitas lingkungan dari PT Semen Indonesia Tbk dengan kajian pemerintah daerah dibantu tim independen. “Kami masih akan mengkaji soal ini,” katanya. Ia berharap kajian kualitas lingkungan di semua pabrik di Indonesia dilakukan tim independen, bukan pihak pabrik saja. (AIK)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Kematian di Sekitar Pabrik Tuban Diteliti”.