Sebanyak 450 judul buku karya penulis Indonesia dipamerkan dalam gelaran London Book Fair 2019. Selain untuk memperkenalkan buku-buku karangan penulis Indonesia ke tingkat internasional, pameran ini juga digunakan untuk memperkenalkan budaya khas Indonesia.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Sebanyak 450 judul buku karangan penulis Indonesia akan dipamerkan pada ajang London Book Fair 2019. Dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta, Selasa (5/3/2019), ajang ini menjadi tempat untuk memperkenalkan buku dan budaya dari Indonesia ke tingkat internasional
Ketua Harian Panitia Pelaksana Kegiatan Indonesia Market Focus untuk London Book Fair 2019 Laura Bangun Prinsloo mengatakan, Indonesia akan diwakili oleh 12 penulis dan 34 penerbit, serta 100 delegasi. “Ajang ini menjadi tempat untuk meningkatkan penjualan buku Indonesia ke luar negeri,” kata Laura dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Laura Bangun Prinsloo
Adapun London Book Fair 2019 akan berlangsung di Olympia, Kensington, London, Inggris pada 12-14 Maret 2019. Kedua belas penulis yang mewakili Indonesia, yaitu Agustinus Wibowo, Clara Ng, Dewi Lestari, Faisal Oddang, Intan Paramaditha, Laksmi Pamuntjak, Leila S Chudori, Nirwan Dewanto, dan Norman Erikson Pasaribu. Selain itu, ada Reda Gaudiamo, Seno Gumiro Ajidarma, dan Sheila Rooswitha Putri.
Sejumlah penulis dan seniman Indonesia lain juga akan hadi di ajang ini, seperti Goenawan Mohamad, Haidar Bagir, Avianti Armand, Mikael Johani, Marchella FP, Yusi Avianto Pareanom, Hanafi, Bara Pattiradjawane, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, Djenar Maesa Ayu, Debby Loekito, Faza Meonk, Herdiana Hakim, Andik Prayogo, dan Eva Y Nukman.
Laura mengatakan, dalam lima tahun terakhir, lebih dari 1.200 hak cipta judul buku karya penulis Indonesia dijual di berbagai pameran buku internasional. Ia berharap, melalui ajang ini akan bertambah banyak penulis Indonesia yang mampu menjual karyanya ke luar negeri.
Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Ricky Pesik mengatakan, selain memamerkan buku, Indonesia juga akan memperkenalkan sektor lain, seperti kuliner, film, permainan, dan lain-lain. Dalam ajang ini, Ricky berharap, Indonesia tidak hanya menjual lisensi buku.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Ricky Pesik
Ia berharap akan ada nilai lebih dari buku tersebut. Sebagai contoh, akan ada film kelas dunia yang mengambil cerita dari buku karangan orang Indonesia. Contoh lainnya, musik khas Indonesia dapat masuk tangga lagu dunia. Hal tersebut akan menjadikan Indonesia sebagai sumber imajinasi secara global.
Menurut Ricky, ajang ini dapat menjadi peluang besar bagi pebisnis dan pemangku kepentingan. Meskipun demikian, pemerintah tetap mendukung sesuai dengan kebutuhan dari pemangku kepentingan.
Pemerintah akan memberikan fasilitas dan kebutuhan di level strategis. Sebagai contoh, pemerintah dapat membuat regulasi yang mendukung sektor kreatif Indonesia agar mampu berkompetisi secara global.
Dalam ajang ini, juga akan dipamerkan kuliner khas Indonesia, seperti sayur lodeh, kolak, lapis legit, sate maranggi, nasi tumpeng dan lain-lain. Pengunjung juga dapat menikmati berbagai macam soto khas Indonesia yang dijual layaknya makanan pinggir jalan.
Perkenalkan budaya Indonesia
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Asean, dan Timor Leste Moazzam Malik mengatakan, ajang ini akan diikuti oleh ribuan peserta dari 135 negara. Karena itu, penulis Indonesia tidak akan hanya memperkenalkan bukunya ke orang Inggris saja, tetapi ke negara lain juga.
Ajang ini juga dapat memperkenalkan kekayaan budaya dan alam Indonesia. “Ajang ini dapat menjadi tempat promosi Indonesia ke negara lain, khususnya ke warga Inggris,” kata Moazzam.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Moazzam Malik
Country Director of the British Council Indonesia Paul Smith mengatakan, London Book Fair telah dibangun sejak 2016. Ajang ini menjadi puncak hubungan kegaitan kreatif yang dibangun oleh Inggris dan Indonesia.
“Kami akan membuat hubungan jangka panjang yang membantu pembaca di Inggris dan pendatang untuk belajar tentang Indonesia dan kekayaan budayanya,” kata Paul.–PRAYOGI DWI SULISTYO
Editor KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 5 Maret 2019