Akses dan kualitas pendidikan merupakan dua persoalan genting yang dihadapi berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia dan India. Untuk itu, Pemerintah Indonesia dan India akan menindaklanjuti pembahasan nota kesepahaman tentang pendidikan dan kebudayaan yang sudah dimulai pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2011.
“Nota kesepahaman itu belum didalami lagi oleh para pemangku kepentingan pendidikan kedua negara. Isinya kurang lebih tentang pendekatan kerja sama pendidikan di berbagai aspek. Karena sudah ada payungnya, kita coba sekarang menggerakkan. Pemerintah India ingin berbagi pengalaman lebih banyak dengan Indonesia,” kata Duta Besar RI untuk India Rizali Wilmar Indrakesuma. Dia mengatakan itu dalam pertemuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dengan masyarakat Indonesia di India, Minggu (6/9) malam, di Kedutaan Besar RI untuk India, New Delhi, demikian dilaporkan wartawan Kompas, Luki Aulia.
Sebagai langkah awal, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan melakukan kunjungan kerja ke New Delhi dan Ahmedabad, 5-10 September, untuk menemui Pemerintah India dan masyarakat pegiat pendidikan. Anies diagendakan bertemu dengan antara lain Menteri Kebudayaan India Mahesh Sharma, Menteri Pembangunan Sumber Daya Manusia India Smriti Irani, serta pegiat pendidikan Sugata Mitra dan Kiran Bir Serthi. Selain itu, Anies juga berkunjung ke Pusat Satelit Pendidikan dan situs-situs kebudayaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Strategi
Pada kesempatan itu, Anies menyatakan, tantangan pendidikan yang dihadapi Indonesia cukup banyak. Untuk mengurai persoalan pendidikan, pemerintah menerapkan tiga strategi kebijakan. Strategi pertama ialah memberdayakan para pelaku pendidikan, yakni murid, guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan orangtua.
Strategi kedua ialah meningkatkan akses dan kualitas pendidikan. Anies memaparkan terdapat 5,2 juta anak yang setiap tahun masuk ke kelas 1 SD dan hanya 2,4 juta yang akhirnya bisa lulus SMA. Artinya, ada 2,6 juta anak yang putus sekolah. Selain itu, hanya 1,1 juta anak yang kemudian bisa lulus kuliah.
Strategi ketiga yang penting menurut Anies ialah keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan pendidikan. Pemerintah seharusnya mengubah perannya dari yang sebelumnya menggunakan pendekatan program menjadi pendekatan gerakan. Pasalnya, pendidikan adalah gerakan dan bukan program pemerintah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya membuat platform yang memungkinkan semua orang untuk bisa berpartisipasi.
“Keterlibatan publik ini penting karena tidak mungkin pemerintah sanggup mengawasi 218.000 sekolah di seluruh Indonesia. Keterlibatan masyarakat ini harus diciptakan dan dirancang,” kata Anies. (LUK)
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 September 2015, di halaman 12 dengan judul “Indonesia-India Berbagi Pengalaman Pendidikan”.