Publikasi Ilmiah Terdongkrak dengan Aplikasi Pendata Riset
Pemerintah mengembangkan sistem aplikasi Science and Technology Index atau Sinta untuk mendata publikasi dan sitasi nasional-internasional dari dosen dan peneliti. Upaya ini berhasil meningkatkan publikasi ilmiah para peneliti Indonesia.
Raihan Indonesia saat ini melampaui Thailand. Per 4 Agustus ini Indonesia sudah memiliki publikasi terindeks global sebanyak 9.700 dokumen, sedangkan Thailand 8.321 dokumen.
Bahkan, untuk jurnal ilmiah Indonesia yang terindeks Directory of Open Access Journal (DOAJ), Indonesia berhasil menembus tiga besar setelah Brasil dan Inggris. Hal ini seiring meningkatnya jurnal ilmiah elektronik yang pada 2017 ini mencapai 21.820 jurnal. Padahal, tahun 2013 baru 4.000 jurnal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir dalam peluncuran Sinta versi 2.0 di Jakarta, Jumat (4/8), optimistis jumlah publikasi ilmiah para peneliti di Indonesia terus meningkat. Tahun lalu, Indonesia masih di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Menurut Nasir, potensi peningkatan cukup besar setelah dikembangkannya Sinta versi 1.0, lalu diperbarui jadi Sinta versi 2.0. Sinta merupakan portal yang berisi pengukuran kinerja ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi kinerja peneliti/penulis/author, kinerja jurnal, serta kinerja institusi iptek.
Nasir mengatakan, baru 11 persen dari 268.000 dosen dan 10.000 peneliti yang mendaftar di sistem ini. Fungsinya mendorong peneliti melakukan penelitian serta mengerek kenaikan jabatan fungsional dosen dan peneliti. Peningkatan publikasi ilmiah internasional Indonesia memberikan optimisme untuk meningkatkan inovasi guna meningkatkan daya saing bangsa.
Dana riset
Nasir menambahkan, pihaknya berupaya meyakinkan Menteri Koordinator Perekonomian agar dana riset yang tersebar di banyak lembaga penelitian dan pengembangan kementerian lain bisa disentralisasi di Kemristek dan Dikti. Nilainya mencapai Rp 23 triliun.
Menurut Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan M Dimyati, sistem yang ada selama ini tidak beroperasi. Ada berbagai sebab, seperti inkonsistensi dukungan karena tidak digunakan sebagai instrumen penentu dalam implementasi kebijakan, seperti akreditasi dan jabatan fungsional. Akibatnya, data penelitian tak termutakhirkan dan akhirnya mati.
Dimyati menyatakan, hingga 17 Juni, Sinta versi 1.0 diakses 40 juta di wilayah Asia, 24 juta di Amerika Utara, dan 14 juta di Indonesia. “Angka yang cukup fantastis untuk sebuah laman yang masih relatif baru. Pengembangan dilakukan lewat dirilisnya Sinta versi 2.0 yang juga bisa diakses secara mobile,” ujarnya.
Secara terpisah, Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Sutarto Hadi mengatakan, pihaknya sudah menggelontorkan dana lebih kurang Rp 21 miliar untuk riset. Hasilnya cukup signifikan dalam peningkatan jumlah penelitian dan publikasi ilmiah. “Secara nasional, ULM masuk 50 besar lembaga dan perguruan tinggi yang berkontribusi besar terhadap publikasi ilmiah,” ungkapnya.
Tahun ini, ULM menargetkan ada peningkatan jumlah publikasi ilmiah di jurnal internasional, dari 350 publikasi menjadi 500 publikasi. Riset utamanya lingkungan lahan basah, sesuai keunggulan ULM. (ELN/JUM)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Agustus 2017, di halaman 11 dengan judul “Indonesia Salip Thailand”.