Gerhana Matahari Total 2016
Gerhana matahari total pertama kali pada abad ke-21 yang akan terjadi 9 Maret 2016 di wilayah Indonesia mendapat sambutan luar biasa masyarakat di sejumlah daerah. Beragam perhelatan budaya digelar. Arus wisatawan ke daerah lintasan GMT juga deras.
”Mari, semua warga di Indonesia menyaksikan keindahan gerhana matahari,” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin di Jakarta, Minggu (6/3).
Mulai dari Kepulauan Pagai, Sumatera Barat, ke arah timur hingga Halmahera, Maluku Utara, adalah daerah yang berada di jalur totalitas gerhana. Sinar matahari yang terang pada pagi hari akan hilang sesaat. Bumi pun gelap kembali. Sementara yang berada di jalur di luar totalitas gerhana akan menyaksikan matahari berubah wujud seperti sabit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Semua orang cenderung ingin menyaksikan matahari sepanjang proses gerhana. Ini perlu diatasi dengan memakai berbagai perlengkapan yang disarankan.
Menatap matahari saat gerhana sama seperti menatap matahari di hari biasa. Bahayanya sama mengingat intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi tak bisa ditoleransi mata.
Keindahan gerhana di fase total menjadi satu-satunya fase yang bisa disaksikan dengan mata telanjang. Korona yang mengelilingi piringan bulan akan meredup. Sungguh mengagumkan.
Cuaca
Cuaca di semua daerah lintasan GMT dan gerhana matahari sebagian belum bisa dipastikan cerah. ”Ada pusat tekanan rendah di Samudra Hindia, selatan Lampung, dan utara Australia,” kata Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Fachri Radjab.
Pusat-pusat tekanan rendah itu menarik udara dari wilayah bertekanan lebih tinggi di utara Indonesia. Lalu, timbul belokan angin berpotensi memicu hujan ringan di Kalimantan hingga Pulau Halmahera bagian utara.
Di Sumatera, saat gerhana diprediksi tidak hujan. Namun, dikhawatirkan langit tertutup awan di Bengkulu, Palembang, Palangkaraya, dan Palu.
Berdatangan
Sekitar 1.000 wisatawan mancanegara yang menggunakan transportasi udara, kemarin, dilaporkan tiba di Ternate, Maluku Utara. Sehari menjelang GMT, jumlah turis mancanegara diduga melonjak sampai 2.000, untuk menikmati GMT di sejumlah wilayah Maluku Utara. ”Sebanyak 80 persen wisatawan mancanegara akan menikmati GMT di Ternate, selebihnya tersebar ke Jailolo dan Maba,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate Anas Konoras.
Pulau Halmahera menjadi wilayah daratan di Indonesia yang terakhir kali dilintasi GMT kali ini. Maba menjadi daratan terakhir yang akan dilintasi GMT.
Sebanyak 21 kapal pesiar yang masing-masing membawa lebih dari 300 wisatawan domestik dan mancanegara, saat ini, pun dalam perjalanan ke Ternate. Untuk meramaikan hiburan, pemerintah daerah setempat sejak 1 Maret 2016 menggelar Festival Legu Gam untuk memamerkan budaya daerah di Maluku Utara.
Di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, jumlah penumpang maskapai penerbangan tiga hari terakhir naik 20 persen. ”Hari ini jumlah penumpang 90 persen. Pada hari biasa hanya 70 persen,” kata Manajer Distrik Lion Air Palangkaraya Agung Purnama.
Di Mentawai, Sumatera Barat, datang sejumlah wisatawan mancanegara menumpang Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Ambu-ambu untuk menikmati GMT. Carlos Munoz (51), turis asal Swiss, menuturkan, kedatangannya ke Mentawai untuk kedua kali ini untuk berselancar dan menyaksikan GMT.
Luke Robinson (42), wisatawan asal Afrika Selatan, mengatakan, Mentawai menjadi tempat menyaksikan GMT keenam kali. Pada 1999, ia menyaksikan di Hongaria, Australia (2003), Turki (2006), Samudra Pasifik (2007), dan Australia bagian utara (2012). Sementara itu, Vicki van Aardt (34), juga asal Afrika Selatan, mengatakan, dirinya mempersiapkan perjalanan ke Mentawai sejak dua tahun lalu.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Mentawai Desti Seminora mengatakan, pengamatan GMT di Mentawai dipusatkan di Pagai Utara dan Sikakap.
Kementerian Pariwisata memperkirakan sekitar 100.000 wisatawan mancanegara dan 5 juta wisatawan domestik akan berdatangan ke daerah-daerah yang akan dilintasi GMT.
Perhelatan budaya
Masyarakat lain di daerah yang dilintasi gerhana matahari sebagian juga turut menyambut peristiwa alam ini. Warga Kota Solo, Jawa Tengah, kemarin, mengadakan kirab budaya Kalahayu: Perkawinan Alam Raya untuk menyambut peristiwa gerhana matahari ini.
Warga berkumpul di ruas jalan antara rumah dinas Wali Kota Solo di Loji Gandrung hingga Balai Soedjatmoko di Jalan Slamet Riyadi. Sejumlah komunitas budaya meramaikan peristiwa itu, antara lain para penari Topeng Ireng Krido Mudho dari Boyolali, Kelompok Topeng Ireng dari Karanganyar, Paguyuban Loro Blonyo, Sanggar Seni Swara Lesung Srikaton Mudo, Paguyuban Pasar Tradisional Papatsuta (Pasamuan Pasar Tradisional Surakarta), Komunitas Anak Bawang, dan Komunitas Red Batik dari Surakarta.
Budayawan Soeprapto Soeryodarmo membawakan gerak ritual ”Kebo Awu Bumi Sembah” bersama Rusini, Rani Maharani, Diane Butler, dan Sandy Dea CN, diiringi mantram Kalahayu oleh Empu Basuki dan Empu Totok dari Pedepokan Brajabuwana.
Ki Daliman dari Besalen Meteor Putih Mojosongo menyajikan ritual ”Kiai Singkir Plastik”, simbol pembersihan bumi dari unsur perusak keseimbangan alam. Kelompok lesung Desa Plesungan, musik perkusi Mboten Spaneng, Victor Hugo, dan Srimara berkolaborasi menyajikan komposisi musik perkusi. (JOG/VDL/FRN/PRA/RAM/ZAK/DKA/RWN/MZW/XAR)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Maret 2016, di halaman 1 dengan judul “Indonesia Sambut Gerhana”.